Bab 60

151 1 0
                                    

George membuat janji temu dengan Dion di sebuah cafe bar untuk membahas perkembangan investigasinya hingga detik ini. Dia tak merasa luwes jika harus mengobrol di kantor, karena para senior sudah melarang George untuk merngusik Richardo. Sepertinya mereka sudah mengetahui tentang Richardo dan tak ingin berurusan dengannya.

George mengangkat tangan kanan untuk mrlihat arlojinya. Kemudian mengedarkan pandangannya untuk mencari keberadaan Dion yang tak kunjung terlihat. Sudah empat pu;uh lima menit berlalu, Dion tak kunjung datang.

Tak biasanya Dion telat. Sepertinya ada sesuatu. Tak lama berselang, sebuah notifikasi pesan terdengar dari ponselnya. Rupanya itu Dion, namanya terbaca di pop up notifikasi. George pun membaca pesan tersebut yang bertuliskan, “George, sorry gue gabisa datang, soalnya mendadak suruh temenin nyokap arisan.”

George menghela napas gusar seraya menggeleng. Kemudian mengantungi ponselnya kembali dan berniat untuk pergi dari cafe bar. Namun, baru saja dia beranjak dari kursi barnya, tiba-tiba pria itu tak sengaja menabrak wanita yang tengah memegang segelas bir, hingga birnya tumpah dan membasahi mermaid dress milik wanita itu.

“Aduh, maaf!” seru George, panik.

“Yah, bajuku basah,” rengek wanita berambut bondol dengan kacamata hitamnya itu. Rupanya dia adalah Gabby.

“Maaf, ya! Saya benar-benar nggak sengaja,” ucap George dengan raut wajah yang masih panik.

“Minta maaf doang nggak bikin kering, Mas!” sindir Gabby, masih sibuk mengusap-usap bajunya yang terkena tumpahan bir. “Apalagi minumku jadi setengah gini. Kebuang sia-sia.”

George meringis seraya menggaruk tengkuk yang tak gatal.

“Kalau gitu saya pesankan minum lagi, biar saya yang bayar. Silakan duduk dulu di sini!”

George menuntun Gabby untuk duduk di kursi bar, lalu dia meminta tisu kepada bartender agar Gabby bisa memakainya untuk lap bajunya yang basah.

“Sekali lagi aku minta maaf, ya. Nanti aku bertanggung jawab untuk membayar biaya laundri. Ini nomor saya. Kamu boleh kirim kuitansi lewat Whatsapp, biar nanti saya transfer,” ucap George, setelah merobek buku catatan investigasinya dan menuliskan nomornya di sana.

Gabby tak menolak. Dia menerima secarik kertas yang diberikan oleh George.

“Oke! Saya hargai tanggung jawab Anda. Terima kasih.”

George mulai tersenyum, membuat ketampanannya semakin menguar.

“Lagi buru-buru emang, sampe nabrak gitu?” tanya Gabby dengan sebelah alis yang terangkat.

“Hmm, enggak, sih. Tadi Cuma mau janjian sama temen di sini, tapi mendadak temennya gabisa datang. Jadi saya berniat pulang,” jawab George setelah memesan dua gelas bir kepada bartender.

Gabby hanya manggut-manggut mendengar penjelasan George.

“Nama kamu siapa? Kenalin, aku Anggela!”

Gabby mengulurkan tangannya seraya tersenyum lebar.

George terdiam sejenak, memperhatikan uluran tangan mungil di hadapannya. Sampai akhirnya George tersenyum dan menjabat tangan itu sambil berkata, “Aku Ello.”

‘Hmm, dia juga pakai nama samaran ternyata.”

George tak ingin mengambil resiko untuk menyebutkan nama aslinya kepada orang asing.

“Oke, kalau begitiu salam kenal Elo!” seru Gabby, tersenyum ramah.

Sama seperti wanita itu, George pun mencoba tersenyum ramah hingga sebelah lesung pipinya terlihat.

Sama seperti wanita itu, George pun mencoba tersenyum ramah hingga sebelah lesung pipinya terlihat.

“Kamu biasa ke sini?” tanya Gabby, berusaha mengajak ngobrol.

George menggeleng pelan. “Enggak juga, sih. Cuma kalau lagi mau aja baru ke sini.”

Gabby manggut-manggut, mencoba memahami.

“Kamu sendiri, udah sering ke sini?” George mencoba bertanya kembali.

“Hmmm, lumayan,” jawab Gabby sambil meminum birnya.

“Berarti udah nyobain banyak jenis minuman di sini, ya?” tanya George.

Gabby mengangguk. Padahal ini kali pertama dia meminum alkohol. Untung saja Raizel memberikan banyak edukasi terlebih dahulu tentang minuman, sehingga dia menjadi sedikit paham dan berlagak sudah biasa miinum alkohol.

“Kapan-kapan gantian aku yang traktir, boleh?” tanya Gabby dengan sorot mata berbinar.

TAWANAN CINTA MAFIA TAMPANWhere stories live. Discover now