BAB 8

601 7 0
                                    

Gabby terlihat menawan dengan bikini berwarna keemasan. Rambut hitam pekat yang semula lurus berubah menjadi cokelat bergelombang. Sementara paras cantiknya terlihat makin memukau dengan riasan tebal yang cocok untuknya.

Gabby pun mulai menaiki panggung. Pandangannya menjelajah sekliling, menyadari jika para pengunjung tengah menunggunya untuk menampilkan yang terbaik.

"Aku sangat gugup. Mereka menatapku tanpa berkedip sedetik pun. Terlebih lagi.... "

Gabby menggumam dalam hati hingga pandangannya terhenti pada sosok Raizel. Pria tampan itu tengah memperhatikan Gabby dari bangku penonton. Sorot matanya yang tajam selalu berhasil mengintimidasi.

"Aku pasti bisa! Akan kutunjukan kepada pria iblis itu," batin Gabby.

Kemudian jemari lentik Gabby mulai menyentuh dan membelai tiang. Meskipun dia belum terbiasa melakukan pole dance, tapi gerakan Gabby di atas terlihat sangat enjoy dan natural.

Raizel mulai menyunggingkan senyum, bak seorang ayah yang bangga akan perkembangan anaknya.

"Siapa dia? Anak baru?" tanya Arnold, teman Raizel yang selalu berkunjung ke bar.

"Iya! Gimana menurut lo?" Raizel balik bertanya sambil menoleh ke arah Arnold yang tengah duduk di sebelahnya.

"Tipe gue banget! Kayaknya masih polos."

Raizel meneguk alkoholnya sambil memperhatikan Gabby dengan mata terpicing.

Harus diakui bahwa Gabby begitu memikat. citranya sebagai gadis lugu tak dapat disembunyikan meskipun wajahnya dirias layaknya gadis nakal.

"Menurut lo gimana?" Arnold balik bertanya.

Raizel tersenyum kecut lalu menjawab, "Dia cuma seorang bocah."

"Tapi bocah jaman sekarang pada jago bikin bocah, Rai," celoteh Arnold lalu tertawa.

Raizel hanya terdiam. Dia terus memperhatikan Gabby yang masih menari di atas panggung. Entah kenapa perasaannya menjadi hangat. Raizel enggan mengalihkan pandangannya walau sedetik.

Pertunjukan usai. Gabby kembali ke kamar sambil terengah-engah. Dia pun menatap cermin, memperhatikan wajahnya yang penuh riasan.

"Apakah tidak apa-apa, menjadi seperti ini?" batin Gabby. Gadis itu masih menyimpan perasaan tak enak.

Sampai akhirnya muncul sosok Raizel bersama Arnold.

Sementara Lascrea sedang membantu penari lain untuk naik ke atas panggung.

"Halo gadis kecil," sapa Raizel seraya melangkah dari belakang.

Gabby melihat sosoknya dari pantulan cermin. Kemudian gadis itu bangkit dari duduknya dan menengok ke belakang.

"Kenapa?" tanya Gabby ketus.

"Wow, wow, wow! Santai!" seru Raizel, mencoba untuk memenangkan.

"Sst! Dia galak, ya?" bisik Arnold di sebelahnya.

Raizel hanya mencebik sambil mengangguk.

"Siapa lagi yang ada di sebelahmu?" tanya Gabby, menatap sinis kepada Arnold.

"Perkenalkan, aku Arnold, teman Raizel."

Arnold mengulurkan tangannya dengan antusias. Namun Gabby tak menjabatnya.

Raizel menepis tangan Arnold lalu berkata,
"Dia nggak suka basa-basi!"

Kemudian Raizel menatap Gabby sambil memasukkan kedua tangan ke kantung celana.

"Arnold tamu gue dan dia mau bayar lo buat nemenin dia," ucap Raizel menjelaskan.

Gabby menelan saliva yang terasa getir lalu menoleh ke arah Arnold. Pria itu terlihat sangat tampan dengan potongan rambut undercut yang cocok dengan wajahnya. Mata sipitnya membuat dia terlihat seksi. Terlebih lagi pria itu sengaja membuat sebelah alisnya terpotong agar terlihat keren.

"A-aku...."

"Tenang aja! Aku cuma mau kamu temenin aku ngobrol!" seru Arnold, memotong ucapan Gabby yang tampak gugup.

Gabby memainkan kuku jempolnya dengan telunjuk, pertanda gelisah. Berkali-kali dia menoleh ke arah Raizel, berharap pria itu berbaik hati untuk membebaskannya.

"Kenapa liatin gue? Sana pergi sama Arnold! Dan lagi, tolong panggil gue Pak Bos! Gue ini atasan lo! Jangan songong jadi anak!" seru Raizel, membulatkan kedua matanya.

"Sial!" umpat Gabby dalam hati. Dia hanya berdecak sambil memutar bola matanya.

Sementara Arnold mengulurkan tangan sambil tersenyum manis.

"Ayo!"

***

TAWANAN CINTA MAFIA TAMPANWhere stories live. Discover now