BAB 71

120 1 0
                                    


Untung saja semalam Gabby meminta bantuan kepada ajudannya untuk mengendarai mobil George, karena pemuda itu terlalu mabuk. Alhasil sekarang George bisa pulang sendiri tanpa harus mengendarai taksi. Usai George beranjak dari apartemen tersebut, Gabby pun segera berhambur dari dalam kamar untuk menghampiri kamar Raizel.

'Aku harus menjelaskan semuanya!'

Gabby menekan bell pada pintu apartemen Raizel, bahkan mengetuk pintu juga. Sebenarnya Raizel dapat melihat dari monitor bahwa seseorang yang ada di depan kamarnya adalah Gabby. Namun, dia memilih untuk diam sejenak dan sengaja membuat Gabby gelisah karena pintunya tak kunjung terbuka.

'Ayo, Rai, buka!'

Raizel bergeming di depan monitor. Kedua tangannya terlipat di depan dada seraya memperhatikan raut Gabby yang tampak panik. Setelah menunggu sekitar dua menit, akhirnya Raizel bersedia membukakan pintu.

Terlihat jelas wajah tampan Raizel yang menatapnya dingin saat pintu kamar itu terbuka. Tanpa aba-aba, Gabby segera memeluknya dengan erat hingga pria itu terdorong ke dalam kamar dan pintunya kembali tertutup.

"Maafin aku!" bisik Gabby, seraya menghirup aroma tubuh Raizel dalam-dalam untuk sekadar melepas rindu.
Raizel terdiam, dia masih enggan untuk berkata-kata setelah menyaksikan dua kejadian yang membuat jantungnya berdenyut ngilu.

"Aku tahu kamu marah dan kecewa banget sama aku, tapi aku bisa berusaha jelasin ke kamu apa yang terjadi."

Alih-alih membiarkan Gabby terus bicara, Raizel malah melepas pelukannya lalu menggendong Gabby hingga mengempaskannya ke kasur.

"Apa dia melakukan ini?"

Raizel melepas pakaiannya dan merobek paksa pakaian Gabby.

"Rai? A—apa yang kamu lakukan?" Gabby menatap nanar, kenapa dirinya seolah-olah mau diperkosa?

Gabby tak berontak, hanya saja dia merasa kebingungan dengan sikap Raizel yang tiba-tiba mengajaknya bercumbu, bukan marah atau memaki setelah melihat kesalahpahaman yang terjadi. Apa yang dilakukan oleh Raizel kali ini benar-benar di luar ekspektasi Gabby.

"Jawab, Gabby! Apa dia melakukan ini?"

Pertanyaan pria itu cukup mengentak, membuyarkan lamunan Gabby yang telah dirundung kebingungan.

Sampai akhurnya Raizel meraih kaki jenjang Gabby yang begitu mulus, lalu menjilatnya sehingga darah Gabby berdesir lembut. Gadis itu pun menggeleng, dengan maksud menjawab pertanyaan tadi.

"Kalau ini? Apa dia melakukannya?"

Raizel mengangkat tubuh Gabby yang semula terlentang di kasur, kini menjadi terduduk di pangkuannya. Pemuda itu pun menghirup ceruk leher Gabby hingga gadis itu merasa kegelian sekaligus merasakan sensasi nikmat yang luar biasa.

Sekali lagi Gabby menggeleng dengan napas yang sudah mulai tak teratur. "Semalam kita nggak lakuin apa-apa, Rai. Dia cuma mabuk berat dan aku bingung buat bawa dia ke mana. Aku bahkan tidur di sofa untuk menghindari tidur berdua," ucap Gabby dengan suara bergetar.

Raizel menghentikan aktivitasnya lalu menatap Gabby lekat-lekat. Sepasang manik indah itu memancarkan sorot kejujuran hingga terbesit suatu keyakinan pada hati Raizel yang mengatakan bahwa Gabby tak berkhianat.

Pandangan Raizel turun ke bibir ranum Gabby hingga dia mengusap lembut bibir itu dengan jempolnya.

"Kau tak perlu menjelaskan panjang lebar, Gabb! Aku hanya ingin mengingatkan kamu satu hal agar kamu tak bertindak terlalu jauh," bisik Raizel dengan tatapan sendu.

Gabby memicingkan matanya, melihat wajah Raizel yang semakin dekat.

"Apa itu?" bisik Gabby penasaran.

Raizel semakin mendekatkan wajahnya lalu berbisik, "Kamu hanya milikku!" Kemudian melumat bibir mungil Gabby dengan lembut.



****


TAWANAN CINTA MAFIA TAMPANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang