Part 25 Kekuasaan Adalah Pedang 2

3.8K 174 0
                                    

**AlNa**

    Di pagi hari yang cerah, Aluna sedang duduk di kelas sambil menyangga kepalanya yang pusing akibat terlalu banyak minum alkohol tadi malam. Untung pak Aryo terlambat masuk kelas, jadi Aluna bisa menggunakan sedikit waktu untuk istirahat. Setelah satu jam menunggu, akhirnya, suara melengking dan berat itu terdengar masuk ke dalam kelas.

    "Pagi anak-anak! Maaf bapak telat, tadi bapak baru saja menghukum ketua geng dan antek-anteknya." Ucap Pak Aryo dengan raut wajah yang masih kesal.

    "Hari ini, bapak akan membahas mengenai Transformasi. Buka buku halaman 164." Ucap pak Aryo sambil membuka bukunya.

    Anak-anak pun terlihat ramai membuka tas masing-masing dan mengambil buku matematika mereka, berbeda sekali dengan Aluna yang masih setia melamun dan terus mengetuk-ngetukan pulpennya di meja.

    "Sudah kalian buka bukunya? Ok bapak kasih waktu lima menit untuk baca dan setelah itu saya akan memberikan kalian pertanyaan." Ucap pak Aryo sambil duduk di kursinya.

    "Yah pak, kelamaan. Satu menit aja." Ucap Daren dengan gaya soknya.

    "Huuu." Seru anak-anak.

    Setelah lima menit berlalu, pak Aryo menyuruh anak-anak untuk menutup bukunya dan pak Aryo mulai membacakan kuisnya.

    "Dengarkan! Soal pertama. Apa yang kalian ketahui mengenai Traslasi dan Refleksi dalam transformasi? Ini sangat mudah, kalian tidak perlu menghitung." Pak Aryo berjalan mendekati meja murid-murid untuk memastikan muridnya memperhatikan pelajarannya.

    "Itu pak senyawa molekul yang ada gelembung-gelembung gituh." Ucap Daren.

    "Gelembung apa? Ha! Bapak suruh baca tentang Transformasi, bukan pelajaran kimia." Pak Aryo memukul Daren dengan bukunya.

    Daren hanya meringis dengan ekspresi wajah tolol. Kemudian Pak Aryo berjalan mendekati Aluna, dia ingin mengetes seberapa jauh kemampuan Aluna di bidang pelajarannya.

    "Aluna, coba kamu terangkan apa itu Translasi dan Relaksaki?"

    "Ya elah pak, mana ngerti, dia kan sering absen." Narto meremehkan Aluna.

    "Jangan gitu, bebeb aku pasti bisa. Semangat Luna." Ucap Daren sambil mengangkat kedua tangannya yang dia kepal. Aluna menghela nafas dan menatap ke arah pak Aryo.

    "Translasi adalah transformasi yang memindahkan titik-titik dengan jarak dan arah tertentu. Kalo Refleksi, transformasi yang memindahkan titik-titik menggunakan sifat bayangan oleh suatu cermin." Ucap Aluna tanpa membaca buku. 

    Anak-anak di kelas itu terlihat melongo dan takjub karena Aluna bisa menjawab pertanyaan pak Didit. Meskipun jawabannya mudah tapi tidak semua orang bisa menghafal materi dengan cepat. Terlebih Aluna sama sekali tidak membaca buku.

    "Bagus, jawaban Aluna benar. Tidak rugi selama ini saya mengajar sampai mulut berbusa, akhirnya ada juga yang memperhatikan pelajaran saya." Pak Aryo berjalan menuju bangku di depan dengan senyum senang.

    "Cewek gue tuh. Luna kamu hebat." Daren menoleh ke arah Aluna samba mengedipkan matanya

    “Pak, saya izin ke toilet.” Ucap Aluna.

    “Silahkan, tapi jangan lama-lama dan kembali ke kelas. Kuis masih terus berlanjut.” Ucap pak Aryo.

    Aluna keluar dari kelas dan  berjalan menuju lantai satu. Sebenarnya Aluna tidak ingin ke toilet, tapi dia berniat untuk mencari kalungnya yang kemungkinan jatuh di sekolah. Aluna akan mencarinya di loker, mungkin saja Aluna lepas ketika olah raga dan dia lupa untuk mengambilnya.

    Aluna membuka lokernya, namun bukan liontin yang dia temukan melainkan secarik kertas yang tergeletak di atas buku-bukunya.

    "Ajal semakin dekat." Aluna membaca isi surat ancaman itu.

    "Nggak penting.” Aluna meremas kertas itu dan melemparnya ke lantai.

    Setelah itu Aluna kembali fokus untuk mencari kalungnya, tapi di loker tidak ada. Setelah itu Aluna kembali berjalan dan menelusuri setiap penjuru sekolah. Dari koridor, kamar mandi, lapangan basket, rooftop, lalu di perpustakaan sewaktu dia di hukum, namun Aluna tidak menemukan apa-apa. 

    Kemudian Aluna mencari mang Diman tukang bersih-bersih di sekolah, mungkin saja dia menemukan kalungnya yang hilang.

    “Pak, bapak nemuin kalung enggak?”

    “Waduh neng, mang teh enggak lihat. Emang kalungnya kaya apa?”

    “Ada lionti setengah hatinya. Ya udah pak, makasih.” Ucap Aluna yang kemudian berlalu pergi. Sedangkan mang Diman terlihat sedang mengingat-ingat.

    “Kalungnya teh yang waktu itu den Nada temuin bukan ya?” Tanya mang Diman pada dirinya sendiri. 

    Aluna berjalan melewati koridor dengan sendu. Sepertinya kalunganya hilang di jalan. Aluna mengusap wajahnya dengan sedih, lalu kembali ke kelasnya.

**AlNa**

    Bel istirahat berbunyi. Saat ini Nada dan teman-temannya tengah nongkrong di kantin sambil membicarakan mengenai balapan. Namun di saat mereka sedang membicarakan strategi, tiba-tiba Jefri datang sambil melempar kertas ke atas meja.

    "Gue dapet itu lagi." Jefri ikut duduk bersama teman-temannya. Rehan meraih kertas lusuh itu dan membacanya.

    “Itu teroran Aluna lagi?” Tanya Leon.

    “Kemarin Aluna juga dapet teroran, bahkan lebih parah. Ada belati dengan darah di lokernya. Belati itu masih ada, gue lagi nyuruh orang buat selidiki sidik jarinya.” Ucap Rehan yang membuat Nada mengepalkan tangan kanannya.

    "Cari tau siapa orang yang udah taruh surat itu." Ucap Nada yang kemudian mendapat tatapan mata teman-temannya. Mereka sangat terkejut Nada mau membantu masalah Aluna.

    “Gue nggak mau ada penghianat atau penyusup di sekolah ini.” Ucap Nada, yang membuat teman-temannya menganggukan kepala.

    "Tapi gimana? cctv di koridor belum di benerin." Tanya Adam.

    "Gue juga udah tanya sama pak Sodrin, dia bilang nggak ada orang asing yang masuk ke sekolah.” Ucap Rehan.

    "Umm bisa juga sih kalo itu orang dalam, kalo orang dalemkan dia tahu kalo cctv deket loker mati, jadi dia taruh ancaman itu di loker." Ucap Alfa.

    “Iya juga ya. Dan yang jelas, dia tau masa lalu Aluna.” Ucap Adam. 

    "Tapi siapa?" Tanya Leon. Setelah itu semua terdiam dengan pikirannya masing-masing.

    “Nad, kemarin lo pergi sama Aluna?” Tanya Jefri tiba-tiba, yang membuat semua anak menatap Nada.

    “Kenapa?” Tanya Nada dengan datar.

    “Enggak, nggak apa-apa sih.” Ucap Jefri dengan datar, namun tersirat kecemburuan di matanya.

    Nada tersenyum sinis lalu berjalan pergi meninggalkan kantin dan teman-temannya. Anak-anak Evalor pun di buat bingung, mereka takut jika Nada marah dengan ucapan Jefri. 

    Sebenarnya Nada tidak marah dia hanya sedang merasa tidak ingin membicarakan tentang Aluna. Terlebih kemarin Aluna lebih memilih pergi dan pulang bersama ketua geng Artos, daripada menunggunya mengambil motor.

📖📖📖
Wellcome to the ALUNAN NADA world: The first story from senjasaturnus
~
JANGAN LUPA VOTE, SHARE AND COMMENT

LIKE YOU GUYS... Terimakasih

Alunan Nada [Completed]✓Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz