DELAPAN BELAS

7.3K 559 4
                                    


DISISI lain wanita berusia sekitar 20 tahun mengenakan pakaian seragam dayang kerajaan Yun tengah berjalan melalui jalan setapak, sesekali ia menoleh kebelakang seraya memastikan tidak ada yang mengikuti gerak geriknya.

Dari langkah perlahan kini berubah menjadi langkah tergesah, dari langka tergesah kini berubah menjadi berlari.

Dayang tersebut mengangkat roknya berlari melewati lorong-lorong yang sempit, semakin ia melangkah dengan langkah lebar semakin ia masuk kawasan paling belakang istana.

Dayang itu kini berhenti berlari, langkahnya kini mulai normal saat ia telah sampai pada tempat pertemuan. Disana sudah ada seorang wanita berumur 18 tahun membelakanginya. Wanita tersebut nampak anggun dengan pakaian sutra terbaik yang membaluti tubuhnya yang mungil, tak lupa tudung kepala yang terbuat dari jerami yang dianyam begitu rapi lalu dilukis dengan motif bunga yang kini bertenger dikepalanya, di tudung kepala tersebut tak lupa ada kain tipis yang menjuntai turun untuk menyamarkan wajahnya.

Disamping wanita itu ada seorang pengawal pribadi yang selalu setia menemaninya.

"Nona, Mi Rang" panggil dayang tersebut.

Mi Rang berbalik dan mendapati dayang yang ia perintahkan untuk mengawasi gerak gerik permaisuri Wei Wei dan melaporkan padanya. Terakhir kali rencananya nyaris berhasil namun karna dewi keberuntungan berpihak pada permaisuri Wei Wei kala itu, ia selamat dari maut yang hampir merenggut nyawanya.

"Katakan bagaimana bisa ia selamat?" Tanya Mi Rang.

"Hamba tidak tahu nona, bukan kah anda menyuruhku menjauh kala itu?" Jawabnya.

Mi Rang mendengus, ia lupa bahwa ialah yang menyuruh dayang dihadapannya kini untuk menjauh saat ia melakukan aksinya.

"Lantas apakah benar kabar itu?" Jedanya "kabar mengenai hilangnya ingatan Wei Wei?" Lanjutnya

"Benar nona" jawabnya.

"Baguslah untuk sementara setidaknya ia lupa bahwa akulah dalang dibalik jatuhnya ia kekolam" gumam Mi Rang dengan senyum miring yang tercetak jelas dari kain yang menjuntai dari tudung kepalanya.

.
.
.
.
.

"Aku sungguh terkesan, melihat betapa setianya kalian pada tuan yang kalian lindungi bahkan tak peduli dengan nyawa kalian sendiri" kata jendral Byu yang kini masih melanjutkan introgasinya diruang bawah tanah.

"Apakah kalian tidak lelah dengan penyiksaan ini?" Tanyanya

"Ahh, aku lupa. Kalian bahkan sudah kebal dengan rasa sakit dan lelah yang kalian rasakan akibat penyiksaan ini bukan?" Kata jendral Byu mencemoh.

Kedua penjahat yang pernah hampir mencelakai Wei Wei hanya menatap jendral Byu tanpa minat, wajah pucat pasih serta mata merah dan mengkak memberi kesan menyedihkan dan mengerikan pada keduanya.

"Berapa? Berapa yang mereka berikan kepada kalian, katakan?" Tanya jendral Byu yang kini mulai menaikan nada suaranya beroktaf-oktaf.

"Jika hanya uang yang kalian pilih, maka tenang saja. Kami bisa saja memberimu uang duakali lipat dari yang kalian terima, bahkan kami bisa memberimu jabatan yang tinggi jika kalian ingin"  jeda jendral Byu "tapi dengan satu syarat, katakan siapa yang memerintahkan kalian mencelakai Yang mulia permaisuri?" Tanyanya lagi disisa sesabaran yang jendral Byu miliki.

Mereka masih bungkam dan tidak bergemih.

"Kalian masih tidak ingin menjawab?" Tanyanya tidak percaya sebab, imbalan yang ia tawarkan sangatlah besar dan tentunya menggiurkan.

"Jika kalian masih bungkam dengan iming-iming imbalan, maka tidak ada cara lain" jendral Byu menyeringai penuh kekejaman.

"BAWA MEREKA MASUK!" Teriaknya.

.
.
.
.
.

Wei Wei kini berjalan-jalan disekeliling kerajaan ditemani oleh pengawal pribadi kaisar Xiao Nai, Baoling.

Rasa suntuk dan bosannya seketika lenyap, saat ia menghirup udarah segar dengan rakusnya.

Saat ini Wei Wei sangat ingin menuju taman yang menghubungkan istana Naga dan istana Pheonix, entah mengapa Wei Wei merasakan hatinya dipanggil-panggil menuju kesana.

Wei Wei berhenti di tepi kolam, sehingga Baoling pun ikut berhenti dibelakangnya. Wei Wei menatap pantulan dirinya diatas permukaan air, ia mengamati permukaan air tersebut hingga sebuah bayang seseorang yang wajahnya nampak buram di dorong seseorang dari belakang hingga terjatuh dengan sangat keras menghantam air kolam.

Wei Wei tersentak kaget. Baoling yang sedari tadi mengamati gerak gerik Wei Wei pun mulai khawatir, terlebih kini punggung yang membelakanginya seakan naik turun dengan teratur.

Nafas Wei Wei memburuh hebat, wajahnya pucat pasif serta keringat dingin mulai mengalir deras. Wei Wei mengelengkan kepalanya cukup keras, menepis bayangan yang baru saja muncul tanpa seizinnya. Namun sayang, semakin ia berusaha semakin bayangan itu terus berputar bak kaser rusak dalam kepalanya.

"Yang mulia, apakah anda tidak apa-apa?" Tanya Baoling cemas.

Wei Wei berbalik menghadap Baoling, ia lantas menggeleng sebagai jawaban.

"Aku baru tahu, ternyata kau bisa berbicara" kata Wei Wei mengalihkan "kupikir kau bisu, karna sedari menemaniku kau tak kunjung bersuara" lanjutnya

"Aku bersyukur, pemikiranku salah" ucap Wei Wei tulus.

"Mari kita pergi, masih banyak yang ingin kutuju" kata Wei Wei yang melangkah lebih dulu.

"Baik, yang mulia" jawab Baoling.

"Entah mengapa tempat ini begitu sangat femiliar dan sangat tidak asing untukku" gumam Wei Wei dengan nada lirih, namun masih mampu didengar oleh Baoling.

.
.
.
.
.
.
.

TBC

The Empress : Liu Wei Wei (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang