BAB 38

220 2 0
                                    

“Sini saya bantu bawakan,” ucap salah satu ajudan, ngambil beberapa tas belanjaan Gabby.

Dengan perasaan bimbang, dia pun menyerahkan semuanya kepada ajudan Raizel dengan tergesa-gesa.

“Maaf, Pak. Boleh bawakan semua? Saya mendadak ada keperluan yang harus saya selesaikan terlebih dulu.”

Tanpa menunggu jawaban dari ajudan tersebut, Gabby lekas berlari mengejar Raizel. Dia khawatir kehilangan jejaknya. Sampai akhirnya Gabby melihat selintas punggung lebar Raizel yang memasuki kamar Lacrea.

“Ah, itu dia!”

Gabby berjalan mindik-mindik untuk mengintip sekaligus menguping percakapan Raizel dan Lascrea di dalam sana. Untung saja Raizel tak menutup rapat pintunya sehingga menciptakan celah kecil untuk dia mengintip.

‘Apa yang mereka bicarakan?’

Gabby tak dapat mendengar jelas ucapan mereka karena Lascrea dan Raizel berbicara dengan suara pelan. Sampai akhirnya Gabby harus dikejutkan oleh pemandangan yang begitu membuat jantungnya hampir copot.

Lascrea berciuman dengan Raizel.

Itu yang Gabby lihat dari sudut pandangannya. Entah kenapa paru-parunya meradang menyaksikan hal tersebut. Seperti ada sesuatu yang meremas jantungnya hingga dia tak tahan lama-lama berada di sana.

Tanpa pikir panjang, Gabby pun memilih pergi ke kamarnya dengan perasaan yang tak mampu ia jelaskan.

Sementara Raizel segera melepas ciuman tersebut dengan mencengkram kedua pundak Lascrea untuk mendorongnya agar sedikit menjauh.

“Rea! Lo gila, ya?” bentak Raizel seraya menjegil.

Lascrea hanya tertunduk sambil menggigit bibirnya. Ini kali pertama dia memagut bibir lembut Raizel yang selalu dia impikan.

‘Mati gue! Kalau udah kayak gini, gimana? Kenapa gue bertindak sebodoh ini, sih?’

Raizel bertolak pinggang seraya mengembuskan napas secara kasar.

“Aduh, Rea ... Rea! Kalau lo udah gabisa nahan buat lampiasin hasrat lo, bilang! Biar gue cariin cowok atau perlu gue sewain yang paling mahal biar aman dan nggak penyakitan.”

Dengan spontan Lascrea mendongak, menatap Raizel dengan tatapan heran.

“Ma-maksud Pak Bos?” tanya Lascrea, mengerutkan kening.

“Itu lo tiba-tiba nyipok gue karena lagi horny, kan? Pantesan marah-marah mulu. Nggak usah sungkan kalau mau gue sewain cowok. Jangan malah lampiasin ke gue. Gue tau gue ganteng, seksi, tapi nggak gitu juga.”

“Hah?”

Lascrea terperangah dengan ucapan bosnya. Jadi, saat ini Raizel menganggap Lascrea sedang membutuhkan sosok pria untuk melampiaskan hasratnya? Bukan berpikir kalau wanita itu memang mencintainya dan sudah lama menginginkannya?

Seketika Lascrea mendengus kasar seraya menggeleng.

‘Sampai tahap ini pun kamu nggak peka, Rai. Terlalu polos atau emang nggak pernah nganggap aku sebagai wanita, sih?’

“Pantes kamu nggak  mau aku belanjain. Kalau gitu, kamu aku kasih cuti seminggu buat bersenang-senang sama cowok, gimana?”

‘Argh! Aku mayunya kamu Raizel Eliezer!’

Lascrea menghela napas panjang lalu menyeret Raizel untuk keluar dari kamarnya.

“Lebih baik Pak Bos keluar dari kamarku. Aku mau menyendiri dulu.”

Raizel melangkah terseret-seret hingga dia tiba di luar pintu kamar.

“Eh, tapi gimana sama tawaranku, kamu mau, nggak? Kenapa malah mau menyendiri di kamar?”

Sebelah tangan Raizel menahan pintu yang mau tertutup. Sementara Lascrea masih memandang bosnya itu dengan tatapan sebal.

Selang beberapa detik, tiba-tiba Raizel mengerling dengan tatapan jahil.

“Oh, aku tahu. Kamu sendirian pasti karena mau senam jari, kan? Pantesan nggak pernah manjangin kuku.”

Kali ini kesabaran Lascrea sudah habis. Dia pun menggeram, memarahi Raizel hingga pria itu cukup terentak dan menghentikan senda guraunya.

“Pak Bos! Bisa diam, nggak? Aku mohon!”

Raizel melepas tangannya dari pintu secara perlahan hingga Lascrea berhasil menutupnya dan mengunci dari dalam.

Dengan raut meringis, Raizel menggaruk pelipisnya lalu bermonolog sendiri.

“Apa yang salah?” Dia menatap langit-langit untuk berpikir. “Mana gue diusir lagi! Sebenernya ini rumah siapa, sih?”

TAWANAN CINTA MAFIA TAMPANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang