Bab 54

414 13 10
                                    

"Tolong!!"

Brak!

Pria dengan tubuh setengah telanjang itu terhempas dengan keras hingga menabrak nakas di samping tempat tidur.

"SIAPA LO?!" pria lain yang tadinya berada di atas tubuh Zefa langsung menyingkir setelah temannya ditendang oleh sosok lelaki yang tiba-tiba saja muncul.

"ANJING! SETAN!" umpat Raffa yang segera menarik pria itu agar menjauh dari Zefa yang masih meringkuk di atas tempat tidur. Pria yang tadi ditendang Raffa juga ikut keluar dari kamar untuk melarikan diri setelah mengambil pakaiannya yang berserakan.

Sementara  Niken yang tadi masih menunggu di ambang pintu bergegas mendekati Zefa di atas tempat tidur.

Niken menatap Zefa yang gemetar dengan wajah pucat, ia menarik selimut untuk menutupi tubuh bagian atas Zefa yang hanya menampakkan tanktop crop, Niken yakin tidak ada penghalang lainnya lagi dari atasan gadis itu. Niken mendekat, lalu menarik Zefa dan memeluk gadis itu erat.

"Niken..." lirih Zefa, suaranya benar-benar serak, bahkan mungkin nyaris hilang.

Tangisannya sudah berhenti, namun rasa tebal di leher setelah menangis masih Zefa rasakan sekarang, membuatnya seperti kesulitan mengeluarkan suara.

Niken tidak mengatakan apapun, bahkan ia juga sudah sibuk menangis sekarang.

Pikiran Zefa benar-benar campur aduk, kepalanya terasa sangat berat. Rasanya saat ini ia ingin memukul kepalanya dengan keras agar berhenti merasakan sakit.

Dirasa mulai tenang, Niken mengurai pelukannya. Ia menatap tepat pada Zefa yang berpandangan kosong ke depan. Niken mengusap wajah Zefa yang masih basah dengan air mata. Gadis itu benar-benar kacau.

"Maaf gue telat. Harusnya gue datang lebih cepat." Lirih Niken. Bibirnya melengkung ke bawah guna manahan diri agar tidak menangis lagi di depan Zefa.

Mereka berdua menoleh pada ambang pintu saat terdengar suara langkah kaki mendekat. Raffa muncul dengan napas ngos-ngosan sembari berjalan ke arah ranjang.

"Mereka kabur," ucap Raffa.

"Abang..." lirih Niken menatap abangnya dalam.

Raffa berdecak, ia mengambil ponselnya dari saku celana dan mulai menghubungi seseorang. Lalu kembali berdecak kesal karena panggilannya tidak kunjung tersambung.

"Raka nggak bilang pergi ke mana?" tanya Raffa. Zefa menatap Raffa sejenak sebelum menggeleng lemah dengan tangan yang masih mencengkeram erat selimut tebalnya.

"Bang, Niken temenin Zefa aja gimana? Nggak mungkin Zefa ditinggalin sendiri," tanya Niken sembari melirik Zefa yang ternyata kembali melamun tanpa arah.

Raffa menghela napas, "Kalau mereka balik lagi gimana? Zefa kita bawa ke rumah aja."

Niken mendesis, ia beranjak dari ranjang mendekati abangnya.

Sementara Zefa memang terlihat seperti menatap mereka, tetapi sebenarnya pandangannya kosong, tidak ada yang ia lihat dengan benar. Kejadian barusan benar-benar berputar seperti kaset rusak di kepalanya. Ia melirik pada pecahan gelas di lantai yang terdapat sedikit bercak darah. Itu bukan darah milik Zefa, itu adalah bukti perlawanan sia-sia yang Zefa lakukan beberapa waktu lalu. Sebuah perlindungan diri yang hampir berakhir buruk jika Raffa dan Niken tidak segera datang.

Zefa menenggelemkan wajahnya pada selimut, ia benar-benar takut. Ia ingin menangis keras dan melampiaskan semuanya, namun egonya masih terlalu tinggi untuk memperlihatkan keterpurukannya kepada Niken dan Raffa, padahal merekalah yang sudah menyelamatkannya. Ia tidak ingin membuat mereka merasa bersalah terhadapnya.

Beetle Knight and PrincessWhere stories live. Discover now