CHAPTER 32

88 17 2
                                    

•Ayah•

"Dia meninggal nona!" Hans, pria itu tengah berdiri dengan wajah cemas dan napas yang tersenggal-senggal.

"Ayah anda nona! Ayah anda meninggal," lirih Hans yang membuat Keisha tiba-tiba saja kehilangan oksigen beberapa detik.

"Nona!" Keisha menjatuhkan tubuh ke lantai yang membuat Hans terkejut.

"A--yah? Ayah ku?" Keisha menangis tersedu-sedu memegangi dad4nya yang terasa sangat-sangat sesak. Begitu pedih hidup nya ini, bahkan Tuhan saja tidak bisa membuat nya tersenyum dalam sehari saja.

"Maafkan saya nona, maafkan saya karena membawa kabar buruk ini," tutur Hans. Yang membuat Keisha menggeleng.

"Tidak! Ay---ayahku! Tidak mungkin!"

"Keisha! Keisha!" Aldrich datang tepat setelah mendapatkan kabar jika Ricard baru saja menghembuskan napas terakhir pagi ini.

"Keisha!" Aldrich berlari memeluk wanita yang nampak begitu rapuh itu. Dirinya tahu bagaimana sayangnya Keisha pada Ayahnya meskipun acapkali sering di sakiti dan di hina.

"A---ayahku! Ayahku tidak mungkin meninggal kan aku kan?!" Keisha memeluk erat Aldrich. Dirinya melepaskan segala nya di dalam dekapan hangat lelaki itu.

"Kau yang tabah Kei," ujar Aldrich yang semakin memeluk erat Keisha.

Hans hanya diam dan menunduk, dirinya juga merasa kan bagaimana sakitnya kehilangan orang tua. Karena Hans adalah anak yang tumbuh tanpa kasih sayang keduanya.

"Ayo kita pulang Kei," ajak Aldrich.

•••

Di sini lah mereka di dalam jet pribadi milik Aldrich yang kini tengah terbang menuju tempat tujuan.

Aldrich sedari tadi terus menggenggam tangan Keisha berusaha untuk terus menguatkan Keisha. Nampak sudah Aliza tertidur di dalam kamar jet pribadi nya itu.

"Sudah tak apa Kei, kau harus kuat." Aldrich membuat Keisha semakin larut dalam kesedihan nya saja.

Setelah menempuh perjalanan yang cukup panjang akhirnya mereka sampai. Tepat saat malam harinya nampak rumah Ricard telah penuh dengan orang-orang yang berpakaian hitam. Beberapa dari mereka sudah meninggalkan tempat dan pulang masing-masing ke rumah mereka.

Keisha berjalan dengan cepat memasuki rumah Ricard sembari membawa Aliza dalam pelukan nya.

"Ayah!" Keisha semakin histeris membuat Zafira dan Tina langsung beralih.

Tina membulat kan matanya menatap tak percaya orang yang berada di depannya ini adalah orang yang beberapa tahun lalu dirinya bunuh.

"Ke---keisha?" Tina bagaikan tertampar, melihat Keisha tengah bersimpuh menangisi jasad Ricard yang sudah terbujur kaku.

"Apa yang terjadi Ma?" tanya Keisha menatap Zafira dan Tina secara bergantian yang terlihat keduanya mematung bak patung.

"Keisha, ke---napa kau bisa ada di sini?" tanya Tina yang membuat Keisha lupa jika dirinya telah di nyatakan meninggal 3 tahun yang lalu.

"Tidak mungkin kau bangkit dari kuburan kan?" timpal Zafira.

"Itu bukan hal yang penting sekarang Ma! Apa yang terjadi dengan Ayah? Ke---napa Ayah jadi seperti ini?" geram Keisha.

"Ayah mu terkena serangan jantung," ucap Zafira yang menunduk dalam.

"Serangan jantung? Tetapi Ayah kan---"

"Apa urusannya dengan mu, 3 tahun lalu kau memalsukan kematian mu dan datang seperti orang tanpa rasa bersalah?! Ck! Perempuan penipu!" pekik Tina yang membuat Keisha mengerutkan keningnya.

"Dan siapa anak kecil yang kau bawa itu?! Apakah dia anak har4m dari perbuatan kejimu? Mana mungkin Tuan Al---"

"Cukup Tina! Jaga mulutmu, kau bisa menghina ku tapi jangan putri ku! Yang jelas putri ku ini bukan anak yang kau bicarakan itu! Seharusnya kau berkaca sebelum menghina!" balas Keisha yang membuat suasana tiba-tiba berubah menjadi lebih mencekam.

"Kau menyuruhku berkaca?! Ck, kau tidak lihat dirimu lahir dari rahim mana?" cemooh Tina.

"Cukup Tina! Apakah kau tidak malu dengan Ayah?! Kau bahkan berani menghina ku di hadapan jasad Ayah!" hardik Keisha.

"Kau di sini hanya anak yang tidak di ingin kan jadi---"

"Diam kau! Jika kau terus menghina istriku maka ku pastikan malam ini juga kau akan menyusul Ayahmu!" lerai Aldrich yang sudah muak dengan Tina yang terus mengajak Keisha bertengkar. Bahkan mereka tidak malu saat sebagian orang yang datang melayat menyaksikan pertengkaran mereka.

Keisha menunduk dalam, bahunya kembali bergetar menguatkan dekapan nya pada Aliza yang nampak sedang kebingungan.

"Ayah---ini---aku membawa cucu mu, ini cucu Ayah!" ucap Keisha dengan nada bergetar.

"Liza, ini Kakek nak. Kakek yang slalu Mama ceritakan padamu," ungkap Keisha.

"Ini grandpa? Tetapi Mami kenapa grandpa berbaring di lantai Mami? Lantainya kan kotor Mami," tanya Aliza.

Pertanyaan Aliza semakin membuat Keisha menangis. Aliza bahkan belum bisa bertemu secara langsung dengan Ricard sedangkan sekarang Aliza harus menemui Kakeknya dalam keadaan sudah tak bernyawa.

"Grandpa, ini Liza grandpa."

•••

Pagi harinya setelah pemakaman selesai mereka semua kembali ke rumah Ricard. Kini semuanya tengah berkumpul di ruang tengah akan mendiskusikan masa depan perusahaan yang Ricard tinggalkan.

"Sudah di pastikan jika aku yang menjadi pewaris tunggal," ujar Tina dengan percaya diri.

"Karena kau tiba-tiba datang seperti ini tentunya jangan berharap harta sepeser pun dari Ayah," lanjut Tina.

"Benar Keisha, karena Ayahmu mengira kau sudah meninggal maka dari itu kau tidak akan mendapatkan apa-apa dari pembagian harta warisan Ayahmu," sambung Zafira yang membuat Keisha menghela napas kecil.

"Aku juga tidak berharap harta Ayah sepeser pun," balas Keisha.

"Baguslah setidaknya kalian tidak akan bertengkar tentang harta warisan dan secara---"

"Secara jau juga bukan anak SAH Ayah! Jadi, mau kau hidup atau mati tetap saja kau tidak akan bisa mendapatkan apa-apa!" potong Tina yang seperti mengabaikan ancaman dari Aldrich kemarin malam.

"Ambil semua harta yang tidak berguna itu! Bahkan harta sekecil itu kalian begitu sombong! Ah aku lupa, ini! Baca baik-baik!" Aldrich langsung melemparkan sebuah kertas ke depan Zafira membuat wanita paruh baya itu segera mengambil dan membacanya.

Awalnya ekspresi Zafira biasa saja saat membaca surat tersebut hingga tiba-tiba saja wajahnya menjadi pucat pasi.

"Tidak mungkin! Ini pasti palsukan?!" tanya Zafira yang membuat Tina langsung merebut kertas tersebut.

"Apa-apaan ini?!" Tina langsung merobek kertas itu membuat Aldrich menyeringai.

"Well, kalian hanya mendapat rumah ini! Selebihnya semuanya atas nama ibu Keisha jadi otomatis semua harta yang atas nama ibu Keisha adalah milik Keisha bukan?" ucap Aldrich yang melipat tangannya di depan dadanya.

"Tidak! Ini tidak adil! Mana mungkin! Mana mungkin Ayah mau mewariskan harta nya pada anak har4m itu!" erang Tina tak terima.

"Bisa saja jika Ayahmu terlalu mencintai nya,"

Jangan lupa vote dan komen yah ges yahyah)

THE PACHINKO [SELESAI]जहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें