39 | Hold Me Tight

Start from the beginning
                                    

Tidak mau membuat putrinya bersedih, Denis memanggil suster untuk melepas infusnya dan secepat mungkin mengganti pakaian pasien dengan pakaian santai.

"Kamu belum pulih, Denis. Tetap di sini biar Chika yang diantar ke sini."

"Mama saja yang di sini, Denis tidak mau berlama-lama di tempatnya orang penyakitan," Denis kembali mengabaikan teriakan Mamanya dan menghubungi bawahannya yang menunggunya di depan rumah sakit untuk menjemputnya.

Setelah bawahannya datang, Denis bergegas menuju rumahnya ---rumah yang ditinggalinya bersama Chika sebelum pindah ke apartemen. Tidak butuh waktu lama, mobil yang membawa Denis berhenti di depan rumahnya. Denis menghela nafas panjang saat menemukan mobil Vanya terparkir di depan rumahnya.

Dengan langkah berat Denis memasuki rumahnya yang langsung disambut asisten rumah tangga diikuti teriakan Chika. Denis dengan sigap menangkap tubuh putrinya ketika putrinya itu berlari menghampirinya. Denis menggendong Chika dan mengecek tubuh putrinya. Bukan apa, Chika baru sembuh dan dia takut Chika kenapa-kenapa karena berlari disaat tubuhnya terlihat lemah terbukti dengan wajah lesu putrinya.

"Papa ke mana aja? Chika cariin Papa sama Mama. Katanya Nenek, Papa sama Mama ada di rumah nungguin Chika datang. Nenek bohong! Di rumah gak ada Papa sama Mama. Cuma ada Tante Vanya yang gangguin Chika. Papa, Chika gak suka Tante Vanya. Suruh Tante Vanya pergi, Papa."

Denis mengusap air mata putrinya yang tiba-tiba terisak setelah meluapkan kekesalannya. Denis melangkah memasuki rumahnya dan menemukan Vanya yang mendekatinya dengan raut khawatir.

"Bukannya kamu belum boleh pulang? Denis, kamu masih---"

"Chika butuh aku."

Denis bergegas memasuki kamar Chika, mengabaikan Vanya yang hendak mengejarnya namun teriakan Chika yang melarang Vanya masuk membuat Denis mengunci pintu kamar Vanya sehingga Vanya berdiri di depan kamar Chika.

"Mama mana, Pa? Mama janji bakal bawa Chika jalan-jalan kalau Chika sembuh."

Denis mengusap rambut Chika dan mengecup pelipisnya singkat.

"Mama ada kerjaan, Sayang. Jadi ditunda dulu jalan-jalannya."

Wajah putrinya itu tertekuk mendengar perkataannya. Denis tersenyum tipis dan mengusap pipi putrinya.

"Chika istirahat ya, jangan capek-capek biar gak sakit lagi. Kalau Chika gak mau istirahat takutnya Mama marahin Papa dan gak mau pulang. Chika mau Mama marah sama Papa dan gak mau pulang?"

Sontak putrinya itu menggeleng. Perlahan tangan mungil putrinya itu memeluknya dan tak lama kemudian nafasnya mulai teratur, putrinya tertidur dengan nyenyak hingga tidak merasa terganggu ketika dia beranjak meninggalkan putrinya sendiri di kamar.

...

Niatnya meninggalkan putrinya untuk mengurus sesuatu di ruang kerjanya, tetapi melihat Vanya yang berada di depan kamar putrinya membuat Denis menghela nafas panjang. Denis menepis pelan tangan Vanya yang hendak merangkulnya. Denis sontak mundur beberapa langkah ketika Vanya hendak menariknya karena menolak dirangkul.

"Kamu kenapa?" Tanya Vanya dengan suara lembutnya namun Denis bisa menangkap kekesalan Vanya.

"Aku capek. Lebih baik kamu pergi, temui aku setelah aku tenang. Sekarang bukan waktu yang tepat buat manja-manja."

Denis melangkah menjauhi Vanya. Bukannya menuruti perkataan Denis, Vanya justru mengikuti langkah Denis yang memasuki ruang kerjanya. Ketika Denis menutup pintu, dengan cepat Vanya menahan pintu dengan sikunya membuat Denis menatapnya tak percaya. Sehingga mau tidak mau Denis membuka pintu lebar-lebar dan tanpa diperintah, Vanya melenggang memasuki ruang kerjanya, menduduki sofa dengan tatapan mengarah padanya.

"Aku tahu kamu masih marah sama aku tapi kamu gak harus kayak gini."

"Kayak gini gimana?"

Denis masih berdiri di ambang pintu dengan keadaan pintu terbuka lebar menatap Vanya dengan kening mengerut.

"Aku ngasih tahu Papa kamu tentang kelakuan kamu ke aku semata-mata demi kebaikan hubungan kita. Kita sudah tunangan dan sebentar lagi akan menikah. Aku pikir dengan melibatkan Papa kamu bisa sedikit membuat kamu mengontrol diri buat gak bentak-bentak aku. Waktu kamu gak sadarkan diri di rumah sakit, aku bela-belain nungguin kamu sampai kamu sadar, bahkan aku gak pulang demi menjaga kamu."

"Waktu aku sadar pertama yang aku lihat adalah Mamaku, dia sendirian menungguku."

Vanya berdecak.

"Sebelum kamu sadar, Mama kamu suruh aku pulang karena wajah aku pucat. Mama kamu gak mau aku jatuh sakit."

"Terus?"

"Apa maksud kamu bertanya begitu?"

"Seharusnya aku yang bertanya begitu."

"Apa?"

"Apa maksudmu memberitahuku kebaikanmu selama aku gak sadarkan diri di rumah sakit?"

Vanya menghela nafas panjang namun detik kemudian matanya memerah dengan genangan air mata.

"Denis, kenapa kamu berubah?"

Denis tertegun dan mencerna baik-baik perkataan Vanya yang kini menatapnya sendu. Dalam benaknya dia bertanya, apa benar selama ini dia berubah?

"Vanya---"

"Kita bakal nikah tapi kalau kelakuan kamu seperti ini bikin aku ragu sama kamu. Kamu mengikatku seolah aku paling berharga, disisi lain kamu juga mengikat Diana seolah dia yang kamu butuhkan. Sebenarnya siapa yang kamu pilih? Siapa yang kamu cintai dan yang kamu jadikan mainan? Denis, aku capek. Perasaan wanita tidak semudah itu untuk kamu mainkan sesuka hati."

Denis membisu namun perlahan mendekati Vanya dan membawa Vanya yang terisak dalam pelukannya.

Denis biarkan Vanya menangis tersedu hingga perlahan tenang. Diusapnya air mata Vanya sebelum akhirnya tatapan lembutnya menjadi tajam.

"Vanya."

"Apa?"

"Untuk apa kamu membeli vitamin untuk ibu hamil?" Tanyanya dingin membuat Vanya sontak menyembunyikan tasnya. Vanya tidak sadar jika tasnya terbuka sehingga memperlihatkan isinya.

"Denis---"

"Apa kamu hamil?"

Vanya membisu, tidak tahu harus menjawab apa.


...

Sebenernya gak harus baca Ex Husband dan The Truth Untold, tapi kalau kalian penasaran kenapa Denis begini begitu dan kenapa Papa Denis begini begitu sama keluarga Diana ya mau gak mau kalian nyemplung di cerita The Truth Untold karena di situ nyempil konflik awal hubungan Denis - Diana.

Mungkin beberapa diantara kalian mulai bosen sama cerita ini yang sampai part ini masih abu-abu alurnya. Gak masalah, karena di cerita ini aku gak mau terburu², gak mau lewatin satu adegan. Belajar dari cerita The Truth Untold, jujur aku kurang puas karena disitu aku kesannya keburu² banget dan banyak skip adegan penting sehingga alurnya tuh kek kaku gitu dan itu semua karena aku sedikit oleng dari konsep yg aku buat gara² baca komentar pembaca sekaligus dikejar deadline
😂jadi aku gak mau ngerasa bersalah dan frustasi sendiri. Buat yang masih stay, aku ucapkan terima kasih banyak💜buat yg gatahan, aku ucapkan terima kasih juga karena sudah menyempatkan waktunya untuk mampir💜

Btw, mampir ke ceritaku di Fizzo yuk!😂 judulnya Singularity (Love Hurts)😊

Jangan lupa tinggalkan jejak!💜

...

Hold Me Tight | 2022
Shopiaaa_

Hold Me TightWhere stories live. Discover now