BAB 52

157 1 0
                                    

Saat itu, Raizel masih berumur dua puluh lima tahun dan sedang berkuliah di salah satu Universitas terbaik dalam kota. Pemuda itu baru saja selesai makan di salah satu restaurant junkfood di pusat kota. Dia hanya sendiri karena saat itu El Camarro dan Black Wolf belum sebesar sekarang. Raizel masih berfokus untuk memperluas jaringan dalam bisnisnya dalam jual-beli narkoba.
Baru saja Raizel mengeluarkan dompet untuk menyiapkan uang parkir, tiba-tiba ada seorang gadis kecil yang merampas dompet kulitnya.
“Eh, copet!” refleks dia berteriak lalu mengejar gadis itu.
Ada sekitar lima orang yang membantu Raizel untuk menghadangnya. Namun hal yang sangat mustahil terjadi di depan mata pemuda itu. Kelima orang yang berusaha menangkap gadis kecil itu tumbang karena kesakitan akibat ditusuk oleh garpu. Rupanya gadis itu menyembunyikan senjata di balik celananya.
Raizel semakin tertantang menyaksikan kejadian yang luar biasa di hadapannya. Seorang gadis kecil memiliki keberanian luar biasa untuk menghajar lima orang dewasa dengan membabi buta.
‘Sepertinya dia adalah petarung jalanan.’
Raizel tak merasa gentar sedikit pun. Justru dia menyeringai dan merasa semangat untuk menangkap gadis kecil tersebut.
“Kau mau aku tusuk juga?” tanya gadis itu, menggebu-gebu.
“Wah, wah! Santai anak muda! Aku tidak peduli dengan uang yang berada di dompetku. Aku hanya ingin berbicara denganmu sebentar saja. “
Raizel berusaha mendekat secara perlahan. Sebenarnya dia hanya mengalihkan perhatian untuk mencari moment yang tepat agar bisa melumpuhkan gadis itu.
“Jangan bohong! Aku nggak akan segan-segan tusuk mata kamu!” ancam gadis itu, setengah menggeram.
Raizel hanya terkekeh. Kini jaraknya sudah sangat dekat. Dalam hitungan detik, gadis itu benar-benar mengayunkan garpunya untuk mengunjam mata Raizel. Namun, dengan jurus jiujitsunya, Raizel mampu melumpuhkan gadis itu hingga garpu yang ada di tangannya terlepas.
“Argh! Ampun!” erang gadis itu dengan raut meringis.
“Aku tidak akan melepaskanmu sebelum kau bersedia untuk ikut denganku.
Gadis itu menatap Raizel dengan tatapan nanar. “Mau apa?”
“Tak perlu khawatir. Aku hanya ingin menawarimu sebuah pekerjaan yang menguntungkan dari pada harus menjadi copet di jalanan seperti ini,” jawab Raizel bersemangat.
Setelah berpikir beberapa saat, akhirnya gadis itu mau diajak oleh Raizel ke rumahnya.
Di sepanjang perjalanan, gadis itu terus menatap Raizel dengan penuh curiga melalui kaca spion dashboard mobil, sehingga membuat Raizel berkali-kali mendengus, memperhatikan raut gadis itu.
Sampai akhirnya mereka tiba di sebuah rumah megah yang halamannya sangat luas. Gadis itu merasa takjub, serasa berada di negeri dongeng. Sepasang matanya menjelajahi setiap sudut rumah, disertai mulutnya yang sudah terbuka lebar.
“Ini rumahku. Mulai saat ini kau bisa tinggal di sini,” jelas Raizel, semringah.
“Hah? Apa kau serius?” Gadis itu terperangah, seolah-olah tak percaya.
Mimpi apa dia semalam, tiba-tiba diajak tinggal di rumah besar oleh seorang pria tampan?
‘Sepertinya kisah Beauty and the Beast akan menjadi kenyataan. Bedanya, dia yang menjadi Beauty, dan aku adalah seorang beast.’
Gadis itu bergumam sepanjang perjalanan menuju ruang makan.
“Nah, sekarang kau makan dulu. Nanti akan kukenalkan kau kepada Paman, kalau dia sudah pulang.”
Raizel memerintahkan pelayan yang berkutat di dapur untuk menyiapkan berbagai macam makanan kepada tamunya.
Gadis itu lagi-lagi takjub. Meskipun saat itu di rumah Raizel hanya ada tiga pelayan yang bekerja untuknya, tetap saja baginya hal tersebut sangatlah hebat. Di jalanan, tak hanya makan sendiri, gadis itu harus terbiasa berjuang untuk mencari makanan sendiri,
Berbeda dengan di rumah Raizel, hanya dengan duduk manis saja, dia bisa mendapatkan berbagai makanan lezat yang sudah tersedia.
Setelah makanan itu tersaji di meja makan, gadis itu langsung menyantap dengan lahapnya hingga kedua pipinya menggembung,
“Wow! Santai saja gadis kecil. Nanti kamu tersedak!”
Raizel menjalin jari-jemarinya lalu menjadikannya sebagai tumpuan untuk dagu yang masih polos, belum dihias cambang tipis.
Gadis itu mengurangi kecepatan makannya, sesuai anjuran Raizel. Kemudian meminum segelas es teh manis yang turut disediakan.
“Ngomong-ngomong, kita belum kenalan. Perkenalkan, aku Raizel!”
Raizel tak perlu mengulurkan tangannya karena dia tahu bahwa kedua tangan gadis itu sedang memegang sendok dan garpu.
Alih-alih menyebutkan namanya, gadis itu hanya menggeleng sambil mengunyah.
“Maksudnya, kau tak punya nama?” tanya Raizel mengernyit heran.
Gadis itu mengangguk pelan, masih mengunyah.
“Hmm, menarik! Kalau begitu, aku harus memberimu nama.”
Raizel memandang langit-langit untuk menerawang beberapa saat hingga akhirnya tercetus satu nama.
“Baiklah. Aku sudah putuskan. Mulai sekarang namamu adalah Lascrea!”

TAWANAN CINTA MAFIA TAMPANWhere stories live. Discover now