Bab 9

578 19 0
                                    

"Nah loh, untung aja Kak Raka kagak tau," ujar Niken setelah mendengar cerita Zefa tentang Indah yang tiba-tiba saja mau minta maaf kepadanya setelah mempermalukannya.

"Ngeri sih abang kalau marah,"

Zefa teringat ketika SD ada kakak kelas yang dengan sengaja melemparnya bola kasti karena pacarnya lebih menyukai Zefa. Abangnya itu benar-benar tidak membiarkan cewek yang melempar bola melawan, bahkan sampai babak belur. Yang membuat Raka pada akhirnya harus pindah sekolah. Dan Zefa jadi tidak mau lagi satu sekolah dengan Raka ketika SMP--sama sih, cuma beda tempat, berseberangan lebih tepatnya. Namun karena SMA yang bagus agak jauh dari rumah, jadi Zefa memilih SMA yang sama dengan Raka yang tentunya juga sama bagusnya. Perlu diingat jika Zefa itu tipe manusia yang sangat sulit menghafal jalan. Walau Zefa hafal berangkatnya, belum tentu cewek itu akan kembali dengan melewati jalan yang sama.

"Tante Ratna kapan baliknya?"

Zefa mengendikkan bahu, "Tau sendiri gimana bucinnya Mama sama Papa kan? Palingan ntar sekalian bulan madu," cibir Zefa mengingat sebelum-sebelumnya ketika Mama ikut perjalanan bisnis dengan Papa.

Niken terkekeh. Ia mengambil novel yang ia beli dengan Zefa tadi. "Btw gimana rasanya digandeng Kak Sean, Zef?"

"Biasa aja. Kenapa? Lo pengen juga?"

"Hehe. Emang cewek mana sih yang nggak mau sama Kak Sean," Niken tertawa keras setelahnya ketika melihat ekspresi kesal Zefa.

Niken semakin gencar ingin menggoda Zefa. "Tapi seriusan Zef. Kak Sean tuh boyfriend-able banget,"

"Boyfriend-able apanya. Masa dia marah cuma gara-gara gue ngelamun liatin dia. Padahal lagi romantis-romantisnya," cibir Zefa dengan raut muka kesal ketika mengingat kejadian kemarin.

"Ngelamun gimana?"

Zefa berdecak, ia merebut novel yang Niken pegang. "Entahlah, males gue bahasnya,"

.

.

.

Hari-hari di sekolahan masih saja membosankan seperti biasanya. Anak-anak sepuluh Ipa 4 baru saja keluar dari perpustakaan setelah pelajaran bahasa Indonesia selesai. Beberapa ada yang ke kantin, karena memang letak kantin yang dekat dengan perpustakaan, ada yang langsung ke kelas, dan ada juga yang berjalan tanpa arah sebab area sekolahan yang luas.

Zefa dan Niken memilih pergi ke kantin yang masih lumayan sepi. Menurutnya lebih baik cepat-cepat ke kantin bila ada jam kosong atau waktu seperti ini, karena ketika jam istirahat dimulai, pasti sudah penuh duluan dan berakhir tidak jadi makan.

"Beliin gue bakso Fal," pinta Zefa pada Naufal yang baru saja duduk dengan membawa sotonya.

"Tangan dan kaki lo masih berfungsi Fa. Digunain dikit kek,"

Zefa mengerucutkan bibirnya. "Adam jodohnya Hawa, beliin yaa," Kini ganti Adam yang juga baru saja duduk.

Adam menggelengkan kepalanya dan langsung menyantap makanannya.

"Kenapa nggak ada yang baik sih sama gue? Padahal apa-apa gue baik ke kalian," ujar Zefa dramatis namun diabaikan. Mata Zefa berbinar ketika melihat Niken yang baru datang.

"Nik-"

"Beli sendiri," potong Niken cepat sembari mendudukkan dirinya, seolah dia tahu Zefa akan berbicara apa.

Zefa berdecak lalu berdiri, "Awas aja kalau kalian minta contekan,"

"Kebalik anjim," cibir Naufal yang memang sudah tahu tabiat Zefa.

Zefa mengabaikannya, ia menuju ke Bu Innah, penjual bakso di kantin SMA PENTA yang terkenal sangat enak. Dulu, ada teman satu kelasnya ketika SMP yang bercerita tentang Bakso Bu Innah saat dia ikut olimpiade di sini, dan ternyata setelah memastikan, memang rasa bakso Bu Innah tidak ada duanya.

"Bu, baksonya dua. Nggak pake ijo-ijo,"

"Ini pasti neng Zefa," Zefa terkekeh mendengar suara berat wanita tua itu tanpa melihat Zefa.

Zefa berjalan ke kulkas di bagian depan untuk mengambil minuman, tapi karena rasa nyaman dari dinginnya kulkas, Zefa jadi semakin betah di sana. "Enak, dingin,"

"ZEFA!" Teriakan itu mengganggu telinganya. Tahu suara itu milik Niken, Zefa memilih mengabaikannya dan melanjutkan kegiatannya.

"Neng Zefa, baksonya udah siap," Wajah Zefa berbinar, ia segera mengambil salah satu minuman di sana dan menutup kulkasnya lagi. Zefa pun menghampiri Bu Innah.

"Ini Bu uangnya. Pas nih," ujar Zefa setelah memberikan uangnya.

"Hati-hati makannya, jangan pedas-pedas," Peringat Bu Innah pada Zefa yang sudah mengambil sambal sebanyak-banyaknya pada kedua bakso miliknya. Zefa hanya menyengir. Pasalnya ia tidak menambahkan saos dan kecap, jadi sebagai gantinya ia menambahkan sambal yang banyak.

"Lain kali jangan gemesin bisa?" Zefa spontan menoleh mendengar bisikan di sampingnya. Ia terkejut melihat Sean di sana. Sangking terkejutnya Zefa sampai lupa dengan apa yang cowok itu ucapkan tentangnya.

"Eh Kak Sean?" Zefa langsung lupa daratan untuk sesaat. Padahal beberapa jam yang lalu ia sudah mengutuk cowok itu. "Kakak tadi bilang apa?"

"Lain kali jangan ngabisin sambal-"

Zefa langsung menatap baksonya canggung, "Ah ini. Soalnya Niken suka pedes kak," alibi Zefa tanpa mendengarkan kelanjutan ucapan Sean.

"-kasian perut lo," Dan akhirnya Sean hanya membatin kelanjutannya.

"A-Aku duluan ya kak," ujar Zefa cepat sembari membawa kedua baksonya, namun ia kesulitan membawa minumannya.

"Mamaa..." lirih Zefa. Kenapa harus di depan Sean sih? Kan ia jadi gugup sendiri, mendadak otaknya jadi sulit diajak kerja sama. Sepertinya ia harus meninggalkan minumannya dulu, namun tiba-tiba Sean mengambil alih mangkok bakso Zefa.

"Loh? Itukan punya Zefa," ujar Zefa polos sembari menatap mangkok bakso itu pias.

Sean mengangkat sudut bibir kanannya, "Bawain minum gue sekalian,"

Zefa menatap kepergian Sean dengan tatapan bingung, namun ia menuruti permintaan cowok itu dengan membawa minumannya dan Sean mengikuti langkahnya. Dan ternyata cowok itu membawakan minuman Zefa ke meja yang ditempati oleh teman-temannya, masih ada Niken dan Naufal di sana, sepertinya Adam sudah selesai terlebih dahulu.

Zefa berhenti di belakang Sean. Niken dan Naufal bertanya dengan tatapan bingung, namun Zefa hanya mengendikkan bahu tidak tahu.

"Lo Naufal?" tanya Sean tiba-tiba sesaat setelah membaca name badge cowok itu.

Dan Naufal menganggukan kepalanya, "Iya kak,"

Sean menoleh pada Zefa sekilas, ia mengambil minumannya dan langsung pergi dari sana. Meninggalkan kebingungan di antara mereka.

"Lo kenal Pal?" tanya Zefa setelah mendudukkan dirinya di samping Niken.

Naufal mengernyit sebelum menggelengkan kepalanya, "Kalau Kak Sean sih gue kenal. Tapi gue nggak yakin kalau dia kenal sama gue,"

"Lo malu-maluin banget sih?" Niken sampai geleng-geleng kepala dengan kelakuan absurd temannya tadi.

"Napa lagi sih?" Pipi Zefa mengembung dengan satu bakso di mulutnya.

.

.

.

Beetle Knight and PrincessWhere stories live. Discover now