Bantuan Orang Tua

4.3K 344 64
                                    

Cahaya mengedarkan pandangannya ke seisi restoran Indonesia tempat ia dan Una berjanji untuk bertemu. Una memutuskan untuk tidak menemui Aya di rumahnya karena tidak mau anak-anaknya mendengar obrolan mereka dan menimbulkan salah paham nantinya.

Edy melambaikan tangannya ketika netranya menangkap sosok Cahaya. Wanita itu terlihat mencolok dengan wajah sinisnya. Wajah yang sejak pertama mereka kenal hingga kini tidak pernah berubah.

"Ada apa kalian ngajak aku ke sini? Ada hal penting apa sampai gak boleh ngobrol di rumah?" Tanya Aya tanpa basa-basi. Wanita itu sudah sangat penasaran.

"Santai, Ya. Gak pake bridging langsung ngegas," sahut Una sambil terkekeh.

"Ya, kita mau ceritain satu hal penting ke kamu, tentang Salmira dan Ronan. Tapi kamu harus janji sama kita kalau kamu gak akan marahin Salmira." Wajah Una berubah serius membuat Aya semakin penasaran.

"Ada apa ini?"

"Ya, aku sayang banget sama Salmira. Aku udah anggap dia anakku sendiri. Saat aku tahu apa yang terjadi aku juga sedih dan marah. Tapi kamu pasti akan lebih sedih," Una menghentikan ceritanya. Ia memikirkan kata yang tepat untuk menyampaikan ceritanya pada Aya agar wanita itu tidak memarahi Salmira.

"Ya, Salmira pernah minta kami untuk janji jangan cerita ini ke kamu. Tapi aku rasa kita perlu cerita demi masa depan anak-anak kita." Sambung Edy.

"Ada apa sih ini? Aku gak paham," Aya mulai kesal karena cerita mereka berbelit-belit.

"Ronan dan Salmira pernah pacaran, kamu tahu kan?"

"Iya aku tahu. Terus?"

Una menarik nafas sejenak, "Ya, aku minta maaf atas nama Ronan. Dia sudah merebut kesucian anakmu." Setetes air mata tumpah di pipi Una.

Aya kaget bukan main. Seperti ada petir yang menyambar dadanya. Perasaannya bercampur aduk. Antara kaget, marah dan sedih. Tidak bisa dipungkiri ia kecewa pada Salmira, tapi ia tidak bisa mengelak juga semuanya tidak sepenuhnya salah Salmira andai dulu dirinya tidak bercerai dan bisa fokus pada anak-anaknya.

"Kamu jangan marahin Salmira ya, Ya," Edy mengusap punggung Aya ketika nafas wanita itu mulai tidak beraturan.

"Nggak Ed, aku gak akan marahin dia. Aku justru kecewa sama diriku sendiri yang gak bisa jadi orang tua yang baik untuk anakku," sahut Aya. Air matanya telah tumpah di wajahnya.

"Kamu boleh marah sama Ronan, Ya. Hajar dia kalau kamu mau. Anak kami itu memang brengsek." Ucap Edy penuh penekanan.

"Ronan menyesali semuanya. Belakangan ini dia uring-uringan. Galau gak jelas karena Salmira masih benci dia. Aku pun kalau jadi Salmira akan membenci Ronan, Ya. Tapi sebagai seorang ibu, aku gak tega lihat anakku murung tiap hari. Kerjaannya juga jadi terbengkalai."

"Dia bilang, dia pengen punya satu kesempatan untuk memperbaiki kesalahannya. Aku tahu anakku sudah jatuh cinta ke anakmu Ya. Ronan gak pernah begini sebelumnya. Dia gak pernah sedih berlarut-larut karena perempuan."

"Ya, aku tahu kamu pasti sangat kecewa sama Ronan. Tapi Ya, sebagai sahabatmu, aku masih sangat berharap kamu mau membantu kita."

"Bantu apa Na?" Tanya Aya tidak sabar.

"Tolong bujuk Salmira untuk mau ngasi satu kesempatan buat Ronan."

"Na, Ed, aku pun sudah menganggap Ronan seperti anakku. Dia sering datang ke rumah. Suka bantuin kerjaanku meskipun dia tahu sikap Salmira gak pernah bersahabat. Dan gak bisa bohong, aku kecewa sama Ronan. Pasti gak gampang jadi Salmira selama ini."

"Salmira itu selalu berusaha untuk terlihat tegar selama ini. Dia yang paling menguatkan adik-adiknya saat papanya pergi. Salmira gak pernah ngeluh atau cerita apapun tentang apa yang dia alami. Aku merasa bersalah juga ke dia. Sekarang aku mau Salmira bahagia. Apa kalian bisa jamin dia akan bahagia bersama Ronan?"

Selamanya [Sudah Terbit]Where stories live. Discover now