55 | Hold Me Tight

Start from the beginning
                                    

"Nenek."

"Iya, sayang? Chika mau beli jajan lagi?"

Gadis kecil itu menggeleng dengan wajah lucunya seraya menatap sang Nenek dengan mata jernisnya yang justru terlihat seperti Denis versi perempuan.

"Mama kenapa? Chika mau nangis lihat Mama."

Tiba-tiba saja mata Chika berkaca-kaca dan benar saja, detik selanjutnya tangis gadis kecil itu pecah yang langsung saja sang Nenek memangkunya. Menenangkan tangisnya yang cukup nyaring.

"Chika gak boleh nangis. Mamanya Chika jatuh, jadi harus diobati. Chika berdoa saja ya, semoga Mamanya Chika cepat sembuh."

"Mama jatuh di mana?" Masih sesegukan, Chika menatap sang Nenek penasaran.

Diam, Mama Diana mencoba mencari jawaban yang tepaf untuk sang cucu yang memiliki rasa penasaran cukup tinggi itu.

"Di kamar, Mamanya Chika gak lihat kalau di dalam kamar ada air di lantai, jadi Mamanya Chika jatuh. Untung ada Papa yang bawa Mama ke rumah sakit biar Kakinya Mamanya Chika cepat diobati. Jadi, Chika kalau habis mandi jangan suka keliling kamar sebelum badannya dikeringkan, biar lantai kamarnya Chika gak basah dan Chika gak jatuh kayak Mama."

Gadis polos itu mengangguk entah perkataannya dapat dimengerti atau tidak.

"Oke, Nenek. Chika gak bakal bikin lantai basah biar gak kayak Mama."

Mama Diana tersenyun menatap sang cucu. Tak terasa sang cucu tumbuh dengan baik. Selama ini Denis merawat cucunya dengan baik. Jika cucunya saja dirawat dengan baik oleh Denis, tentunya sang putri juga dirawat dengan baik juga, bukan?

Seharusnya seperti itu, tetapi Mama Diana tidak merasakan itu. Denis memang mampu menjadi seorang Ayah yang baik, tetapi tidak mampu menjadi suami yang baik. Ah, bukannya tidak mamu. Hanya belum mampu. Tapi, dia sebagai orang tua bisa apa ketika sang putri memilih Denis dan sekarang sang putri hamil anak kedua. Seharusnya itu menjadi tanda jika Denis mencintai putrinya. Tapi, kenapa dia tidak yakin akan itu?

Berkutat dengan pikirannya membuatnya tidak sadar jika sang suami sudah berada di sampingnya dan menepuk bahunya. Sontak, atensinya mengarah pada sang suami yang tersenyum masam dan dilihat dari raut wajah suaminya, tanpa dijelaskan pun, dia sudah tahu bagaimana akhirnya.

Setelah mereka meninggalkan Denis dan menuju kantin rumah sakit, tak lama kemudian Papa Diana memilih kembali pada Denis. Mencoba berbicara baik-baik pada Denis. Nyatanya meski mencoba berbicara baik-baik, Denis tetaplah Denis. Tetap pada asumsinya dan tetap pada amarahnya yang tak padam. Denis enggan terlibat obrolan dengan Papa Diana sehingga Papa Diana berdiri cukup jauh dari posisi Denis, sama-sama menunggu dokter yang menangani putrinya. Setelah dokter yang menangani putrinya keluar, Denis justru berkata jika yang boleh menjenguk Diana cukup Denis dan Chika. Denis tidak memberikan izin kepada siapapun menjenguk putrinya, sekalipun dirinya yang merupakan Ayah Diana.

"Diana sudah ditangani oleh pihak medis, keadaannya baik-baik saja. Hanya saja Denis tidak memberi izin untuk melihat Diana, cukup Denis dan Chika."

Tatapan Papa Diana mengarah pada sang cucu yang menghentikan kunyahannya dan menatapnya ketika dirinya menyebut nama sang cucu.

"Iya, Kakek?"

Terkekeh, Papa Diana mengusap puncak kepala cucunya.

"Chika mau lihat Mama?" Tanyanya yang sontak mendapat anggukan antusias dari sang cucu yang menatapnya dengan tatapan berbinar.

"Mau! Mau Mama."

Papa Diana mengangguk dan menggendong sang cucu menuju ruang rawat Diana.

...

Hold Me TightWhere stories live. Discover now