Dilema

3.8K 368 47
                                    

"Udah! Bukannya sembuh malah makin sakit," gerutu Ronan sembari mengambil kapas dari tangan Lala.

Gadis mungil itu berdecak sambil memanyunkan bibirnya, "padahal Lala mau obatin luka Kak Ronan," gerutunya.

"Nggak usah La. Kamu gak berbakat. Kamu itu bikin orang sakit makin sakit," sahut Ronan.

"Mama Una, Kak Ronan jahat. Lala kan mau sembuhin lukanya dia." Una hanya menggelengkan kepalanya melihat tingkah laku keponakannya itu. Lala memang begitu. Tidak pernah tumbuh dewasa

"Lagian kamu bukannya ngobatin malah bikin makin sakit. Lembut dikit bisa nggak?" Ronan menggerutu sembari menatap sebal adik sepupunya itu.

"Yaudah sini," Lala menarik kembali kepala Ronan hingga lelaki itu mendekatkan wajah ke arahnya. Kemudian dengan pelan-pelan mengoleskan obat di sudut bibir Ronan yang terluka.

Keduanya menghentikan aktifitas ketika seorang gadis membuka pintu ruang rawat mamanya perlahan setelah mengetuknya. Wajah Una seketika berbinar, berbeda dengan Ronan yang langsung murung setelah kehadiran gadis itu.

"Siang tante, gimana keadaan tante? Maaf ya Salmira baru bisa datang sekarang." Salmira meraih tangan Una dan meletakkan punggung tangan wanita itu di keningnya.

"Tante seneng kamu datang," sahut Una. Wajah wanita itu benar-benar berbinar seolah sudah menunggu sangat lama kehadiran Salmira.

"Ma, Ronan ke luar sebentar ya. Mama di sini sama Salmira dulu gapapa kan? Sal, nitip mama ya?"

Salmira mengangguk.

"Yuk, La, temenin aku!" Ronan menarik tangan gadis yang tadi duduk berdua di sofa dengannya itu. Kemudian melangkah meninggalkan ruangan mamanya.

Salmira bertanya dalam hati. Kenapa Ronan seolah menghindarinya? Lelaki itu bahkan tidak mau tatap muka dengannya. Apa Ronan marah? Dan siapa gadis yang tadi bersama lelaki itu?

"Yang tadi itu Nabila. Adik sepupunya Ronan. Mereka emang deket sejak kecil. Mungkin karena sama-sama anak tunggal." Seolah dapat membaca isi kepala Salmira, Una menjelaskan siapa gadis yang bersama Ronan itu.

Salmira mengangguk-anggukan kepalanya paham.

"Sal, tante minta maaf. Tante udah ingkar janji ke kamu."

"Salmira gak marah tante, jadi tante gak perlu minta maaf. Ronan ngomong sembarangan ya makanya tente jadi kepikiran?"

Una menggeleng, "dia cuma mengutarakan isi hatinya. Tante ngerasa salah ke kamu Sal."

Salmira meraih tangan Una, "jangan dipikirin lagi ya tante. Salmira gak apa-apa. Mama juga harus tahu semuanya kan? Mama gak marahin Salmira setelah tahu semuanya. Jadi gak apa-apa, tan. Salmira bener-bener gak marah sama tante."

Una mengangkat tangannya. Ia mengelus wajah gadis yang duduk di sebelah bangsal rumah sakitnya itu.

"Tapi kamu beneran udah baikan sama Ronan kan?"

Salmira mengangguk antusias, "kali ini gak bohong tante," sahutnya.

"Bagus deh kalau gitu. Kalau Ronan bikin ulah lagi, bilang ke tante ya Sal, biar tante hukum dia lagi. Kamu tahu nggak, waktu itu tante kasi dia hukuman, tante suruh dia janji untuk gak nemuin kamu. Dia lemes banget kaya gak ada tenaga."

Salmira terkekeh, "tapi dia nelfon Salmira tengah malem."

"Oh ya?"

"Iya tante. Kayanya sih gak sadar karena omongannya ngelantur. Tapi udah Salmira marahin."

Una menggelengkan kepalanya. Anak tunggalnya itu memang suka membuat masalah.

Kemudian keduanya kembali larut dalam obrolan. Una menceritakan beberapa tanaman bunga yang Salmira tanam di halaman rumahnya telah berbunga. Tanaman sayur mereka juga sudah meninggi. Kata Mbak Tety mungkin beberapa hari lagi ada yang siap dipetik. Kemudian Salmira menceritakan kalau taman yang ia buat di atap rumahnya dirusak mamanya. Salmira terlihat sedih saat menceritakannya naamun Una segara menghibur gadis itu dengan berkata akan memarahi Cahaya karena telah merusak kebahagiaan Salmira.

Selamanya [Sudah Terbit]Där berättelser lever. Upptäck nu