Mantan

5.1K 327 6
                                    

"Kak, kamu punya mantan seganteng Ronan kok gak pernah cerita ke mama?" Pertanyaan pertama yang Salmira dengar ketika mereka tiba di rumah.

"Gak penting buat diceritain," sahut Salmira seadanya.

"Kalian pacaran berapa lama? Kapan?"

"Nggak usah bahas Ronan bisa nggak sih Ma?" Salmira mendengus kemudian melangkah memasuki kamarnya.

Mamanya tentu tidak tinggal diam, rasa penasaran wanita itu harus segera terjawab. Wanita itu menyusul Salmira ke kamarnya, terus saja bertanya perihal Ronan padahal Salmira sudah jelas-jelas memasang wajah tidak nyamannya.

"Ronan itu mantan aku waktu SMA dulu ma. Udah lama banget jadi ngapain dibahas sih?"

"Ceritain dong, kan kamu jarang cerita ke mama."

"Udah lah, Ma. Aku gak pengen bahas dia. Udah lupa juga."

Mama Salmira berdecak. Ia gemas ingin mengetahui cerita anaknya. Penasaran juga bagaimana Salmira bisa mengenal anak dari sahabatnya itu.

"Ayolah Kak, mama penasaran,"

Salmira terdiam sejenak, mencoba mencari kata yang tepat untuk memulai ceritanya. Ia tahu mamanya pasti tidak akan membiarkannya terus-terusan bungkam. Wanita itu pasti akan mengejarnya sampai Salmira mau bercerita.

"Ronan itu brengsek, Ma," ucap Salmira.

"Segitu doang ceritanya?"

"Ya intinya dia jahat, Ma. Udah ya, Salmira gak mau inget-inget itu lagi. Satu lagi, jangan paksa aku deket sama dia ya. Aku janji deh bakal cari pacar. Dan aku juga janji gak akan ngerusak relasi mama sama Tente Una," ucap Salmira sembari membersihkan wajahnya.

Mama Salmira berdecak lagi kemudian pergi meninggalkan kamar gadis itu. Sepertinya Salmira memang tidak akan mau membahas persoalan Ronan.

Sepeninggal mamanya, Salmira menghempaskan tubuhnya ke tempat tidur. Ia menutup wajahnya dengan kedua tangan. Pertemuannya dengan Ronan lagi ternyata mampu membuat rasa nyeri di dadanya kembali menyeruak.

Ronan bisa dibilang cinta pertama Salmira. Mereka saling mengenal saat duduk di bangku SMA. Ronan si kakak kelas misterius yang tiba-tiba mendekati Salmira dan membuat gadis itu jatuh hati, juga patah hati parah.

Dada Salmira nyeri, air matanya luruh begitu saja. Ingatan bagaimana dulu Ronan menyajuti hatinya berputar lagi di kepalanya. Selama bertahun-tahun, Salmira mencoba melupakan itu. Tidak pernah memikirkannya karena ia yakin hatinya pasti akan sembuh dengan sendirinya. Sialnya justru dia bertemu lagi dengan sumber patah hatinya itu.

🌻

Salmira berlari kecil menuju halte terdekat dari rumahnya. Seharusnya ia bisa santai, hanya saja kartu E-money miliknya tertinggal di rumah sehingga ia harus kembali lagi. Salmira takut ketinggalan bus karena kalau sampai tertinggal, ia harus menunggu setengah jam lagi untuk bus berikutnya sampai. Dan itu pasti akan membuatnya terlambat.

Suara klakson menghentikan langkah Salmira. Sebuah mobil hitam berhenti tepat di sebelahnya. Salmira mengernyitkan dahi sejenak kemudian melanjutkan langkahnya. Ia benar-benar buru-buru.

Seorang lelaki berkaca mata hitam turun dari dalam mobil tersebut. Menyusul langkah Salmira yang sedikit berlari, kemudian menarik tangan Salmira agar gadis itu berhenti.

"Aku bukan penjahat, ngapain sih kamu lari-lari?"

Salmira hanya mengatur nafasnya sembari menyentuh dada yang berdebar akibat berlari dengan tangannya yang bebas.

"Gue ngejar bus. Bukan ngehindarin lo. Lepasin nanti gue ketinggalan," seru Salmira sembari menggoyangkan tangannya agar dilepas lelaki itu.

"Kamu bernagkat kerja?" Melihat seragam Salmira, lelaki itu langsung paham kemana tujuan gadis itu.

Salmira berdecak. Buang-buang waktu saja. Padahal dia sudah mengatakan sedang buru-buru.

"Aku anter, mau nggak?"

"Gak usah. Lepasin gue buru-buru." Salmira menghentakkan tangannya kemudian berlalu. Membenarkan sedikit tali ranselnya yang melorot kemudian kembali berlari.

Lelaki itu menatap nanar punggung Salmira. Seingatnya dulu Salmira tidak sedingin itu. Tapi kali ini gadis itu benar-benar dingin. Wajah judesnya terlihat sangat jelas.

🌻

"Kenapa lo?" Anggun menghampiri meja Salmira ketika gadis itu beru tiba di kantor dan memasang wajah masamnya.

"Lo yang kenapa?" Tanya Salmira balik.

"Itu mata lo sembab gitu kenapa?" Anggun mengamati mata Salmira di balik kacamata silinder berframe tipis itu. Teelihat jelas memang kalau mata itu sangat sembab. Seperti habis menangis semalaman.

"Kurang tidur abis maraton drakor terus ceritanya sedih. Makanya jadi sembab mata gue," dusta Salmira. Bukan itu yang membuat matanya sembab pagi itu. Melainkan kenangan masa lalunya yang kembali hadir.

Anggun hanya ber-oh ria, kemudian melangkah meninggalkan Salmira menuju mejanya.

Hari itu pekerjaan Salmira tidak terlalu berat. Ia hanya merampungkan beberapa skrip untuk acara veriety show yang dipegangnya. Salmira memang lebih sering ditugaskan untuk membuat skrip mengingat keluesannya dalam mengolah kata. Jadi setelah selesai mendiskusikan konsep acara, siapa pengisi acara, dan lain-lain, Salmira yang akan mengambil alih pembuatan skrip.

"Nggun, personal brandingnya si Angel Aurelia ini gimana sih? Bocah kosong gitu juga kah?" tanya Salmira pada gadis di sebelahnya sembari memperlihatkan catatan mengenai bintang tamu yang akan mengisi acaranya.

"Ya, Sal. Yang suka buffering lama gitu loh," sahut Anggun. Salmira mengangguk paham.

"Oke. Thanks."

🌻

Salmira meregangkan badannya saat mendengar bunyi alarm milik Anggun yang menandakan jam makan siang telah tiba. Gadis itu memang selalu memasang alarm karena dia tidak ingin melewatkan jam makannya. Anggun pernah berbaring di rumah sakit karena asam lambung akut, dan menurutnya terlambat makan akan membuatnya kembali merasakan sakit itu lagi.

"Sal, makan bareng, yuk!" Bagas menghampiri meja Salmira namun secepat kilat gadis itu mengekuarkan kotak bekal dari dalam laci meja kerjanga.

"Maaf, gue udah bawa bekel." Salmira memang lebih sering membawa bekal. Selain malas untuk makan di kafetaria yang pasti akan ramai dan berdesakan, belum lagi kadang kehabisan tempat duduk, ia juga menghindari ajakan semacam itu oleh rekan kerjanya. Salmira bukannya anti sosial, ia hanya enggan menjalin kedekatan. Jadi nanti kalau dirinya berhenti bekerja di tempat itu, atau ada rekan kerjanya yang berhenti, Salmira tidak akan terlalu merasa kehilangan.

"Yaudah kalau gitu. Gue duluan ya. Lo mau nitip sesuatu?"

Salmira menjawab dengan gelengan. Membuat Bagas menghembuskan nafas kasar.

Seisi kantor itu sebenarnya tahu kalau Bagas sedang mendekati Salmira yang membuat seisi kantor juga merasa kasihan pada lelaki itu. Bagaimana pun usahanya, mendekati seorang Salmira yang berhati dingin adalah pekerjaan yang sulit. Diajak berteman saja susah, apalagi mengambil hatinya.

"Bawa bekel lagi Mbak Salmira?" Tanya Pak Iwan, seorang office boy paruh baya yang telah bertahun-tahun bekerja di kantor tersebut.

"Ya, Pak. Bapak udah makan?"

"Ini mau makan juga Mbak. Istri saya lagi baik, dia masakin makanan kesukaan saya. Mungkin karena hampir gajihan kali ya, makanya jadi baik."

"Pak Iwan bisa aja. Masa baiknya mendekati gajihan doang?"

Kemudian Salmira melanjutkan makannya. Pikirannya menerawang pada lelaki yang menemuinya pagi tadi. Bagaimana bisa dia berada di dekat rumahnya? Lelaki itu hanya mengetahui alamat rumahnya yang lama. Salmira telah pindah beberapa tahun lalu. Pasti Tante Una yang telah memberitahunya. Tapi untuk apa dia mencari Salmira?

Salmira amat jengah dengan kehadiran lelaki itu. Jika boleh menghilangkan seseorang, ia ingin sekali menghilangkan Ronan dalam hidupnya. Rasa sakitnya di masa lalu masih membuat Salmira membenci lelaki itu.

🌻

Thank you for reading 💙
Semoga suka dengan cerita ini dan jangan lupa untuk kasi vote dan komen kalian ya,

See you in the next chapter

Selamanya [Sudah Terbit]Where stories live. Discover now