Last Sadness-64

6K 510 16
                                    

Nasya memeluk tubuh Gaga. "Makasih, Ga! Makasih udah anggap gue sebagai adik lo. Gue memang gapunya kakak, makanya gue udah anggap lo sebagai kakak kandung gue. Hari ini gue harus pergi karna semuanya sudah selesai gue jalani." Ucap Nasya. Ia melepaskan pelukannya lalu beralih memeluk Johan. "Makasih banget om sudah anggap Nasya sebagai putri om sendiri. Nasya senang pernah hadir di sisi kalian." Ucap Nasya. Johan mengelus lembut rambut Nasya. Ia sudah menganggap Nasya anaknya sendiri.

Lalu Nasya memeluk Riana. "Tante makasih ya atas semuanya. Semoga Ara tenang di alam sana." Ucap Nasya. "Makasih juga Kamu sudah mau menjalani amanah Ara, jangan lupakan kami. Kami adalah keluarga kamu, Nasya. Kami akan sering mengunjungimu Nasya." Ucap Riana. Lalu ia mencium kening Nasya.

Nasya beralih kepada pria jangkung berparas rupawana dan berkarisma. Lalu ia memeluknya. "Kak Jack maafkan Nasya yang membohongi kalian. Tapi aku senang dekat dengan Kak Jack. Kak Jack jangan lupain aku ya, salam buat Kak Rachel." Ucap Nasya yang di angguki oleh Jack.

Nasya melihat dua pemuda yang selama ini menemaninya. Ia langsung menubruk keduanya. "Kita baru kenal. Tapi gue ngerasa dekat dengan kalian. Kalian tau gak hiks, gue dulu gak punya teman. Maka dari itu gue bahagia berteman dengan kalian. Jangan lupain gue yak!" Ucap Nasya. "Gen, sebutin prinsip Cogan jaman now generasi micin yang suka makan cimin wkwk!" Ucap Afgan pada Genta. Nasya tertawa melihat tingkah mereka. "PRINSIP COGAN JAMAN NOW GENERASI MICIN YANG SUKA MAKAN CIMIN DAN HIRUP BENSIN HAHA. Cogan dilarang keras melupakan cewek cakep." Ucapnya. Nasya menggelengkan kepalanya. Lalu ia beralih pada Ayi dan Marco. "Makasih ya ka! Makasih udah jadi teman, Nasya." Ucapnya.

"Gue senang kok berteman sama lo, Sya!" Ucap Marco.

"Santuy! Abang Ayi gak akan ngelupain Eneng Nasya. Yang cantik yang tinggi yang—-Awww sakit beb." Ucapan Ayi terhenti saat Avel menjewer kupingnya. Semua tertawa melihat tingkah Ayi dan Avel. Namun Nasya hanya tersenyum masam. Abi tak ada disini.

Nasya beralih pada pria kecil yang memakai perban di kepalanya. "Bunda!" Panggil Caal. Nasya tak percaya Caal memanggil Nasya dengan sebutan bunda. "Caal ingin ikut bunda." Ucapnya. Nasya meminta persetujuan yang lainnya. Ia bahagia saat semua menyetujuinya.  "Kak Nanas ayo!" Ajak Raja. Nasya mengangguk. "Terimakasih semuanya! Sampai bertemu lagi!" Ucap Nasya, Raja, dan Caal pergi meninggalkan semuanya.
***
Sesampainya di Jakarta, Nasya meminta Raja untuk mengantarnya dahulu ke rumah Abi sebelum akhirnya mereka pergi ke Bandung. Nasya membunyikan bel rumah besar itu. Lalu pembantu Abi keluar. "Abi nya ada, Bi?" Tanya Nasya.

"Den Abinya sudah seminggu mengurung diri di kamarnya, Non. Katanya gak mau diganggu." Jawab pembantu Abi. Nasya mengerti itu. "Titip ini ya, Bi. Sampaikan salam dari Nasya. Saya pergi dulu ya Bi." Setelah memberikan surat, Nasya kembali ke taksi dan pergi meninggalkan rumah Abi.

Tanpa Nasya sadari, Abi memperhatikannya dari jendela. Setelah melihat taksi yang membawa Nasya pergi. Abi keluar dari kamarnya. "Bi dia mau kemana?" Tanya Abi.

"Gak tau den, non itu cuma nitip surat ini ke bibi. Maaf den, bibi mau ke dapur dulu." Pamit Iyem, pembantu Abi. Abi menggangguk dan ia berjalan menuju kamarnya.

Abi duduk di bangku meja belajar. Lalu membuka surat itu.

Dear Abi,
***
Untuk kesekian kalinya, Nasya merobek kertas dari buku miliknya. Tempat sampah rumah sakit penuh, beberapa kali ia meremukkan beberapa kertas, namun tak ada yang sempurna dari semuanya. Nasya harus menulisnya secepat mungkin. Ia harus menyelesaikannya, meskipun ia harus menjaga Caal juga. Besok setelah pemakaman Aldi, ia harus kembali kepada keluarganya, ia harus melepaskan semua yang telah ia rebut dari Ara.

Abi, mungkin saat kamu membaca surat ini, aku sudah gak berada di Jakarta lagi. Aku harus kembali bersama keluargaku. Maaf aku memulai drama ini. Maaf mungkin semuanya hanyalah kepalsuan. Akan tetapi mencintaimu bukan sebuah kepalsuan. Aku mencintaimu tulus,aku bahkan rela berada di penjara serta rumah sakit jiwa karna aku ingin kamu bahagia. Abi, melihatmu berdamai dengan masalalu membuatku takut kehilanganmu, dan ternyata semua benar. Aku bagaikan pemeran pengganti bagimu. Saat Venuce, pemeran utama datang, aku kau singkirkan. Namun aku tetap bahagia memiliki perasaan ini.

Nasya menghentikan tulisannya, ia semakin bingung mau dibawa kemana alur surat ini. Namun kemudian ia tersenyum...

Abi, dari Ara lah aku mengerti bahwa cinta tak hanya memiliki tetapi merelakan. Saat kejadian menimpa Aldi, aku melepasmu, Bi. Aku pergi bukan karna aku lelah mencintaimu, namun aku sadar, mencintaimu sendirian, itu sangat menyakitkan. Aku harap kamu selalu bahagia dengan pilihanmu nanti. Tidak seperti aku yang telah membohongimu, aku memang bukan Ara yang kamu cintai, aku hanyalah Nasya yang selalu berharap cintanya terbalaskan olehmu. Ingatlah satu hal, Bi. Aku bukan Ara yang memiliki teori tentang bulan, langit, dan mentari. Namun kamu harus ingat, aku menjadikanmu matahari, dan aku menjadikan diriku bunga matahari. Teori itu aku sematkan agar kamu selalu ingat, bahwa aku hanya akan mencintai seorang lelaki, yaitu kamu. Seperti layaknya bunga matahari, yang hanya menoleh pada arah yang sama, yaitu arah menghadap matahari. Aku pergi, Bi. Selamat bahagia dan selamat tinggal. Semoga kamu temukan bahagiamu.

Nasya Ellena W.
***

Abi meremukan kertas itu. Ia menelfon seseorang. Setelah itu ia segera mengambil jaketnya dan pergi memperjuangkan cintanya. Ia yakin ia mencintai Nasya bukan Ara. Ia tak ingin kembali kehilangan. Nasya dan Ara sama, mereka sama-sama menyebalkan. Abi tak menyangka kembali mencintai Annoying girl. Sya, tunggu gue! Gue akan perjuangkan lo. Terimakasih lo udah memperkenalkan cinta lagi kepada gue disaat gue menutup rapat hati ini untuk orang lain Batinnya. Ia mengendarai motornya menuju Bandung.

Seperti janjiku, aku akan membuat Alur cerita ini happy ending, sesuai judulnya, akhir kesedihan

Jangan lupa Vote dan Comment!! Jangan lupa besok tamat😊

LAST SADNESS [SELESAI]Where stories live. Discover now