Bab 34

366 12 5
                                    

Suara tamparan menggema dengan begitu nyaring dari dalam apartemen Sean yang membuat suasana langsung hening seketika. Seorang lelaki paruh baya itu nampak menahan emosinya setelah mendengar ucapan sang putra yang benar-benar membuatnya naik darah.

"Kamu dengar Seanno! ORANG ITU SUDAH MATI! Kenapa kamu tidak menjaga orang tuamu yang masih hidup ini hah? Untuk apa kamu membenci Papa sampai seperti ini hanya untuk ORANG YANG SUDAH MATI?" Wisnu menatap putranya yang masih memalingkan wajah setelah tamparannya. Sebenarnya ia juga menyesal karena sudah menampar putra semata wayangnya ini. Tapi jika tidak begini, putranya ini akan terus membangkang tanpa bisa diatur.

Sean menghela napas secara terang-terangan sembari memegang rahangnya yang sepertinya geser karena kerasnya tamparan orang yang seharusnya ia panggil Ayah ini.

"Anda ke sini cuma mau ngomong itu doang?" tanya Sean. Sean dengan berani menatap manik mata ayahnya yang sudah sangat lama tidak ia lihat.

Sementara Wisnu terhenyak melihat tatapan penuh kebencian dari putranya yang ternyata belum berganti semenjak mendiang istrinya meninggal.

"Dan lagi, saya sama sekali tidak peduli dengan apa yang Anda tawarkan. Lebih baik Anda pergi dari tempat ini sekarang!"

Ini merupakan pembicaraan terlama antara Sean dan Wisnu setelah kematian Bunda Kania, walaupun pembicaraan ini pun juga berakhir dengan pertengkaran.

"INI SEMUA KARENA BUNDA KAMU YANG TERLALU POSESIF! Asal kamu tahu! Kania selalu mengekang Ayah! Apapun yang Ayah lakukan selalu salah di matanya. Bunda kamu itu benar-benar tidak punya waktu sedikit pun untuk mempercayai apa yang Ayah lakukan! Dia selalu curiga terhadap apa pun. Kamu nggak tau tertekannya kalau jadi Ayah, Seanno!"

Lagi-lagi, sebuah pembelaan yang membuat Sean muak. "Lalu kenapa Anda tidak membalasnya dengan hal yang sama?"

"Apa maksud kamu?"

Sean tidak membalas. "Lalu kalau Bunda melakukan hal yang sama. Apa Anda juga tidak akan marah?"

"Seanno,"

"Kalau Bunda yang selingkuh. Apa Anda juga akan diam saja?!" Sean menggertakkan gigi, "Lagipula Anda tidak pernah ada di saat kami butuh. Kalau menjawab Anda pergi untuk mencari uang, Bunda juga bisa mencarinya sendiri tanpa bantuan Anda. Anda selalu beralasan atas semua kesalahan yang sepertinya masih belum Anda sadari. Anda tidak lebih dari sekadar orang bejat yang tidak memiliki perasaan!" Jika biasanya Sean menahan diri, kali ini tidak. Perasaannya benar-benar sedang emosional sekarang. Ia tidak suka ada orang yang menjelekkan Bundanya, terutama orang yang secara tidak langsung sudah membuat Bunda yang ia sayangi berpulang.

"Anda sudah sangat buruk di mata saya. Jangan terus membela diri seperti ini atau saya akan lupa jika saya pernah memiliki seorang Ayah."

"Seanno,"

"Silakan keluar sebelum saya memberitahu petugas keamanan untuk menyeret Anda secara paksa." Sean tidak hanya mengancam, bahkan ia sudah akan menekan telepon apartemen dan menekan nomor resepsionis untuk mengusir ayahnya.

"Iya! Ayah bisa keluar sendiri. Tapi Ayah harap kamu bisa pertimbangkan tawaran tadi. Dan maaf..." Wisnu menatap putranya sendu, "atas tamparan dan rasa sakit yang Ayah torehkan."

Akhirnya Wisnu benar-benar pergi keluar dari apartemen putra semata wayangnya itu. Dan seperti biasanya pertemuan mereka tidak pernah berakhir baik dan memiliki titik terang.

Sementara Sean memejamkan mata sembari bersandar dengan tembok. Selalu saja, ia merasa energinya terbuang sia-sia dengan pria yang dulu pernah ia jadikan sebagai idola—yang ternyata dia juga yang sudah membuat kehidupannya hancur. Sean menoleh kala merasakan laci di sampingnya bergetar. Sean mengatur napas sebelum mengangkat panggilan itu.

Beetle Knight and PrincessKde žijí příběhy. Začni objevovat