35 | Hold Me Tight

4.4K 280 20
                                    

“Mau ke mana?”

Diana tersentak ketika lengannya ditahan oleh Denis membuatnya menghentikan langkahnya. Diana menunduk saat melihat tatapan tajam Denis yang tidak berubah padanya. Menggigit bibir bawahnya Diana berkata, “Ke sofa,” jawab Diana seraya menunjuk sofa.

Selain takut berdekatan dengan Denis, Diana juga merasa lelah berdiri terlalu lama. Di kehamilannya yang baru empat bulan ini membuatnya mudah lelah.

“Sebentar.”

Diana mengerut kening saat Denis melepaskan lengannya dan tatapan tajam lelaki itu perlahan melunak. Diana menatap pergerakan Denis yang perlahan membaringkan Chika di brankar. Denis menepuk punggung Chika saat putrinya itu menggeliat dalam tidurnya. Setelah dirasa Chika benar-benar lelap, Diana kembali menunduk saat Denis menghadap ke arahnya.

Diana kembali dibuat tersentak saat Denis menuntunnya menuju sofa.

“Duduk.”

Diana mengerjap saat Denis duduk di sofa kemudian menepuk pahanya dan menatap Diana tajam saat dirinya tidak kunjung melakukan apa yang lelaki itu perintahkan. Denis tidak mungkin kan, menyuruhnya duduk di pangkuan lelaki itu?

“Akh!”

Diana memekik ketika Denis menarik tangannya hingga tubuhnya jatuh ke pangkuan Denis. Diana menahan nafas ketika wajah Denis mendekat ke perutnya. Denis mengusap perutnya dengan lembut seraya mendaratkan kecupan bertubi-tubi di perutnya dan berkata, “Maafkan Papa baru menyapamu sekarang,” ujar Denis kembali mengecup lama perut Diana.
“Apa dia baik-baik saja?” Denis menatap Diana lembut dengan satu tangan yang masih berada di perut Diana.

“Jangan menahan nafas,” tangannya yang berada di perut Diana berpindah ke pipi Diana, mengusapnya lembut hingga Diana tanpa sadar menormalkan deru nafasnya dan nafasnya terembus ke wajah Denis yang mendekat padanya.

“Baik,” jawab Diana gugup saat ditatap lekat oleh Denis.

“Kamu?”

Diana mengerut kening sebelum akhirnya Denis kembali membuka suara, “Kamu apa kabar?” tanya Denis dengan suara lembut dan membuat Diana merasa tidak nyaman. Ah tidak, lebih tepatnya aneh. Diana masih mengingat raut menyeramkan Denis saat memasuki ruang rawat Chika kemudian beradu argumen dengan Riko dan membentaknya dengan tatapan yang menyeramkan. Namun sekarang Denis memperlakukannya dengan lembut, seolah dia barang berharga meski Diana tidak merasa berharga bagi Denis.

"Diana, jawab.”

Denis menangkup wajah Diana dan ibu jarinya bergerak mengusap pipi Diana.

“Kamu takut sama aku?’’

“Tidak,” jawab Diana cepat. Diana tidak mau raut menyeramkan Denis kembali disaat dirinya mulai merasa tenang berada di dekat Denis.

“Kalau tidak takut, kenapa kamu tidak mau menatapku?” Denis mengarahkan wajah Diana untuk menatapnya. Tatapan mereka bertemu dan Denis menangkap ketakutan Diana dari tatapan Diana.

“Aku ... aku cuma .....”

“Kenapa kamu memilih pergi?” ucapan Diana dipotong oleh Denis dengan pertanyaan yang membuat Diana memilih menunduk namun dengan cepat Denis menahannya sehingga tatapan Diana berpaku pada Denis yang menanti jawaban Diana.

“Jawab aku, Diana. Kenapa kamu pergi dan memisahkanku dengan anak-anak kita?”

“Denis, maaf ....”

“Aku tidak butuh maafmu, Diana. Yang aku butuhkan adalah penjelasanmu.”

Diana menghela nafas panjangnya dan menatap Denis sendu.

“Sebentar lagi kamu akan menikah dengan Vanya. Kamu pikir aku baik-baik saja dengan itu?”

“Kamu tidak suka diduakan?”

Meski ragu, pada akhirnya Diana mengangguk pelan membuat Denis tertawa.

“Apa aku tidak salah lihat, Diana?” Diana menatap Denis bingung namun beberapa saat dia mengerti apa yang membuat Denis tertawa hingga bertanya padanya.

“Maaf.”

Denis meredakan tawanya. Berdeham, Denis mengecup singkat bibir Diana sebelum akhirnya menatap Diana dengan lekat.

“Sudah kukatakan, aku tidak butuh maafmu.”

“Tapi aku sudah lancang.”

“Lancang kenapa?”

“Aku ....”

“Tidak mau diduakan, begitu?” potong Denis cepat membuat Diana menunduk namun lagi-lagi Denis menahannya membuat Diana menahan malu.

“Kamu berhak menolak untuk diduakan, Diana. Karena kamu istriku. Diluar sana juga tidak ada yang mau diduakan. Tapi Diana, apa kamu pernah berpikir apa yang lebih sakit dari diduakan?”

“Apa?”

“Ketika orang yang kita cintai tidak mencintai kita, melainkan mencintai saudara kita.”

Diana terpaku. Denis menyeret masa lalu, dimana kesalahannya yang sangat besar pada Denis.

“Denis ....”

Jari telunjuk Denis berada di bibir Diana, melarang Diana melanjutkan kalimatnya.

“Itu masa lalu, Diana. Aku tidak apa-apa.”
Rasa bersalah itu kembali bersarang. Diana menjadi semakin kecil apabila diingatkan pada masa lalu. Dia yang melukai Denis dan dia pula yang memohon perlindungan pada Denis. Jika dipikir lagi, apa yang menimpanya saat ini tidaklah cukup menebus semua kesalahannya di masa lalu. Diana sadar, luka yang dia berikan pada Denis cukup dalam dan wajar jika luka itu masih terasa sampai saat ini.

“Jangan berpikir macam-macam.”

Diana mengerjap ketika Denis mengusap kerutan di dahinya.

“Apa yang selama ini aku lewatkan?”

Kening Diana mengerut. Diana dibuat bingung dengan sikap Denis yang sangat berbeda dari sejak pertama kali kedatangan lelaki itu ke ruang rawat Chika. Denis yang saat ini tengah memangkunya menatapnya penuh kasih membuatnya terbuai namun sewaktu-waktu membuatnya terancam setiap Denis melontarkan tanya yang membuatnya bingung harus menjawab apa.

“Kenapa dengan tanganmu? Selama kamu bersamaku, aku selalu menjagamu dan tidak membiarkan satu luka sekecil apa pun, berhasil menggores kulitmu.”

Denis mengangkat tangannya dan mengusap jari telunjuknya yang dibalut hansaplas.

“Saat memasak tidak sengaja jariku teriris.”

Denis menggeram, “Memangnya si sialan Riko itu tidak memperkerjakan asisten rumah tangga hingga kamu memasak sendiri?!” sentak Denis membuat Diana spontan menjauhkan tangannya dari Denis.

“Jangan berlebihan, Denis. Saat bersamamu aku juga masak sendiri. Jangan menyudutkan Riko karena setidaknya Riko jauh lebih baik darimu,” Diana berusaha turun dari pangkuan Denis namun Denis semakin erat memeluknya membuatnya kesulitan terlepas dari Denis.

Denis mencengkeram wajah Diana, “Kamu mulai berani, Diana?”

Diana menjauhkan tangan Denis yang mencengkeram wajahnya.

“Kenapa? Apa salah kalau aku mencoba melindungi diriku sendiri? Denis, aku memang istri kamu. Tapi yang harus kamu ingat, status kita hanya sah di mata agama. Mau aku pergi dari aku, itu tidak mengubah apa pun. Kalau kamu marah karena aku pergi bawa anak-anak kamu, aku minta maaf dengan sangat besar. Aku gak masalah kalau kamu mau ambil anak-anak. Aku juga sadar diri, aku gak punya apa-apa untuk menghidupi anak-anak. Setelah lahir, aku bakal serahin anak-anak ke kamu asalkan izinkan aku pergi. Izinkan aku untuk bebas. Aku memang bergantung ke kamu, tapi perlahan aku sadar, aku seterusnya tidak harus bergantung ke kamu sekalipun kamu menahanku di samping kamu. Denis, kalau kamu masih dendam sama aku karena kejadian di masa lalu, aku minta maaf meski maafku tidak bisa mengubah apa pun. Aku cuma ingin bahagia.”

Tangis Diana pecah. Saat Denis berusaha menggenggam kedua tangannya, Diana menepisnya dan memukul pelan dada Denis.

“Aku capek hidup kayak gini. Aku capek jadi bayang-bayang kamu. Hidup aku sudah hancur. Aku gak punya apa-apa lagi selain diri aku sendiri yang masih bertahan sampai detik ini. Keluarga, harta dan impian, aku tidak memilikinya. Semuanya hancur. Aku mohon sama kamu, bebaskan aku dari neraka yang kamu ciptakan. Aku capek, Denis.”

Melihat keterdiaman Denis, Diana tidak berharap apa pun. Dia hanya ingin Denis tahu isi hatinya, yang selama ini dia pendam hingga memilih pergi dari Denis meski awalnya sulit karena hatinya yang lemah dan terus merasa prihatin untuk meninggalkan Denis. Namun Renata dan Riko terus membujuknya hingga perlahan membuka pikirannya untuk tidak terus-terusan bergantung pada Denis. Dia memiliki kehidupan sendiri untuk dia perjuangkan. Meski pada akhirnya dia kembali pada genggaman Denis, setidaknya selama dia pergi dari Denis, dia menyadari banyak hal. Semua ketakutannya sirna meski tidak sepenuhnya sirna, setidaknya ada secercah keberanian dalam dirinya untuk melawan.

“Kamu menyerah Diana?” tanya Denis setelah beberapa saat terdiam, membiarkan Diana terisak pilu di hadapannya.

“Iya.”

“Kamu yakin?”

“Yakin.”

Denis mengusap air mata Diana dan perlahan mendekatkan wajahnya pada Diana membuat Diana sontak memejamkan mata ketika deru nafas Denis menerpa wajahnya hingga ....

“Tidur, aku tahu kamu kelelahan hingga tidak bisa mengontrol diri seperti ini. Lupakan apa yang terjadi saat ini. Kita sama-sama lelah dan butuh istirahat untuk berpikir jernih.”

Diana terpaku dan rasanya dia tidak ingin membuka mata lagi keesokan harinya. Diana kesal sekaligus malu. Denis berhasil mengaduk-aduk perasaannya. Diana memilih memejamkan mata saat Denis membaringkannya ke sofa dan Denis ikut berbaring di sampingnya. Mereka berbaring di satu sofa, berbagi ruang agar sama-sama mendapat tempat untuk berbaring. Namun saat kesadaran Diana nyaris terenggut, Diana merasakan sesuatu yang kenyal menimpa bibirnya. Ketika dia hendak membuka mata, keinginannya untuk membuka mata ditahan oleh bisikan pelan yang membuatnya memilih hanyut dalam kehangatan yang Denis ciptakan.

“Tidur yang nyenyak, Sayang.”

...

Kalau ketemu cowo modelan Denis di dunia nyata, mau kalian apakan?😂

Jangan lupa tinggalkan jejak!💜

...

Hold Me Tight | 2022
Shopiaaa_



Hold Me TightWaar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu