BAB 15

483 7 0
                                    

“Pak Bos?” Gabby melambai-lambaikan tangan saat menyadari Raizel tengah melamun.
Seketika Raizel pun mengerjapkan mata. Dia menepis berbagai lamunan kotor dalam benaknya.
“Uh! So-sory!” ucap Raizel spontan.
Gabby mengangguk dengan raut kebingungan. “Jadi, ada yang bisa saya bantu, Bos?”
Raizel mengangguk cepat lalu mempersilakan Gabby untuk duduk di sebelahnya.
“Kamu tolong balutkan perban ini ke lengan saya!”
Seketika ucapan Raizel mendadak lembut. Tak seperti biasanya yang selalu meluap-luap.
“Baik, biar saya bantu!” seru Gabby lalu mengambil beberapa alat-alat di kotak P3K yang bisa dia gunakan untuk mengobati luka.
“Kenapa nggak panggil dokter aja, Bos?” tanya Gabby seraya mengoleskan alkohol ke luka Raizel.
Raizel menggeleng dengan raut meringis. “Nggak usah. Ini cuma luka kecil.”
“CUMA?” pekik Gabby hingga membuat Raizel terperanjat.
“Ma-maaf! Maksud aku, cuma?” Gabby memelankan suaranya dan membuat Raizel kembali tenang.
“Biarkan saja, emang kenapa? Kamu khawatir?” Pertanyaan Raizel membuat Gabby mendongak, memandang lekat wajah Raizel.
“A-ku....”
Gabby menjadi terbata. Sorot mata indah milik Raizel berhasil melumpuhkannya. Dengan sekuat tenaga Gabby menepis perasaan aneh yang hampir menguasai dirinya. Gadis itu mengenyahkan sosok Raizel dalam benaknya.
“Aku cuma nggak mau Bos kenapa-napa sebelum aku berbalas budi,” tegas Gabby.
Raizel mengerutkan keningnya lalu bertanya, “Balas budi?”
“Iya! Aku harus balas budi karena Bos berhasil menyelamatkanku dari jeratan Arnold.”
Raizel mendengus kasar. “Cih! Itu adalah kewajibanku sebagai atasanmu. Kau tidak perlu repot-repot balas budi. Lunasi saja hutang orang tuamu!” seru Raizel seraya terkekeh.
Gabby mengerucutkan mulutnya lalu mengambil perban dan membalut luka Raizel dengan kasar.
“Aw! Pelan-pelan!” pekik Raizel.
Gabby tak peduli. Dia terlanjur kesal dengan ucapan Raizel. Setelah perbannya berhasil dipasang, Gabby pun berniat pergi dari ruangan itu.
“Kalau begitu saya permisi dulu, Bos!”
Namun belum sempat Gabby beranjak, Raizel memegangi pergelangan tangan Gabby hingga dia tak mampu untuk melangkah.
“Tunggu!”
Gabby menoleh secara perlahan ke arah tangan kekar Raizel yang sedang mencengkram pergelangan tangannya.
“Ada apa, Bos?” tanya Gabby dengan sebelah alis yang terangkat.
Raizel pun tampak kikuk. Sebenarnya tak ada yang ingin dia bicarakan. Raizel hanya merasa tak nyaman jika Gabby meninggalkan kamarnya secepat itu. Entah kenapa dia menginginkan waktu lebih banyak bersama Gabby.
“Em, a-aku... aku haus! Tolong ambilkan minum!” seru Raizel sambil berdeham.
“Saya sudah menyiapkan segelas teh manis hangat untuk Pak Bos. Silakan diminum!” seru Gabby mencoba tersenyum manis sambil menunjuk teh manis di atas nakas.
“Saya nggak mau teh manis. Saya mau air putih,” kilah Raizel, membuat Gabby kesal.
“Bisa tolong ambilkan saya segelas air putih?” tanyanya lagi.
Gabby menghela napas panjang walau akhirnya menuruti keinginan Raizel.
“Baik Pak Bos, akan saya siapkan.”
Seiring dengan langkah Gabby yang perlahan menjauh, Raizel pun mengulum senyum. Ia berhasil mengerjai Gabby sebagai pelayan di hari pertama. Menurutnya pekerjaan ini lebih pantas untuk gadis lugu seperti Gabby, dari pada harus menjual tubuhnya di El Camorra. Apalagi menjual tubuhnya kepada pria brengsek seperti Arnold.
Tak lama berselang Gabby kembali dengan segelas air putih. Gadis itu pun meletakkannya di sebelah teh manis yang sudah mulai dingin.
“Ini air putihnya Pak Bos, silakan diminum!”
Gabby berusaha tersenyum ramah walau dalam hatinya merasa kesal.
“Baik, Terima kasih,” kata Raizel singkat.
“Kalau begitu saya pamit dulu ya, Pak Bos!”
Lagi-lagi Raizel mencengkram pergelangan tangan Gabby. Namun gadis itu tak mampu untuk protes setelah melihat sorot mata Raizel yang terlihat sendu. Untuk pertama kalinya Gabby melihat ekspresi Raizel yang seperti itu. Tatapan penuh intimidasi yang sering dia layangkan kini tak nampak di hadapannya.
“Jangan dekati Arnold lagi atau pria semacam dia!” seru Raizel tiba-tiba.
Gabby mengerutkan kening. Tak paham kenapa bosnya bisa berbicara demikian.
“Jangan berusaha lari lagi, Gabriella! Tempatmu di sini.”
Ucapan Raizel membuat hati Gabby berdesir lembut. Pemuda itu sama sekali tak terlihat mengancam seperti sebelumnya. Dia berkata dengan tatapan penuh harap hingga membuat Gabby sedikit terenyuh.
Sampai akhirnya Raizel menarik Gabby hingga terjatuh di pangkuannya. Kedua insan itu saling bertatapan satu sama lain, membuat jantung berpacu lebih cepat.

***


TAWANAN CINTA MAFIA TAMPANWhere stories live. Discover now