Bab 44

2.9K 89 2
                                    

Entah apa yang sudah Ayla katakan kepada Raka hingga cowok itu mau mengantarkan Zefa ke tempat bimbingan belajar. Awalnya Zefa mau berangkat dengan ojek online saja karena ia sedang tidak ingin membuat Raka marah jika menyuruh cowok itu untuk mengantarnya, tetapi Zefa malah dikejutkan dengan Raka yang tiba-tiba mengeluarkan motornya dan menawarkan tumpangan.

Matanya memang memperhatikan papan tulis, tetapi otaknya berkelana bebas memikirkan apa yang sudah Ayla katakan kepada Raka. Ia takut Ayla mengatakan hal buruk yang hanya akan membuat hubungannya dengan Raka semakin renggang. Zefa baru sadar jika dirinya terlalu terburu-buru melabrak Ayla waktu itu.

Beberapa kali Zefa menatap layar kunci ponselnya, memperhatikan setiap menit jam yang berubah dari waktu ke waktu. Sampai akhirnya yang Zefa tunggu tiba. Guru pengajar mata pelajaran matematika itu keluar setelah memberikan salam.

"Lo sakit?" tanya Niken sembari memasukkan buku dektatnya.

Zefa menggeleng lemah.

"Ahh, apa gara-gara guru matematikanya..." Niken mendekatkan kepalanya ke depan telinga kanan Zefa, "bukan Kak Sean?" lanjutnya berbisik.

Zefa menghela napas sembari mengalihkan pandangannya malas, "Gue pikir yang kagak bisa move on tuh lo Ken. Bahas aja mulu," sungut Zefa yang ikut membereskan buku dan alat tulisnya.

Niken terkekeh, reaksi Zefa atas kejahilan kecilnya selalu berhasil menghiburnya. Walaupun Zefa jauh lebih tinggi beberapa senti darinya, namun pada dasarnya Zefa malah lebih muda beberapa bulan darinya. Zefa terlihat sangat lucu dengan tingkahnya yang tidak dibuat-buat, membuat Niken secara tidak sadar sudah menganggap gadis itu seperti adiknya.

Keluar dari tempat itu, Zefa dibuat terkejut saat melihat kedua pria yang tengah berbincang di halaman. Zefa bahkan sampai mengerjapkan mata untuk memastikan ia tidak salah melihat Raka berada di sana dengan Raffa, Abang Niken.

Raffa yang tengah asik berbincang dengan Raka tak sengaja menoleh dan menemukan kedua gadis familier yang berjalan mendekat, "Akhirnya Tuan Putri keluar juga," celetuk Raffa.

Sementara Raka sepertinya tidak mau repot-repot mengalihkan pandangannya, ia sudah tahu siapa yang Raffa maksud.

"Kesambet apaan lo Bang? Pasti ada maunya," tuding Niken langsung.

Raffa bergidik mendengar kepercayaan diri Sang Adik, "Dih, siapa yang manggil lo? Itu mah panggilan buat Princess Zefa, ya gak Rak?"

Wajah Niken langsung memerah mendengar ucapan Raffa. Ia berjalan cepat dan langsung memukuli Raffa dengan kesal, sedangkan Raffa hanya terkekeh karena pukulan Niken tidak terasa apa-apa di tubuh besarnya. Sama seperti seorang kakak pada umumnya, Raffa sangat suka menjahili Niken yang gampang marah.

Beberapa waktu kemudian Zefa melambaikan tangannya pada Niken yang mulai menghilang dari pandangan, meninggalkan keheningan yang pasti antara kedua kakak beradik lainnya. Dengan ragu Zefa mendekati Raka. Tidak ada basi-basi atau pembicaraan, Raka masih tetap di posisinya, berada di atas motor sport miliknya. Zefa meraih helm yang berada di jok belakang motor itu dan segera memakainya.

Sebuah pemikiran mendadak lewat saat mereka sudah setengah perjalanan. Zefa menepuk pelan pundak Raka sebelum berucap. "ABANG MAU ES KRIM!" ucap Zefa berteriak karena takut Raka tidak mendengarnya dikala kecepatan motor yang cowok itu kendarai di atas rata-rata seperti biasanya.

"ABANG DENGER GAK SIH?!" ulang Zefa karena Raka tidak memberikan reaksi apapun.

"UDAH MALEM,"

Diam-diam Zefa tersenyum karena Raka mau menanggapinya, "TAPI PENGEN!"

Raka berpikir sebentar sebelum berbelok ke minimarket yang mereka lewati. Zefa langsung ngacir masuk ke dalam setelah melepaskan helmnya. Sedangkan Raka memilih menunggu di kursi yang disediakan di depan minimarket itu. Tangan Raka dengan lincah membalas pesan yang Mamanya kirimkan, memberitahu jika dirinya sudah menjemput Zefa.

Beetle Knight and PrincessOnde histórias criam vida. Descubra agora