59 | Hold Me Tight

2.3K 122 5
                                    

Rasanya lega setelah melakukan apa yang dia inginkan. Setelah kepergian Denis ke kantor, Diana memasuki kamar bersama Chika yang katanya mengantuk. Dengan telaten dia menemani putrinya hingga tertidur.

Senyumnya tidak memudar. Mengingat baik-baik kebahagiaan putrinya karena memakan masakannya dan kebahagiaan suaminya karena perubahan baiknya. Seharusnya dari dulu dia melakukannya. Tetapi siapa sangka jika saat ini waktu yang tepat untuk dia berubah. Dia hanya perlu rileks saat bertemu orang tuanya. Toh, selama dia makan bersama suami dan anaknya, orang tuanya tidak memperlihatkan batang hidungnya. Seolah mengerti dirinya yang masih enggan bertemu mereka.

Ketakutan itu masih ada dan ingatannya menyimpan baik-baik kenangan buruk itu. Sulit untuk melupakannya karena bukan fisiknya yang terluka, melainkan batinnya. Luka fisik bisa diobati akan tetapi luka batin sulit untuk diobati meski berusaha untuk memaafkan. Ingatan buruk itu masih menghantui meski saat ini dia menjalani kehidupan yang baik.

Ternyata sangat mudah untuk membunuh seseorang. Tidak perlu menghabisi nyawanya dengan benda tajam, cukup lukai batinnya maka kematian menjadi jalan terindah bagi mereka.

Semengerikan itu luka batin.

Namun di sini, dia tidak mau menjadikan kematian adalah jalan terindah atas apa yang dia alami selama ini. Memang setiap manusia akan menghadapi kematian. Tetapi sebelum saat itu tiba, dia ingin menciptakan hal-hal yang dia inginkan. Sebab, dia tidak lagi sendiri. Dia ingin bahagia bersama suami dan anaknya. Menciptakan keluarga yang harmonis.

Dia hanya perlu rileks saja. Ya, untuk ke depannya dia tidak perlu takut pada apapun. Seperti yang Denis tegaskan padanya, dia tidak sendiri. Dia memiliki Denis dan anak-anak mereka.

...

Ayam saus tiram, telur goreng, tumis kangkung dan sambal bajak merupakan pilihan Diana untuk menu sarapan pagi ini. Membangun semangat di pagi hari, sengaja dirinya bangun pagi-pagi buta disaat orang-orang di apartemen masib bergelung dengan selimutnya. Awalnya Diana khawatir jika orang tuanya lebih dulu bangun dan menguasai dapur, ternyata dugaannya salah. Dialah orang pertama yang bangun dan sekarang masakannya tersaji di meja makan. Disusul dengan pelukan dari belakang membuatnya tersentak namun perlahan senyumnya terbit saat tahu siapa yang berani memeluknya dan membuatnta terkejut.

Tentu saja suaminya, Denis. Parfum lelaki itu sudah sangat dia hafal.

"Bangun tidur kaget gak ada kamu. Coba cari ke balkon, kamar mandi sampai ke kamar Chika. Taunya ada di sini. Andai tadi gak berpapasan sama Mama mungkin aku gak bakal tahu kalau kamu lagi di sini, melanggar laranganku."

Bukannya takut karena kembali melanggar larangan sang suami, Diana justru terkekeh.

"Aku buatin kamu bekal, mau?"

Denis melepas pelukannya setelah memberi kecupan di pipi Diana kemudian mengangguk.

"Ini terakhir kalinya kamu masak. Aku gak mau terjadi sesuatu yang tidak diinginkan."

Diana melayani Denis dengan baik. Mengambil nasi serta ayam yang dimasakanya ke piring Denis kemudian menuangkan air minum.

"Mau sambal?"

"Kamu tahu aku kan?" Denis mendelik pada Diana membuat Diana tergelak sesaat karena berhasil memancing kemarahan sang suami. Tentu saja dia tahu suaminya. Suaminya itu tidak terlalu suka pedas. Apalagi saat di pagi hari Denis. Bisa-bisa perut Denis mulas seharian dan berakhir buruk pada pekerjaannya.

Tentu saja Diana tidak mau sang suami kesakitan.

"Kamu denger kan, apa yang aku bilang?"

Diana mengambil duduk di samping Denis, menatap suaminya yang mulai menyendokkan makanannya.

Hold Me TightWhere stories live. Discover now