BAB 31

283 2 2
                                    

Danny makin diperam kelesah saat pria paruh baya di sebelahnya mendadak murka dan menjambak Danny hingga mendongak.

“Kenapa dia bisa tau? Katanya kau mengeksekusi Jonathan tepat di blind spot CCTV?” geram pria itu dengan tatapan berapi-api.

Danny hanya bisa meringis dan memohoh ampun. Pemuda itu rupanya tak berkutik dan sangat ketakutan menghadapi pria paruh baya di sebelahnya.

“Siap! Maaf Komandan! Saya bersumpah bahwa saya tidak menemukan adanya CCTV lain di ruangan itu. Saya tidak tahu bagaimana George mengetahuinya.”

Pria paruh baya itu melepas cengkraman pada rambut Danny setelah dia berhasil membenturkan kepalanya ke kaca mobil.

“Kalau sudah begini, aku tak bisa membantumu. Kau harus menerima konsekuensinya, Danny.”

Danny menoleh, sedikit terperanjat. Sebelah tangannya mengusap kening yang tampak benjol akibat benturan di kaca mobil.

“Ma-maksud Komandan? Saya harus terima jika mendekam di penjara dan kehilangan seluruh pencapaian saya saat ini?”

Pria paruh baya itu mengisap kembali cerutunya sambil menggangguk. Kemudian mengembuskan napas secara perlahan diiringi asap yang turut keluar melalui hidungnya.

“Tapi saya bisa bantu untuk menyusun alibi agar hukumanmu sedikit ringan.”

Danny menyipitkan matanya dan memandang pria paruh baya itu dengan saksama.

“Bagaimana caranya, Pak?” tanya Danny dengan tatapan penuh harap.

Pria paruh baya itu hanya menyeringai sambil menepuk-nepuk pundak Danny. Sebelum akhirnya dia menyusun sebuah skenario palsu atas kematian Jonathan malam itu.

***

Rinai hujan membasahi tubuh George tatkala pria itu termangu di depan pusara Jonathan. Air mata yang membasahi pipi tak lagi nampak karena melebur bersama rintik hujan yang tak kalah deras. Berkali-kali dia mengepal. Rasa sesal dan kesal bercampur menjadi satu. Kenapa harus di hari ulang tahunnya Jonathan pergi meninggalkan George? Apakah ini termasuk salah satu kejutan dari Danny, seperti yang dikatakan temannya tempo lalu? Kenapa sahabatnya sendiri begitu tega merampas kebahagiaan dirinya sampai harus merenggut nyawa sang ayah? George benar-benar tak habis pikir, apa motif Danny sebenarnya.

Sudah tiga bulan sejak George membuat laporan dan menyerahkan rekaman CCTV yang dia miliki, besok adalah sidang perdana kasus kematian Jonathan. Selama itu juga Danny masih bungkam ketika diinterogasi oleh pihak penyidik. Entah apa motifnya.

Sampai hari itu tiba. Akhirnya Danny bersedia menjawab seluruh pertanyaan yang hakim ajukan. Namun jawaban yang terlontar dari mulut Danny membuat George semakin murka dan berteriak di pengadilan.

Selain pandai menembak rupanya Danny juga pandai berakting di depan hakim. Pemuda itu tertunduk seraya terisak sambil menceritakan kronologi versi dirinya yang sudah dia rangkai dengan begitu apik.

“Malam itu saya diajak ke rumah Pak Jonathan, dengan alasan ingin memberikan kejutan ulang tahun untuk George. Namun, belum sempat saya membantu mempersiapkan kejutan tersebut, Pak Jonathan melecehkan saya dan mengutarakan rahasianya bahwa beliau memiliki penyimpangan seksual.”

Jika tak ditahan oleh kuasa hukumnya, George mungkin sudah berlari ke arah Danny dan melayangkan bogem mentah ke wajahnya.

“Harap tenang kepada saudara George. Tolong jangan membuat kegaduhan di persidangan ini agar semuanya berjalan hikmat dan cepat terselesaikan,” ucap Pak Hakim saat melihat George hampir mengamuk karena terdakwa yang memberikan keterangan palsu.

“Kepada saudara Danny, selaku terdakwa. Jika Anda berkata Brigjen mengajakmu ke rumahnya untuk memberikan kejutan ulang tahun kepada George, mengapa di TKP tidak ditemukan tanda-tanda adanya persiapan kejutan? Baik properti atau yang lainnya.”

Danny menelan ludah seraya mendongak menatap hakim di hadapannya. Kemudian beralih, memandang George yang tengah menatap dirinya dengan tatapan penuh angkara murka.

“Ayo jawab, penghianat!” George sedikit menggeram, tak sabar.

***

TAWANAN CINTA MAFIA TAMPANWhere stories live. Discover now