"Iya, Mas. Tenang aja," sahut Salmira.

Salmira dan Una saling tatap sembari melempar senyum. Merasa menang atas perdebatannya dengan Ronan. Ronan lagi-lagi menghela napas. Ia terlihat kesal namun dalam hatinya bahagia. Melihat Mama dan istrinya begitu kompak dan akrab.

Sebenarnya, sejak awal Ronan tidak pernah mengkhawatirkan hubungan dua wanita itu. Mereka sudah akrab bahkan sebelum Salmira menerimanya kehadirannya kembali. Una sudah menyayangi Salmira sebelum gadis itu menjadi menantunya. Begitu pula sebaliknya.

Dua jam berlalu, Salmira sempat tertidur saat seluruh tubuhnya dipijat. Suasana yang tenang, pijatan lembut di tubuhnya, aroma ylang ylang yang menenangkan, ditambah musik relaksasi yang mengalun lembut di telinganya, membuat Salmira merasa tenang dan mudah sekali tertidur. 90 menit yang mereka lalui, terasa kurang untuk Salmira yang terlalu menikmati suasana tersebut. Una pun demikian. Meski tidak sampai tertidur, namun ia merasa cukup relaks. Kegiatan tersebut memang cukup baik untuk kesehatan jantungnya.

Di tempat terpisah, Ronan sebaliknya. Ia mencoba untuk menenangkan pikiran dan menikmati setiap moment. Pergi ke SPA memang harusnya untuk mencari ketenangan, bukan? Sayangnya Ronan tidak bisa. Berada di tempat yang berbeda dari Salmira membuatnya sama sekali tidak tenang. Takut sesuatu terjadi pada istrinya. Takut ada yang menyakiti Salmira lagi. 90 menit terasa begitu lama untuk Ronan yang terus mengumpat di dalam hati.

Ronan datang menghampiri Salmira dan Mamanya yang sedang melalukan treatment selanjutnya setelah membersihkan diri dan mengganti pakaiannya. Wajahnya terlihat khawatir membuat dua wanita itu kompak mengernyitkan dahi.

"Kalian aman, kan?"

"Iya aman. Udah sana tunggu di lounge dulu, jangan ganggu kita terus!" usir Una.

"Itu tangan kamu masih sakit, yakin aman?" tanya Ronan ketika melihat tangan Salmira yang sedang dibalut perbah tengah disentuh oleh seorang therapist.

"Aman, Mas. Kan kalau sakit aku bisa ngomong ke Kakaknya."

"Ronan bawel, ih!" protes Una yang membuat semua orang disana tersenyum tipis juga kagum atas perhatian Ronan pada istrinya. Kasih sayangnya terlihat jelas.

"Kak, tolong antar dia ke lounge ya. Jangan dikasi ginger tea karena suami saya gak suka. Kasi yang asem-asem aja, Kak, rosella tea kalau ada. Makasi ya Kak," bisik Salmira pada seorang pegawai berpakaian serba hitam yang selalu standby di sudut ruangan untuk membantu para tamu jika diperlukan.

Kemudian Ronan dibawa pergi oleh pegawai wanita tersebut. Meski sedikit kesal, Ronan tetap menurut. Pergi ke lounge untuk menunggu sembari memesan makanan ringan untuk dirinya.

"Ronan nyebelin ya, Sal?" tanya Una setelah Ronan berlalu.

"Seperti biasa, Ma. Semenjak kejadian itu dia jadi lebih posesif."

"Maafin Ronan, ya Sal. Dia kalau udah sayang ke orang emang gitu. Kadang over protective orangnya."

"Iya, Ma. Salmira ngerti. Kejadian malam itu emang mengerikan banget, sih."

Una mengangguk. Meski tidak melihat secara langsung, mendengarnya saja sudah membuat penyakitnya hampir kambuh.

"Kata Mama juga apa. Mantan pacar suami kamu itu gak ada yang beres, makanya gak ada satu pun yang mama restui, kecuali kamu."

Salmira terkekeh kecil. Lagi-lagi ia merasa doa-doanya dijawab Tuhan. Selama mereka tidak bersama, nyatanya Ronan tidak pernah mendapatkan perempuan baik, setidaknya menurut Mamanya.

"Mama tahu nggak, Salmira selalu doain Ronan. Hampir tiap hari selama bertahun-tahun."

Una mengernyitkan dahi mendengar pengakuan menantunya. Setahunya, Salmira awalnya sangat membenci Ronan, tapi mengapa gadis itu mendoakannya?

Selamanya [Sudah Terbit]Where stories live. Discover now