Rahasia -bagian 3-

9.1K 374 4
                                    

Javier POV

"Panggil aku jinny.....aku akan mengenalimu...jadi kalau aku menghilang panggil aku jinny... dan aku akan mencarimu"

"Namamu bukan jinny... nama aslimu lebih bagus..jeanita... aku akan memanggilmu jean jika kau menghilang...lalu datanglah padaku..mengerti!"

Dia tersenyum...seolah esok tidak akan pernah kiamat.. tak perduli apapun yang kukatakan, sekalipun ia tak menyukainya ia akan menurutiku.

Namanya jeanita, dia datang ke panti asuhan saat umurnya masih 7 tahun. Perbedaan umur kami tidak terlalu besar, saat itu aku berumur 10 tahun. Masih sangat jelas kondisinya pertama kali kulihat..ia sangat kurus, hingga tulangnya terlihat sangat jelas dikulitnya. Tapi yang tak akan pernah bisa kulupakan..adalah tatapannya.
Mata indah itu bisa membius siapa saja yang melihat, cokelat muda kehijauan. Sangat sangat cantik.. seperti perpaduan antara matahari sore dengan mentari pagi.

Itulah mengapa aku menyukai gadis kecilku, dia terlahir dengan sempurna tapi tidak dengan nasibnya.

Jeanita tipikal pendiam, dia sulit untuk didekati...sudah berapa banyak pengurus dipanti yang kesulitan membujuknya untuk makan. Mereka semua takut kalau ia akan mati...jean benar-benar tidak mengizinkan satu butir nasi masuk keperutnya.

Aku hanya melihat dari ambang pintu bagaimana rupa cantik nampun menyedihkan itu menarik perhatianku, aku sengaja tak mendekati karena jujur aku malu.
Dan ketika aku melihatnya terkapar lemah dilantai namun bangkit saat sinar bulan dimalam hari muncul menyusup di ambang jendela. Ah...saat itulah aku tahu,Ia sama sepertiku.

Kami sama-sama menyukai sinar bulan dimalam hari. Rasanya seperti kau diselimuti oleh kasih sayang yang tidak bisa kau dapati. Dinginnya malam itu membuat keberanianku muncul menyusup ketempat dimana jean sibuk memandangi objek bulan langgananku.

Aku mendekatinya perlahan namun reaksinya yang kuterima sangat buruk. Jean selalu merasakan ketakutan dan tak ingin berbagi apapun, seakan-akan aku perusak dewi bulannya.
Tentu saja aku tidak menyerah, walau didera rasa takut, asing dan pandangan memojokkan. Dengan tulus aku mengutarakan niatku padanya..

Aku ingin kami menjadi dekat.

"Kau menyukai dewi bulan?"tanyaku memulai awal yang akan menjadi segalanya. Jeanita tak menjawab, ia hanya diam tak bergeming.

"Aku juga saaangat menyukai dewi bulan..bagiku, dewi bulan seperti ibu...walau dingin...cahaya terangnya menerangi gelap malamku... apa kau juga berfikiran yang sama denganku?" Namun tak ada respon. Jean tetap bungkam, ia masih ragu dengan apa yang ku katakan, pandangannya menyelidik aneh.

Aku mendengus sambil tertawa, pipiku memerah sampai aku tak tahan menutup wajahku "wah kenapa kau sangat manis...kau membuat pangeran tanpa kuda ini merasa malu"aku berujar konyol,merasa darahku memanas disela debaran kuat aneh di jantungku, ini pertama kalinya aku merasakan perasaan seperti itu.

Ki lirik jean yang tak sengaja sempat melihatku namun secepat kilat pula menundukkan kepalanya. Aku tersenyum lebar karena gadis kecilku tak membuka pintu apapun namun juga tak menolak kehadiranku. Lalu dengan langkah besar aku berjalan mendekatinya, awalnya ku kira ia akan bergerak kesamping atau mundur atau kemana saja untuk menghindar.

Tetapi jean tetap diam, walau wajahnya masih setia tertunduk menatap suramnya lantai. Setidaknya...ia membiarkanku untuk berada disampingnya.

Dan kami berdua bersama memandang sinar bulan dikoridor panjang yang sangat dingin.

"Saat aku datang kesini...mereka melakukan hal yang sama seperti apa yang mereka lakukan padamu, mereka selalu bertanya.. calief..makanlah jika tidak kau akan sakit, lalu aku menjawab tidak mau! Lalu mereka bertanya lagi kalau begitu kau akan dibawa kedokter...aku tetap menjawab tidak mau! Mereka bertanya lagi..kau nanti akan mati karena kelaparan.... dan aku menjawab yang sama.. tidak mau, tidak mau, tidak mau! Saat itulah mereka menertawakanku..aku heran kenapa mereka tertawa, dan aku baru sadar...aku tidak ingin mati, apalagi..mati ditempat ini. Apakah hidupku harus mengenaskan...? membiarkan orang yang membuang kita merasa menang..? Jika kau berfikir seperti itu..kau tak pantas melihat dewi bulan. Karena cahaya dewi bulan..hanya untuk anak yang tegar"aku terus berkata semauku...aku tak perduli pada tatapan sedihnya atau getaran ditubuhnya.

PRELUDETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang