TUJUH BELAS

7.4K 581 4
                                    

'Aku senang kau nampak akrab dan nyaman dengan mereka' ucap wanita itu mengharinya dihamparan rumput hijau nan luas dengan satu pohon ceri yang tengah berbunga sore itu.

Wei Wei menoleh dan tersenyum mendapati wanita yang selalu menjadi bunga tidurnya "aku tau kau pasti datang"

'Bagaimana kau bisa tahu?' Tanyanya penasaran yang kini mulai ikut duduk di samping Wei Wei

"Ketika aku bermimpi dan berada di tempat ini, kau pasti selalu akan datang. Walaupun kadang kala kau juga bukan hanya datang dalam alam bawah sadarku. Kau juga kadang datang di alam nyata dan menghentikan waktu saat semua orang tengah sibuk melakukan aktifitas mereka hanya untuk memperingatiku" ucap Wei Wei yang menatap langit cerah diatasnya walaupun hari sudah petang.

'Astaga aku bahkan tidak tahu kau menghafal semua itu' kekeh wanita itu yang amat terdengar sumbang di telinga Wei Wei.

Wei Wei menoleh pada wanita itu, wajahnya masih nampak samar namun entah mengapa perasaan Wei Wei mengatakan perempuan disampingnya amat sangat sedih.

"Kau yang membuatku terbiasa" ucap Wei Wei yang kini mulai mengalihkan padanyannya saat wanita itu nyaris menangkap basah ia tengah menatapnya.

Tidak ada balasan dari wanita di sampingnya.

Angin berhembus pelan membawa kedamaian dan ketenangan yang entah mengapa sangat Wei Wei sukai.

"Kali ini ada apa?" Tanya Wei Wei setelah lama terdiam bersama wanita misterius disampingnya.

'Aku hanya ingin mengatakan--"

"Mengatakan?" Beo Wei Wei penasaran

'Jika suatu hari kau mengetahui semuanya, ku harap kau tidak pernah membenciku' lanjutnya dengan nada lirih.

Wei Wei ingin menanyakan maksud dari peryataan wanita misterius itu, namun belum sempai ia menanyakannya. Wanita misterius itu sudah menghilang dan membuat Wei Wei harus menelang pertanyaannya untuk yang kesekian kalinya.

.
.
.
.
.

Wei Wei terbangun dari tidurnya dalam dekapan seseorang, menyadari hal itu Wei Wei mengerjap matanya beberapa kali sebelum fokus matanya kini menatap dada bidang di hadapannya.

Sebuah tangan kekar menariknya, merapakan tubuh mereka semakin dekat hingga menghapus jarak diantara keduanya. Wei Wei menahan nafasnya, sebelum-sebelumnya ia tidak pernah berhubungan dengan seorang pria dengan jarak sedekat ini. Menurut Wei Wei ini sungguh sangat intim hingga kedua pipi Wei Wei merona, detak jantungnya berpacu amat sangat cepat seakan habis lari maraton.

Deg.

Deg.

Deg.

Bahkan Wei Wei mampu mendengar detak jantungnya yang amat keras, dalam hati Wei Wei berharap orang yang mendekapnya tidak mendengarnya karna jujur ia sangat malu jika hal itu terjadi.

Wei Wei tak ingin mendongakan kepalanya, karna jelas ia sudah tau siapa yang kini tengah mendekapnya.

Wei Wei kini kembali dilanda rasa ngantuk luar biasa, hari masilah gelap hingga dengan berat ia kembali menutup matanya dan mulai bergelut dalam alam bawah sadarnya.

Udarah dingi berhembus kencang membuat Wei Wei merapakan tubuhnya dalam dekapan kaisar Xiao Nai yang memeluknya erat diatas peraduan, Wei Wei mengikis jarak di antara mereka dan kembali membenamkan wajahnya dalam dada bidang kaisar Xiao Nai.

.
.
.
.
.

Matahari semakin beranjak naik, namun Wei Wei masih bergelun dalam selimutnya hingga tangannya mulai meraba-raba tempat yang di tempati kaisar Xiao Nai semalam kini mulai terasa dingin.

Wei Wei terbagun dengan posisi duduk, ia mengucek matanya sebelum menoleh ketempat kaisar Xiao Nai semalam dengan perasaan kecewa.

Dayang Zhu dengan beberapa dayang lain sudah lama menanti Wei Wei bangun dari tidur lelapnya, dayang Zhu menghampirinya dengan dua orang dayang yang membawa ember berisi air serta nampan berisi kain bersih.

Wei Wei lalu membasuh wajahnya dengan air, setelahnya ia menerima kain sodoran dari dayang Zhu untuk melap wajahnya yang cantik alami.

"Yang Mulia, sarapan anda sudah kami siapkan" ucap dayang Zhu sopan

"Apakah anda ingin sarapan terlebih dahulu atau membersihan diri?" Tanyanya dengan nada yang masih sama.

"Aku ingin mendi terlebih dahulu" ucap Wei Wei dengan nada sedikir serak khas orang bangun tidur.

Dayang Zhu mengangguk mengerti "kalau begitu apakah anda tidak keberatan menunggu, yang mulia karna kami baru akan menyiapkannya?" Tanya dayang Zhu hati-hati takut kena semprotan makian dan amarah Wei Wei.

"Tidak masalah" ucap Wei Wei lembut disertai sebuah senyum.

"Baiklah kami akan segera menyiapkannya untuk anda" ucap dayang Zhu undur diri.

.
.
.
.
.

Wei Wei mendesah nafas lega saat ia menyelesaikan gulungan terakhir di mejanya, ia kini mulai merenggangkan otot otot tubuhnya yang kaku akibat telalu lama duduk.

Wei Wei menoleh kesampin menatap pemandangan di luar jendela istana Naga yang menampakan para penghuni kerajaan yang sibuk berlalu lalang melakukan aktivitas mereka masing-masing.

Pintu ruang tiba-tiba saja terbuka membuat tatapan Wei Wei kini teralih menatap pintu, disana ada kaisar Xiao Nai, tabib Yeng, jendral Byu, mentri Juan dan satu sosok yang Wei Wei tidak ketahui.

Mereka melangkah mendekat, disusul dibelakang mereka beberapa dayang yang mengekor dengan membawa banya makanan.

"Bolehkah kita makan siang bersama seperti semalam, yang mulia?" Tanya mentri Juan penuh harap.

Wei Wei tersenyum "tentu!" Jawabnya.

.
.
.
.
.
.
.

TBC

The Empress : Liu Wei Wei (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang