Kita Bisa Berteman?

4.7K 326 6
                                    

"Permisi. Maaf boleh pinjem E-money kamu nggak? Kartuku ketinggalan kalo balik takut telat. Nanti aku ganti cash aja, ya," seru seseorang setelah menepuk-nepuk pundak Salmira.

Salmira menoleh kemudian menempelkan sekali lagi kartunya sehingga lelaki itu bisa memasuki bus.

"Ini buat gantinya," lelaki itu menyerahkan selembar uang untuk Salmira setelah mereka duduk bersebelahan.

"Nggak usah. Lain kali jangan sampe ketinggalan lagi."

"Thanks ya. Kenalin gue Dareen," lelaki itu mengulurkan tangannya.

Salmira menjabat tangan lelaki itu, "gue Salmira."

"Gue baru pindah ke Jakarta. Banyak banget culture shock yang gue alamin. Orang di sini emang jutek-jutek semua ya?" Dareen sedikit berbisik saat bertanya, takut ada yang mendengar dan tersinggung.

Salmira tidak merespon. Ia melempar pandangan keluar jendela. Gadis itu memasang wajah datar seperti biasa.

"Gue dari Bali. Baru seminggu ini kerja di Jakarta."

Salmira lagi-lagi diam tidak merespon. Ia enggan berbasa-basi apalagi dengan orang yang tidak dikenalnya.

"Tempat yang asik di Jakarta menurut lo apa sih? Gue butuh rekomendasi buat weekend nanti."

Salmira mengedikkan bahunya. Ia tidak bisa merekomendasikan apapun untuk Dareen. Dirinya saja tidak pernah ke luar rumah kecuali kerja dan mengantar catering saat libur.

"Gue jarang keluar rumah," sahut Salmira.

"Hidup cuma sekali, sayang banget kalau dihabisin buat diem di rumah doang," komentar Dareen.

Salmira menoleh ke arah lelaki yang duduk di sebelah kirinya itu, "setiap orang punya confort zone masing-masing. Saat gue ada di rumah, bukan berarti gue nyia-nyiain hidup yang cuma sekali ini kan?"

"Dulu gue juga punya pikiran gitu kok. Gue lebih nyaman ada di tempat yang ngebuat gue ngerasa aman. Tapi pikiran gue jadi sempit, gue susah berempati karena luang lingkup gue yang itu-itu aja. Akhirnya gue mutusin untuk mencoba jalan lebih jauh. Ternyata gak seburuk yang gue bayangin. Dunia punya banyak sisi yang ternyata menarik."

"Jadi karena lo mau jalan lebih jauh makanya lo pindah ke Jakarta?"

Suara operator bus menghentikan obrolan mereka karena Dareen harus turun terlebih dahulu. Lelaki itu tersenyum dan berpamitan pada Salmira.

"Gak cuma itu sih. Mungkin next time bisa gue ceritain kalau kita ketemu lagi. Duluan, ya."

Salmira mengedikkan bahunya. Kemudian kembali menatap keluar jendela. Titik-titik hujan mulai turun. Butiran air menempel di kaca bus. Salmira mengumpat sambil berharap semoga hujan tidak semakin deras karena ia melupakan payungnya.

🌻

Hari berikutnya, Salmira kembali dengan rutinitas berangkat kerjanya. Tidak ada yang menarik dalam kesehariannya. Namun Salmira memikmatinya. Setidaknya ia tidak terlalu dipusingkan oleh drama yang dibuat orang-orang sekitarnya.

"Gak lupa bawa E-money lagi kan?" Tanya Salmira ketika Dareen menghampirinya sambil menepuk pundak Salmira.

Lelaki itu mengeluarkan kartu berwarna abu-abu dari dalam sakunya, kemudian menggoyangkan benda tersebut. Salmira masih dengan wajah datarnya sementara Dareen membalasnya dengan senyum lebar.

"Lain kali jangan dilupain. Gak semua orang disini mau ngasi waktunya buat bantuin lo."

Dareen mengangguk seperti mendapat wejangan dari warga lokal tempatnya merantau.

Selamanya [Sudah Terbit]Where stories live. Discover now