Part 41 Amnesia 2

3.5K 150 1
                                    

    “Aluna. Ini tante Martha. Mamanya Nada.” Ucap Nadin.

    Aluna sedikit terkejut dan menatap Martha dengan gelisah, Aluna takut Martha akan memarahinya karena gara-gara dia kedua putranya terluka.

    Aluna berdiri dari duduknya dan langsung mengulurkan tangan untuk berjabat tangan, namun Martha malah menarik Aluna dan memeluknya dengan erat. Aluna sangat kaget, dia pikir Martha akan menepis tangannya atau bahakan menamparnya. Tapi kenapa Martha malah memeluknya?

    “Jadi kamu Aluna? Kamu sangat cantik.” Martha mengusap rambut Aluna. Sedangkan Aluna masih diam dalam pelukan itu.

    Setelah itu, Martha mengajak Aluna untuk keluar dari ruang ICU. Dia ingin berbicara empat mata bersama Aluna. Mereka berdua duduk di kursi taman rumah sakit sambil menatap air mancur.

     “Devan adalah anak yang kuat, dia selalu menolong dan menjadi tameng untuk adiknya. Sedangkan Nada, dia anak yang pendiam dan suka menyembunyikan masalahnya sendiri. Mereka adalah kakak dan adik yang sangat akur. Mereka selalu bermain dan tertawa bersama. Tante masih ingat suara-suara tawa mereka.” Ucap Martha sambil menoleh ke arah Aluna.

    “Tapi, tante kehilangan tawa-tawa itu semenjak tante dan papa mereka memutuskan untuk bercerai. Pengadilan memutuskan, kami mengasuh masing-masing satu anak. Akhirnya tante mendapat hak asuh Nada dan membawanya ke Australia. Sedangkan Devan, dia tetap di Indonesia.” Cerita Martha dengan tatapan mata yang kosong.

     “Keberadaan Devan tidak pernah di anggap oleh papanya. Papanya terlalu sibuk bekerja dan jarang pulang. Devan sangat kesepian, kemudian dia terjun ke auto racing dan motor. Dia melakukan segala aktivitas di luar batas kemampuan dan membuat hidupnya tidak terurus. Hingga pada akhirnya, Devan ambruk dan di diagnosis, ada sedikit masalah dengan jantungnya.” Martha terlihat menyeka air mata menggunakan sapu tangannya.

    Aluna menatap wajah Martha dari samping. Dia dapat merasakan sedihnya menjadi Martha yang harus kehilangan putranya, dan sekarang satu-satunya hal yang paling berharga yang Martha miliki tengah di ambang kematian dan itu semua karena dirinya. Aluna mengusap tangan Martha dengan lembut. Martha mengenggam tangan Aluna dan tersenyum.

     “Semenjak kepergian Devan. Tante menyuruh Nada untuk tinggal di Indonesia. Sebelum Devan meninggal, dia pernah bilang sama Nada, ada seseorang yang harus di jaga. Seseorang yang telah memilikinya dan memberi dia sebagian jiwanya.” Martha menatap Aluna dengan sendu.

    Martha mengelus bahu Aluna dan memberikan sepucuk surat pada Aluna. Aluna menerima surat itu dengan bingung, namun akhirnya Aluna membuka surat itu.

    “Bogor, 20 mei 2015

    Untuk dia,
    Sebelum ini, aku cuma manusia yang nggak punya arah dan tujuan. Aku selalu berpikir untuk mengakhiri semua ini. Bagiku, menatap dunia di pagi hari adalah penyesalan. Tapi, semua pikiran itu lenyap, setelah mataku tak sengaja melihat Alunan jiwa yang melintas tanpa permisi, di depan segerombol anak motor.

    Ada sesuatu yang tiba-tiba menerobos masuk tanpa bisa aku cegah, berdetak dan berdebur seperti ombak. Sejak itu, aku berharap waktu bisa berjalan lebih lambat dan membiarkan kita hidup seperti sepasang merpati yang pernah kita lepas bersama.

    Bersamamu, aku mulai menyukai matahari, aku mulai menyukai suara langkah kaki dan suara detak jantungku yang berdebar ketika bersamammu. Tawa dan riangmu membuatku menyesali sifatku yang dingin dan keras. Aku berharap malaikat tak pernah mencatat setiap keingianku untuk meninggalkan dunia ini. Tapi, perlahan rasa sakit ini mulai menyesakkan. Aku begitu marah dan menyesal.

    Waktu terlewat begitu cepat. Dua tahun sudah kita bersama. Aku begitu bahagia memilikimu, aku bahagia menjadi seseorang yang selalu memaksa dan mengancammu. Aku juga sangat mengagumimu, karena hanya kau, satu-satunya orang yang mempu mengalahkanku dalam segala hal. Kau sangat kuat.

    Andai, waktuku masih panjang. Aku ingin hidup bersamamu sampai tua nanti. Menikmati senja dengan menaiki motor dan bercerita tentang masa tua di danau. Tapi, tidak peduli seberapa keras aku mempertahankan posisiku untuk terus bersamamu, aku akan selalu mencintaimu Aluna. Death will not sparate my feelings. I will love you, now, latter and forever. I love you, Denova Alunandia.

    Devan.D.A”

    Aluna membaca surat itu dengan isak tangis. Martha ikut menangis dan memeluk Aluna dengan erat. Sedangkan Aluna tidak bisa menahan rasa sakit yang selama ini dia pendam untuk mencintai Devan dan berharap Devan akan kembali.

    “Kamu sangat cantik Aluna.” Martha megusap rambut Aluna. Aluna menatap Martha dengan mata yang berkaca-kaca.

**AlNa**

    ”Aluna, tante. Nada udah sadar.” Nadin berlari mendekati Aluna dan Martha. Nadin tersenyum lebar dan matanya berbinar bahagia.

    Aluna mengusap air matamya, dan segera berlari menuju ruang ICU bersama Martha dan Nadin. Setelah menunggu beberapa saat, akhirnya dokter keluar dari ruang ICU, tapi entah kenapa raut wajahnya terlihat gelisah juga sedih.

    “Dok, gimana keadaan anak saya?” tanya Martha dengan antusias.

    “Sepertinya, yang kita khawatirkan benar terjadi.” Ucap dokter itu dengan sendu.

    “Maksud dokter apa?” Tanya Aluna.

    “Pasien mengalami amnesia.” Ucap dokter itu.

    Martha menggelengkan kepala, dan segera masuk ke dalam ruang ICU. Sedangkan Aluna, dia malah terjatuh duduk di atas kursi dengan air mata yang kembali lolos dari pelupuk matanya.

    Aluna bangkit dari duduknya dan mendekat ke pintu, dia menatap ke arah dalam ruang ICU. Aluna melihat interaksi Nada dan Martha yang terlihat canggung, bahkan Nada sama sekali tidak mengingat mamanya sendiri. Lalu bagai mana dengan dirinya yang bukan siapa-siapa? Nada tidak akan mengingatnya.

    Nadin keluar dari ruang ICU dan langsung memeluk Aluna dengan erat. Aluna menerima pelukan Nadin dan ikut menangis.

    “Nada nggak ingat siapa-siapa Al.” Ucap Nadin dengan isak tangis.

📖📖📖
867 words

Alunan Nada [Completed]✓Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora