Break Up

4.2K 287 26
                                    



Ronan menghempaskan tubuhnya di tempat tidur berukuran king miliknya. Kepalanya pusing, tubuhnya amat penat. Full meeting dengan beberapa rekan kerjanya seharian membuatnya benar-benar lelah. Belum lagi ia harus menepati janjinya untuk menemui Vania. Gadis itu menuntut untuk bertemu karena sudah berminggu-minggu Ronan tidak menemuinya.

Ronan meraih ponselnya yang berdering. Nama gadis itu tertera di layarnya. Ronan segera menyentuh ikon berwarna merah tanda dirinya enggan menjawab panggilan tersebut.

Kemudian ia bengkit menuju kamar mandi. Ronan mengguyur tubuhnya dengan air hangat. Cukup lama di bawah pancuran agar tubuhnya kembali rileks.

Setelah cukup lama membersihkan dirinya, Ronan kembali duduk di atas tempat tidur. Pakaiannya telah berganti menjadi pakaian santai. Ia meraih ponselnya, sudah ada belasan panggilan tak terjawab dari sang kekasih. Ronan berdecak.

Vania Anastasya

Van, aku mau kita putus

Setelah pesan itu terbaca, Ronan segela memblokir nomor telepon gadis itu, sehingga Vania tidak bisa menghubunginya atau melakukan protes padanya lagi. Begitulah Ronan. Lelaki itu jarang memikirkan perasaan orang lain. Ia bukan tipe orang yang mudah kasihan. Kalau ia rasa kehadiran seseorang dalam hidupnya mulai tidak menguntungkan, ia akan mendepaknya dari hidupnya. Jahat memang, namun itulah Ronan.

🌻

Memutuskan hubungan sepihak nyatanya mampu menyebabkan kekacauan dalam hidup Ronan yang lelaki itu belum pernah bayangkan sebelumnya. Ia tidak tahu kalau Vania bisa melakukan hal gila yang hampir membuatnya kehilangan klien besar. Siang itu, Vania datang ke kantor Ronan dan menciptakan kekacauan di sana.

Gadis itu memaksa masuk dan bertemu dengan Ronan padahal lelaki itu sedang melakukan meeting penting dengan calon klien dari brand besar yang akan masuk ke Indonesia. Petugas resepsionis sampai petugas keamanan dibuat kewalahan. Vania terus meronta sembari berteriak di dalam kantor agar bisa bertemu dengan Ronan.

Satu vas bunga di lobi kantor tersebut telah hancur berserakan di lantai. Wajah Amel menjadi korbannya. Pipi kirinya lebam akibat menjadi sasaran lemparan vas tersebut karena gadis itu tidak bisa memenuhi keinginan Vania untuk menelepon ke ruangan Ronan.

Seorang petugas kemanan menahan gadis itu di dalam ruangannya. Namun kekacaun makin menjadi-jadi. Vania mengobrak-abrik ruang kemananan tersebut.

"Kita bisa laporin ke polisi lho Mbak, mending diem deh!"

"Lo yang diem! Bawa Ronan kesini sekarang!"

"Kamu harus buat janji dulu kalau mau ketemu Pak Ronan, gak bisa sembarangan," sahut petugas kemanan tersebut sembari memungut kertas-kertas yang dihamburkan Vania di lantai.

Vania berlari keluar ruangan saat sucurity tersebut sedang fokus merapikan kertas-kertasnya. Ia berlari menuju loby kemudian memasuki lift yang terbuka. Keluar di lantai empat karena membaca tulisan meeting room di dalam lift tersebut.

Gadis itu nyaris memgacaukan pertemuan penting itu. Ia membuka satu persatu pintu kaca di lantai empat kantor tersebut. Sembari terus menyerukan nama Ronan.

Ronan menjabat tangan calon rekan bisnisnya bertepataan saat Vania masuk ke dalam ruangan itu tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu. Gadis itu menghampiri Ronan tanpa memberi salam pada lelaki bule di hadapan Ronan.

"Ngapain sih kesini? Lo hampir bikin kacau meeting gue," gerutu Ronan setelah mengantar tamunya ke depan.

"Ron, aku mau minta penjelasan kenapa kamu tiba-tiba putusin aku."

Selamanya [Sudah Terbit]Όπου ζουν οι ιστορίες. Ανακάλυψε τώρα