BAB 35

241 1 0
                                    

Setibanya di rumah, George segera berlari ke kamar Jonathan untuk menggeledah barang-barang sepeninggalannya.

“Kenapa aku nggak mencurigainya dari awal?” desis George sambil sibuk membuka laci dan lemari.

Pemuda itu baru menyadari satu hal bahwa Danny merupakan ajudan Richardo, mantan bawahan Jonathan yang karirnya melejit pesat dengan sangat mudah dan tak masuk akal. Bagaimana jika kecurigaan George benar? Bahwa orang yang memerintah Danny adalah Richardo. Terlebih lagi, kenapa pria paruh baya itu tiba-tiba mengajak George makan siang setelah mengetahui bahwa dia pergi untuk menemui Danny hari itu juga? Apa benar hanya sekadar berbela sungkawa? Namun, kenapa dia tak berbela sungkawa sejak awal? Sejak hari pertama George merasa terpukul dan kehilangan.

Sebuah tanda tanya besar berkelindan dalam benak. Sampai akhirnya George berhasil menemukan sebuah brankas kecil di dalam lemari. Dia mencoba berbagai kata sandi tapi nihil. Brankasnya tak dapat dibuka hingga George bergeming beberapa saat. Dia mencoba berpikir dan menemukan ide untuk membuka sandi tersebut menggunakan tanggal lahirnya sendiri.

George menghela napas panjang sebelum akhirnya memantapkan diri untuk menekan tombol yang ada pada brankas. Usai memasukan nomor terakhir, terdengar suara dari layar brankas yang menunjukkan tanda ceklis.

“Yes!”

Akhirnya brankas berhasil terbuka.

George membuka pintu brankas secara perlahan hingga dia menemukan sebuah buku catatan kecil yang tersimpan bersama beberapa uang. Dia pun meraih buku tersebut dan membuka lembar demi lembar secara perlahan. Isinya hanya beberapa catatan kasus yang pernah dia ungkap. Sampai akhirnya George menemukan satu-satunya tulisan di lembar terakhir yang ditulis agak besar di rata tengah.

“El Camorra?”

George mengernyit untuk memahami apa maksud di balik tulisan tersebut.

“Apa mungkin ini adalah kasus yang sedang diselidiki ayah hingga merenggut nyawanya?”

Pemuda itu menelan saliva yang terasa getir hingga akhirnya mengantungi buku catatan tersebut setelah menutup kembali brankas beserta lemari ayahnya.

“Aku harus mencari tahu.”

Dia bergegas ke ruang kerja ayahnya untuk menyalakan perangkat komputer dan berselancar di internet. Jemarinya menari di atas papan ketik, memasukkan kata kunci “El Camorra” ke mesin pencarian.

Telunjuknya menggulir tombol kecil di bagian mouse. Mencari beberapa artikel yang bermunculan sesuai kata kunci. Namun, tak ada sesuatu yang mencurigakan di sana.

George meregangkan ototnya dengan menjalin jari-jemari lalu mengulur tangannya ke depan hingga terdengar suara bergemertak. Dia pun menghela napas gusar seraya berpikir, bagaimana caranya menemukan El Camorra?

Entah dari mana sebuah ide melintas begitu saja dalam benak George hingga membuatnya bergumam, “Apa aku cari di dark web?”

Idenya membuat pria itu bergerak untuk melancarkan aksinya, mengakses dark internet. Untung saja dia sudah terbiasa berselancar di sana karena sering memata-matai tersangka yang melakukan transaksi barang haram.

Setelah membuka browser tor dan memasukkan sebuah situs yang hanya bisa diakses melalui dark web, George pun mengetik ulang nama El Camorra di mesiin pencarian.  Sampai akhirnya dia mengulas senyum saat melihat banyak artikel yang bermunculan tentang sebuah klub malam di pinggiran kota. Dia bahkan menemukan alamat El Camorra yang tertera di sana, beserta beberapa ulasan menarik dari para pelanggan tetap.

“Sepertinya ini bukan club malam biasa,” desis George sambil mengusap-usap dagunya yang dihias cambang tipis.

Pemuda itu pun mencatat alamatnya di ponsel untuk berjaga-jaga.

“Aku harus menemukan tempat ini!” serunya dengan antusias.

TAWANAN CINTA MAFIA TAMPANWhere stories live. Discover now