Bab 19

521 15 0
                                    

"Gimana? Masih ingat?"

Zefa mengerjapkan matanya. Bingung harus merespon dan bersikap bagaimana. Dan lagi, apanya yang harus ia ingat? Zefa bahkan belum paham dengan konteks pembicaraan ini. Mendadak pikirannya lemot. Mungkin Sean effect.

"Jadi...kita pacaran?" tanya Zefa ragu-ragu.

Sean mendengus, ekspresi Zefa benar-benar menggemaskan. Mungkin akan lain cerita jika sekarang tidak di area sekolahan.

Perlahan Sean melepaskan tangannya pada wajah Zefa, lalu menganggukkan kepalanya ringan yang kembali memunculkan wajah cengo Zefa yang sudah tidak dapat dikontrol.

"Ya, lo cewek gue,"

.
.
.

"Sumpah! Bisa-bisanya lo nggak cerita sama gue kalau udah jadian sama Kak Sean!" omel Niken setelah akhirnya berhasil membuat Zefa kabur dari Sean.

"Gue aja kagak tau kalau kita jadian," jawab Zefa jujur. Pacaran? Tentu saja ia pernah berharap, tapi sangat tidak menyangka jika semua ini bisa terjadi.

"Nggak mungkin lo nggak tau apa-apa. Dan lagi, Kak Sean juga bukan tipikal cowok yang mendadak ngeklaim orang jadi ceweknya," sergah Niken mencoba berpikir rasional.

Zefa mendengus, "Gue nggak tau. Waktu itu gue keceplosan bilang suka ke dia. Terus dia cuma jawab 'oke' doang. Dan asal lo tahu, abis itu nggak ada kejelasan apa-apa dari dia. Jalankan kejelasan, di chat aja gue nggak," jelas Zefa yang masih tidak habis pikir.

"Anjir. Cool banget. Arghhh pengen punya pacar," pekik Niken yang langsung dibekap Zefa.

"Lo gila apa teriak-teriak di sini?" omel Zefa dengan wajah panik, soalnya mereka sedang berada di dalam kamar mandi sekarang.

"Gue nggak peduli. Lo harus ceritain semuanya secara detail,"

.

.

.

"Ayolah Ma, masa les sih? Aku aja pulangnya udah sore. Kalau les juga, kapan mainnya?" keluh Zefa yang mendadak akan didaftarkan les oleh Mamanya.

"Abang aja yang tiap hari main nggak ada ditawarin les tuh," adu Zefa membuat Raka yang tengah minum hampir saja tersedak.

"Lah, nilai gue aja nggak pernah turun. Jan ngadi-ngadi lo," sungut Raka tidak terima.

"Aaa, nggak mau les Ma. Apalagi pasti nanti lesnya malem. Udah dingin, capek, lemah, letih, lesu. Nggak Mamaaa," rengek Zefa, "lagian nilai aku bagus-bagus kok. Sering dipuji guru juga," bujuk Zefa dengan sedikit tambahan micin.

Mama geleng-geleng kepala melihat tingkah putrinya yang memang selalu berlebihan ini. Lalu Mama mengambil kertas di sampingnya dan memberikannya pada Zefa.

"Gurunya kalau muji gimana?"

Zefa membelak saat melihat tulisan bertinta merah yang menunjukkan angka '35' itu. Raka yang posisinya duduk di samping Zefa tak kuasa menahan tawanya saat melihat nilai di ulangan harian mata pelajaran Fisika itu.

"Itu nilai apa nomer sepatu? Bahkan sepatu gue lebih gede dari itu," ejek Raka.

Zefa merengut tidak suka, "Aaa nggak mau Mama. Nanti dinaikin kok. Nggak mau les,"

"No! Mama juga udah bilang sama Papa. Dan Papa juga setuju sama Mama. Nanti Mama yang antar jemput nggak papa. Bentar lagi juga mau ujian semester kan, Mama yakin kamu juga tahu kalau nilai semester satu sampai lima itu berpengaruh pas pendaftaran perguruan tinggi kan?" jelas Mama berusaha memberikan pengertian.

Zefa menghembuskan napas pelan. Tidak ada yang salah dengan permintaan Mama. Tapi ia tidak suka dengan persaingan yang ada di les-lesan. Dulu ia juga pernah les sewaktu SD. Dan benar saja, ia menjadi anak yang sering mendapat nilai jelek di sana, yang berakhir membuat anak-anak pintar itu tidak mau berteman dengannya. Yang entah mengapa hal itu membuat trauma tersendiri untuknya.

Beetle Knight and PrincessTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon