BAB 11

499 6 0
                                    

“Jangan mendekat!” pekik Gabby sambil berjalan mundur. Jantungnya kini berdebar kencang. Perasaan takutnya melebihi saat dia bersama Raizel.

“Kenapa? Bukankah kamu suka bersenang-senang denganku, Gabby?” tanya Arnold menyeringai.

“Aku mohon Kak Arnold! Aku belum pernah berhubungan dengan siapa pun! Aku tidak ingin melakukannya,” pinta Gabby dengan wajah memelas.

“Hahaha!” Arnold tertawa pedar. “makanya aku ngincer kamu, karena aku nggak pernah pake barang bekas, Gabby!"

“Kak Arnold!” desis Gabby, tak percaya dengan apa yang dia dengar.

Gadis itu semakin mundur hingga tangannya menyentuh lampu tidur yang berada di atas nakas.

“Ayolah, Gabby! Kau tak perlu merasa berberat hati. Aku hanya ingin memakaimu sekali.”

Setelah mengumpulkan keberanian, Gabby meraih lampu tidur di belakangnya dan dia pukulkan ke kepala Arnold sekencang mungkin saat pria itu sudah berada tepat di hadapannya.

“Argh!” Arnold mengerang sambil memegangi kepalanya yang mulai berdarah.

Gabby segera berlari ke arah pintu untuk mencoba keluar. Sayangnya, dia tak menemukan kunci yang menggantung, sedangkan pintu kamarnya masih terkunci.

“Argh!”

Gabby turut mengerang sambil mengacak rambutnya sendiri.

“Bagaimana aku bisa kabur dari sini?” batin Gabby diperam gelisah.

Sementara itu, Raizel baru tiba di rumah Arnold dan memasuki pekarangan rumahnya. Sedangkan George memilih berhenti di pinggir jalan sambil terus memantau.

Semua staff yang bekerja untuk Arnold sudah mengenal siapa Raizel, karena dia sering berkunjung ke rumah Arnold. Oleh sebab itu mereka mempersilakan Raizel memasuki rumah Arnold dengan bebasnya.

“Di mana Arnold?” tanya Raizel kepada beberapa pelayan.

“Tadi si Bos sama tamunya ke kamar, Pak,” jawab salah satu pelayan.

Raizel pun mendekati salah seorang pelayan lalu merangkulnya.

“Tolong antar saya ke kamarnya.”

Pelayan itu seketika bingung dengan perlakuan tamu bosnya.

“Ta-tapi, Pak!”

Tiba-tiba Raizel mengeluarkan pistol secara perlahan, lalu menempelkannya di pinggang pelayan.

“Kamu masih hidup, kan?”

Pelayan itu mendadak gemetar. Dia tak percaya dengan apa yang sedang dialaminya. Akhirnya sang pelayan menuruti keinginan Raizel untuk mengantar ke kamar Arnold.

Sementara itu di kamar Arnold, Gabby masih panik dan berusaha untuk mendobrak pintu dari dalam.

Arnold mengusap darahnya lalu dia jilat secara perlahan sambil menyunggingkan senyum dan menoleh ke arah Gabby.

“Kamu mau bikin permainan ini lebih seru ya, Sayang?” tanya Arnold sambil mengeluarkan kunci pintu dari saku celananya.

“Kamu nggak akan bisa ke mana-mana! Kuncinya ada di sini.”

Gabby menggertak sambil mendelik ke arah Arnold.

“Bisa-bisanya aku suka sama iblis yang lebih gila!” umpat Gabby dalam hati.

Dalam hitungan detik, Arnold pun segera menyergap Gabby dan menggendongnya hingga gadis itu meronta-ronta.

“Lepasin! Tolong!”

Arnold mengempaskan tubuh Gabby ke atas kasur, lalu menindihnya sambil memegangi kedua pergelangan tangan Gabby dengan kencang.

Sementara itu Raizel dan salah satu pelayan telah tiba di depan kamar Arnold.  Raizel pun memerintahkan pelayan untuk mengetuk pintunya dengan kencang. Tentu saja pelayan itu menurut dari pada harus mati konyol akibat luka tembak.

Di dalam kamar, Arnold masih sibuk menggerayangi tubuh Gabby dan berusaha untuk membuka paksa bajunya dengan sebelah tangan. Namun belum sempat hasratnya tersalurkan, dia mendengar pintu kamarnya diketuk dengan sangat kencang.

“Pak! Tolong, Pak!”

Awalnya Arnold tak ingin menghiraukannya dan terus melanjutkan aktivitas yang menyenangkan. Namun ketukan dan teriakan pelayan yang makin kencang itu berhasil membuat Arnold naik pitam karena merasa terganggu.

“Argh! Apaan sih?” teriak Arnold lalu meraih kunci di atas nakas dengan kasarnya. Dia berjalan untuk membuka pintu dan melihat siapa sosok yang berani mengganggu di tengah kesenangan.

Gabby hanya bisa meringkuk sambil menangis akibat syok yang begitu hebat.

Setelah Arnold berhasil membuka pintu, tiba-tiba dia melihat pemandangan yang begitu mengejutkan.

Terlihat sosok Raizel yang mengapit leher pelayan dengan lengannya sambil mengacungkan pistol ke depan wajah Arnold.

***

TAWANAN CINTA MAFIA TAMPANWo Geschichten leben. Entdecke jetzt