Bab 47

187 2 0
                                    

George sudah tak bisa memasuki El Camorra lagi karena dia khawatir wajahnya sudah dikenali oleh beberapa staff Raizel. Meskipun George sangat jenius dengan IQ-nya yang 148. Namun pria itu bukan tipe orang yang sombong dan percaya diri jika Raizel bersama Richardo tak akan berhasil menangkapnya. George berpikir, pasti di sana Raizel juga mempersiapkan rencana yang matang untuk menyerang balik. Sampai akhirnya George memutuskan untuk mengamati pergerakan Richardo saja seperti semula.

Setiap akhir pekan, George selalu membuntuti Richrardo tanpa disadari oleh pria paruh baya tersebut. Dia bahkan menyewa mobil, khawatir jika Richardo mengenalinya. Dia mengikuti ke mana mobil SUV berwarna putih itu meluncur hingga akhhirnya berhenti di depan bangunan tua yang tampak besar. Dari luar, ruangan itu tampak usang dan tak terawat. Namun, pada kenyataannya, penampakan di bagian dalam sangat berbanding terbalik dengan penampakan di bagian luar.

George menghentikan mobilnya, beberapa meter di belakang bangunan tua tersebut. Dia melihat beberapa jenis mobil lain yang turut berhenti dan parkir di halaman depannya. Rupanya tak hanya Richardo yang mengunjungi tempat aneh tersebut. Ada beberapa pria lain berjas putih turun dari mobil. Anehnya, mereka serempak menggunakan topeng dengan model yang berbeda.

“Gokil! Ini komunitas apa lagi?” desis George, memicingkan matanya.

Sepertinya di dalam bangunan itu sangat berbeda dengan El Camorra. Apa mereka masih bagian dari El Camorra?

Tak lama, George juga melihat Richrardo turun dari mobilnya dengan menggunakan topeng juga. Dia memperhatikan setiap detik gerak-gerik dari mereka yang mulai memasuki bangunan dengan menyerahkan sebuah kartu tanda angota.

“Bagaimana caranya aku bisa memasuki tempat itu?”

George berpikir keras dalam mobil sambil memperhatikan jenis topeng yang dipakai oleh pengunjung terakhir, pria tinggi yang memiliki perawakan hampir serupa dengan George. Seketika dia mengeluarkan ponselnya untuk memotret pria itu beserta mobilnya. Kemudian memilih untuk pergi ke suatu tempat.

“Aku akan memasuki tempat itu bagaimana pun caranya,” gumam George, tersenyum penuh arti

***

Waktu sudah menunjukkan pukul 00.00 tapi Gabby tak kunjung terlelap. Dia malah bersantai di kamarnya sambil membaca sebuah buku yang diam-diam dia ambil dari perpustakaan milik Raizel. Gadis itu tersipu saat membaca isi dari buku yang berjudul ‘Tips Membuat Pasangan Bahagia dalam Bercinta.’ Sejak merasakan pengalamannya dengan Raizel, Gabby jadi sering mencari tahu beberapa artikel mengenai hubungan intim tersebut. Pasalnya, sejak dia mengalami pubertas hingga di usianya yang menginjak dua puluh tahun, dia tak terlalu suka hal-hal yang berbau sensual. Justru gadis itu kerap kali merasa jijik tiap teman-temannya saling berbagi tontonan dewasa, walaupun dia pernah ikut menonton karena dipaksa salah satu temannya di kelas.

‘Pantes aja dulu temen-temen suka sama hal-hal kayak gini’

Dia tak pernah membayangkan jika berhubungan langsung jauh lebih menyenangkan dari pada melihat secara virtual. Gabby pun menggeleng seraya terkekeh saat membayangkan kekonyolannya semasa sekolah. Sampai akhirnya dering ponsel yang berbunyi dengan getaran khasnya membuat Gabby sedikit terperanjat. Apalagi saat dia melihat nama “Mas Ganteng” yang terpampang pada layarnya.

Walau sedikit berbebar, Gabby tetap menerima panggilan dari bosnya itu. Dia meletakkan ponsel berukuran 6x7 inci itu di telinga kanannya seraya berkata, “Halo!”

“Hai, kamu lagi sibuk? Kok, belum tidur?”Dengan spontan, Raizel bertanya di balik panggilannya.

Gabby mengulum senyum sambil mengusap tengkuknya, lalu menjawab, “Enggak sibuk, sih. Emang kenapa?”

“Aku ada di depan kamar kamu, nih. Buka pintunya, dong!”

Gabby membulatkan matanya, seolah-olah tak percaya. Untuk apa Raizel tengah malam datang ke kamarnya?

***

TAWANAN CINTA MAFIA TAMPANWhere stories live. Discover now