Part 26 Pergi Atau Mati

3.8K 175 0
                                    

    Agnes berjalan melewati halaman sekolah dengan tergesa-gesa. Dia terlihat membawa sebuah amplop coklat yang dia sembunyikan di dekapan tubuhnya. Gerak-geriknya sangat mencurigakan bahkan terkesan mengendap-ngendap. Saat dia berjalan di lorong, tiba-tiba seseorang mengagetkan Agnes.

    "Adam?" Agnes berdiri dan menyembunyikan amplop itu di belakang tubuhnya.

    "Kenapa lo? Kaya abis maling aja. Itu yang lo bawa apa?" Adam mencoba melihat apa yang di sembunyikan oleh Agnes.

    "Bukan apa-apa." Ucap Agnes yang kemudian berjalan pergi.

    “Aneh.” Ucap Adam yang kemudian berlalu pergi untuk menemui teman-temannya di kantin.

    "Dari mana aja lo nyet?" Leon menepuk bahu Adam yang baru tiba di kantin.

    "Tadi gue ketemu Agnes, dia bawa amplop coklat gitu. Tapi mencurigakan banget, kaya maling." Ucap Adam dengan serius.

    "Jangan-jangan yang ngancem Aluna selama ini Agnes." Tebak Jefri.

    "Bisa aja sih, kan selama ini Agnes ngira kalo Aluna udah ngerebut Nada dari dia." Ucap Alfa.

    "Jangan biarin dia pulang, sebelum gue bicara sama dia." Ucap Nada.

**AlNa**

           Aluna berjalan turun dari tangga dengan lesu, dia baru saja di hukum membersihkan toilet hanya karena dia memakai seragam yang kekecilan, padahal kemarin tidak ada yang mengomentari seragamnya. Pasti ibu Ajeng yang memperketat aturannya.

    Aluna berjalan dengan gontai menelusuri koridor. Rambutnya dia ikat kuda, dasinya dia sampirkan ke pundak dan lengan bajunya dia lintingkan ke atas. Bersamaan dengan Aluna, saat ini Nada juga tengah berjalan di koridor sambil memainkan handphone-nya. 

    Namun tiba-tiba ada bola voli yang terlempar ke arahnya, bola itu tepat mengenai handphone Nada. Nada menatap handphone-nya yang jatuh lalu menoleh ke arah halaman. Seketika suasana halaman sekolah menjadi hening dan semua orang menatap ke arah Nada.

    Nada berjalan mendekati orang yang melempar bola itu dengan ekspresi wajah yang kesal. Cowok bernama Galang itu meminta maaf, namun Nada tetap menghantamkan pukulannya. Galang tersungkur di lantai dengan darah di sudut bibirnya.

    "Kurang ajar!" Ucap Nada dengan kesal.

    "Nada!" Teriak seseorang dari arah koridor.

    Nada menoleh ke arah sumber suara itu dan mendapatkan ibu Ajeng yang tengah menatapnya dengan tajam. Nada hanya diam dan merapikan bajunya yang sedikit lusuh. Kemudian Nada berjalan ke pinggir halaman menunggu ibu Ajeng yang berjalan mendekatinya.

    “Ke ruang BP sekarang!" 

    "Hahaha. Sukurin lo! Hukum aja bu! Suruh loncat dari Monas." Di suasana yang menegangkan itu, tiba-tiba dari arah depan koridor Aluna tertawa dengan terbahak-bahak.

    "Aluna, Nada. Kalian berdua ikut saya!” ucap ibu Ajeng.

    "Kenapa saya juga! Sayakan nggak ngapa-ngapain." 

    “Jangan banyak bicara. Cepat ikuti ibu!” Ucap ibu Ajeng yang kemudian berlalu pergi.

**AlNa**

    "Kalian berdua lagi. Sangat kompak.” Pak Didit masuk ke ruangannya dan melihat Aluna dan Nada yang sudah duduk di atas kursi yang menghadapa ke arah mejanya.
    "Aluna dan Nada. Kalo di gabung jadi Alunan nada, cocok. Sama-sama keras kepala, biang onar dan suka membantah. Alunan Nada itu seharusnya lembut, enak di dengar, membuat orang-orang yang mendengarnya bahagia. Tapi kalian? Kasar! Tidak enak di dengar! Membuat darah tinggi!" Ucap pak Didit yang di akhiri dengan bentakan dan teriakan.

Alunan Nada [Completed]✓Where stories live. Discover now