Bab 86

106 0 0
                                    

“Welcome to my kingdom!”

George membuka pintu rumahnya lalu menjulurkan sebelah tangan untuk mempersilakan Gabby masuk terlebih dulu. Gadis itu tersenyum manis sambil menepuk bahu George hingga akhirnya melangkah ke dalam rumah yang cukup besar untuk ditempati seorang diri itu.

Pandangan Gabby menjelajah seisi ruangan, memberikan kesan takjub saat melihat rumah megah yang cukup rapi dan estetik.

“Wah! Kamu tinggal sendirian di sini?” tanya Gabby dengan tatapan seolah-olah tak percaya.

George hanya mengangguk sambil tersenyum simpul, lalu meraih dagu lancip Gabby hingga gadis itu mendongak.

“Tapi sebentar lagi jadi berdua.” Kemudian George mendekatkan wajah, seperti ingin mendaratkan bibirnya.

Gabby menghindar lalu terkekeh. “Kamu ini! Baru juga sampe udah mau nyium aja.”

George ikut terkekeh seraya menggeleng pelan.

“Yaudah, kalau gitu kamu mau makan lagi atau langsung ke kamar aja?” tanya George dengan tatapan mengerling.

“Aku masih kenyang. Gimana kalau kita room tour dulu? Aku penasaran sama calon rumah kita,” jawab Gabby dengan sedikit menggoda.

“Oke! Ayo aku tunjukin beberapa ruangan di rumah ini!” George merangkul Gabby lalu mengajaknya untuk mengelilingi rumah dan menunjukkan beberapa tempat. Mulai dari ruang televisi, ruang makan, beberapa kamar, dapur, bahkan taman di belakang rumah. Sampai akhirnya mereka tiba di depan pintu berwarna cokelat dengan pegangan berwarna emas.

“Itu ruang kerja sekaligus ruang pribadi aku.”

Gabby menelan ludah saat melihat pintu tersebut. ‘Sepertinya di sana ada beberapa barang bukti yang dia sembunyikan.’

Gabby memberanikan diri untuk bertanya apa isi di dalam ruangan itu.

“Boleh lihat, nggak?”

George mengangkat kedua alisnya lalu mendadak kikuk di depan Gabby. Pasalnya, hingga saat ini dia belum terbuka mengenai pekerjaan yang sesungguhnya. Bahkan dia belum mengaku jika namanya adalah George, bukan Ello. Meskipun dia sudah berniat akan bercerita yang sesungguhnya pada esok hari.

Pada akhirnya, George perlu mencari alasan terlebih dulu agar Gabby tidak penasaran lagi dengan segala sesuatu yang bersifat pribadi tentangnya.

“Emm, untuk saat ini jangan dulu, ya! Karena masih ada beberapa hal yang belum aku bahas sama kamu.”

Gabby mengerucutkan bibirnya, menunjukkan sedikit rasa kecewa.

“Jangan marah dong, Sayang. Gimana kalau kita langsung ke kamar aja!” bujuk George seraya meletakkan kedua tangannya di bahu Gabby. Pemuda itu menatap Gabby lekat-lekat seraya memamerkan deretan giginya yang tampak rapi dan putih berseri.

Entah kenapa tatapan George mampu membuat detak jantungnya berpacu lebih cepat. Tatapan itu terasa lebih hangat. Berbeda dengan tatapan Raizel yang selalu terasa mengintimidasi.
Gabby menyerah dibuatnya. Dia pun menghela napas dan berkata, “Baiklah.”

Pada akhirnya gadis itu setuju dan George mulai menggendong dia untuk pergi ke kamarnya.

Sesampainya di kamar, George melepaskan tubuh Gabby di atas kasur secara hati-hati.

“Aku mandi dulu, ya!” serunya dengan lembut.

“Emang sebelum ke restauran nggak mandi?” tanya Gabby, mengernyit heran.

“Mandi, lah. Cuma biar seger lagi aja. Kenapa? Kamu mau ikut?” goda George.

“Ih, pede! Udah sana mandi!”

Gabby memukul dada George hingga pria itu terkekeh.

“Hehe, yaudah aku mandi dulu!” Tanpa berlama-lama. George pun melangkah ke kamar mandi dan mulai menanggalkan seluruh pakaiannya di dalam sana.

Setelah Gabby mendengar suara percikan air dari dalam kamar mandi, dia pun melancarkan aksinya untuk menggeledah kamar George saat itu juga.

****

TAWANAN CINTA MAFIA TAMPANWhere stories live. Discover now