ENAM BELAS

7.5K 615 3
                                    


PARA dayang masuk keruangan dan membawa berbagai macam makanan di atas meja-meja kecil, setelah Wei Wei mengobati luka tabib Yeng.

Aroma harum serta uap yang masih keluar dari makan-makanan tersebut membuat Wei Wei mulai merasa lapar, tanpa merasa malu Wei Wei turun dari peraduan dengan sedikit tergesa menghampiri semua makanan yang di hidangkan.

"Mari makan bersama" ajak Wei Wei

Jendral Byu dan mentri Juan mengernyit bingung, apakah mereka juga termasuk dalam ajakan itu? Batin mereka bertanya-tanya pasalnya mereka berdua bukan siapa-siapa disini. Mereka hanya sahabat kaisar Xiao Nai, namun di mata semua orang mereka hanyalah bawahan dan tentu saja hal itu sangat mustahil dan menurut mereka sangatlah tidak sopan serta lancang apabila makan bersama dengan junjungan mereka.

Kaisar Xiao Nai dan tabib Yeng bergabung dengan Wei Wei, tetapi jendral Byu dan mentri Juan masih membatu di tempatnya.

Wei Wei menyadari hal itu lantas berdiri dan menarik jendral Byu dan mentri Juan untuk bergabung.

Mentri Juan hendak menolak namun sebelum kalimat itu ia lontarkan, Wei Wei lebih dahulu memotong "aku tidak menerima penolakan ataupun bantahan" tegasnya

"Jika kalian menolak, aku akan menghukum kalian" ancamnya

Jendral Byu dan mentri Juan menelan saliva susah payah, aura mengintimidasi dan acaman yang terdengar amat serius itu membuat mereka mengangguk patuh secara refleks. Mereka pun mengikuti langkah Wei Wei yang berjalan terlebih dahulu dan bergabung dengan kaisar Xiao Nai dan tabib Yeng.

Tabib Yeng dan juga kaisar Xiao Nai cekikikan melihat wajah kedua sahabatnya yang berubah pucat pasih, kini mereka tahu apa yang dirasakan kaisar Xiao Nai dan tabib Yeng tadi. Naasnya mereka pun kini terjerat dan merasakan hal yang sama.

Ternyata karma datang secepat itu pada mereka!

Baru saja mereka menertawakan dan mengejek kaisar Xiao Nai dan tabib Yeng, kini malah mendapat hal yang serupa. Nasib!

.
.
.
.
.

Canda tawa tidak pernah pudar dalam makan malam mereka, obrolan demi obrolan sekan tidak pernah ada habisnya untuk mereka bahas.

Wei Wei memajukan bibirnya, ia ngambek saat kakaknya mengejek ia begitu jelek serta gemuk saat membahas masa kecilnya.

Namun rasa kesal dan merajuknya seakan hilang begitu saja, saat melihat tawa keempat pria tampan dihadapannya.

Bolehkah Wei Wei berharap semua kehagatan ini akan tetap ada selamanya? Wei Wei sangat memimpikan kehagatan serta kenyamanan seperti ini dalam hidupnya selamanya. Apa yang ia lihat dan rasakan saat ini, belum pernah ia rasakan di masa depan. Jika boleh ia ingin tetap berada disini di kelilingi orang-orang yang menyayanginya.

Egoiskah ia mengingkan tetap tinggal disini tanpa kembali di masanya yang penuh penderitaan walaupun ia tahu dimasa lalu seperti bahkan lebih kejam dan penuh akan tipu muslihat dari masa depan, namun ia percaya dapat melaluinya karna di kelilingi oleh orang-orang yang akan selalu mendukungnya, membantunya, peduli padanya dan yang terpenting akan selalu mencurahkan kasih sayang padanya.

Tanpa Wei Wei sadari air matanya jatuh membasahi pipinya, perasaan penuh harap, senang dan sedih bercampur menjadi satu yang kini ia rasakan.

Sejak awal ia bersikuku dan menolak untuk berada di tempat ini, ia bahkan melakukan berbagai macam cara agar ia kembali di masa depan tanpa pernah peduli apa yang akan ia hadapi atau perasaan semua orang yang akan tersakiti akan kepergiannya. Namun kini Wei Wei mulai kembali berpikir ulang untuk kembali karna ia mulai merasa nyaman, dan perlu kalian ketahui apabila Wei Wei mulai merasa nyaman maka ia takan pernah ingin melepaskan apa saja yang membuatnya nyaman bagaimanapun caranya.

"Yang Mulia, mengapa anda menangis?" Tanya tabib Yeng yang pertama kali menyadari Wei Wei tengah menangis dalam diam menatap mereka "apakah perkataan hamba menyakiti anda, yang mulia?" Tanyanya lagi penuh rasa bersalah.

Wei Wei menghapus air matanya, ia menggeleng lalu memberi keempatnya sebuah senyum manis yang membuat mereka tertengun. Pasalnya ini adalah senyum pertama permaisuri Wei Wei yang amat sangat lebar dan menampakan kedua lesung pipinya yang dalam, ini pertama kali mereka mengetahui permaisuri memiliki lesung pipi di kedua pipinya karna selama ini permaisuri Wei Wei amat sangat jarang senyum kalaupun ia senyum paling hanyalah senyum tipis atau senyum kecil.

"Aku hanya bahagia" ucapnya "air mataku ini adalah air mata bahagia" lanjutnya.

Semuanya mendesah nafas lega, mereka sempat berpikir melakukan kesalahan sehingga menyinggung atau melukai hati Wei Wei. Sayangnya praduga mereka salah dan hal itu amat sangat melegakan, seakan beban mereka terangkat begitu saja.

"Aku berharap senyum dan tawa kalian akan seperti ini selamanya, ada rasa yang sulit ku katakan dengan kata-kata saat melihat pancaran kebahagiaan kalian"

"Aku ingin kita tetap seperti ini layaknya keluarga yang berbagi kehangatan, kebahagiaan, suka dan duka, kasih sayang dan rasa nyaman" ucap Wei Wei.

"Apakah aku egois menginkan kita seperti ini selamanya!" Kata Wei Wei yang merupakan pernyataan bukan pertanyaan.

Keempat pria tampan di hadapannya menggeleng, Kamipun juga ingin seperti ini selamanya! Batin mereka berempat.

.
.
.
.
.
.
.

TBC

The Empress : Liu Wei Wei (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang