8 | Hold Me Tight

Start from the beginning
                                    

"Mama belum makan, Pa. Soalnya Mama suapin Chika."

"Kenapa Chika tidak makan sendiri?"

"Gak mau. Chika maunya disuapin Mama. Chika capek setiap hari makan sendiri. Minta suapin ke Papa, sama Papa diomelin. Kalau sama Mama gak diomelin soalnya Mama sayang sama Chika."

Denis menghentikan sarapannya dan menatap putrinya jengkel.

"Kapan Papa gak sayang Chika? Kalau Papa gak sayang Chika, Papa gak mungkin bawa Chika ketemu Mama. Pulang sekolah Chika ke rumah saja biar Mama sama Papa di sini."

Kejahilan Denis kembali muncul. Dia menjauhkan tangan Diana yang merapikan seragam putrinya membuat putrinya berteriak dan bersusah payah naik ke pangkuan Diana yang sontak membuat Denis beranjak dari duduknya karena tanpa sengaja putrinya menarik infus Diana membuat infus Diana terlepas.

Denis menjauhkan putrinya dari Diana dan meraih tangan Diana yang mengeluarkan darah.

"Chika ke ruang tengah sekarang, Papa mau obati Mama," perintah Denis tegas membuat putrinya menurut dan menatap Diana sebentar sebelum beranjak ke ruang tengah.

Setelah memastikan putrinya menuruti perkataannya, Denis berlari mengambil kotak p3k dan membersihkan darah yang merembes dari punggung tangan Diana. Ringisan yang keluar dari Diana membuat Denis diserang rasa panik.

Denis baru bisa bernafas lega setelah infus kembali terpasang dan menggantikan infus yang hampir habis itu dengan yang baru. Denis memang mengganti infus Diana sendiri karena Diana belum terbiasa berinteraksi dengan orang baru membuat Denis harus serba bisa.

"Maafin aku ya. Kalau aku gak jahil ke Chika, dia gak bakal bikin kamu terluka," Denis memeluk Diana yang terduduk sementara dirinya berdiri sehingga wajah Diana sejajar dengan perutnya.

"Udah gak sakit."

Denis membelai pipi Diana dan mengusap pelan punggung tangan Diana yang tertancap infus. Denis tahu Diana mencoba menenangkannya. Meski tidak pernah merasakannya langsung, dia tahu pasti sakit ketika infus terlepas. Apalagi darah yang merembes membuat Denis bergedik ngeri.

"Kita sarapan bersama, ya?"

Diana terdiam dan Denis mengeratkan genggamannya. Denis kembali duduk di tempatnya dan menyuapi Diana.

"Diana."

Sontak Diana membuka mulutnya, menerima suapan Denis dan membuat Denis tersenyum. Dengan gemas Denis mengacak rambut Diana.

"Kamu harus banyak makan supaya kembali kayak dulu. Kamu sekarang kurusan, aku jadi ngeri lihat kamu gendong Chika takutnya tubuh kamu patah."

Diana sontak menunduk memperhatikan bentuk tubuhnya dan mengangkat tangannya yang terlihat tulang serta uratnya menonjol.

"Kamu sama Chika lebih berisi Chika jadinya," lanjut Denis seraya terkekeh melihat perubahan ekspresi Diana. Denis geli sendiri melihat Diana. Namun dia juga senang karena Diana yang berada di hadapannya tidak seperti Diana sebelumnya yang seperti kehilangan gairah hidupnya.

"Ayo makan lagi, buka mulutnya."

Diana menggeleng menolak suapan Denis seraya menunjuk mulutnya dimana makanan dalam mulutnya masih ada. Diana mengambil alih sendok di tangan Denis dan mengarahkan sendok itu ke mulut Denis.

Dengan senang hati Denis menerima suapan Diana. Ibu jari Denis bergerak mengusap ujung bibir Diana yang berminyak.

Kedua kalinya mereka menghabiskan makanan dalam satu piring yang baru Denis rasakan begitu membahagiakan. Membuat Denis kembali teringat masa lalu sebelum berkata, "Andai dari dulu kamu kayak gini."

Pergerakan Diana yang tengah membereskan meja makan terhenti dan menatap Denis dengan tatapan sayunya.

Denis tertawa melihat perubahan Diana. Dia mendekati Diana dan memeluk Diana dari belakang.

"Jangan dipikirin, aku lagi nostalgia," gumamnya seraya menggerakkan tangan Diana menata piring kotor kemudian membawanya ke wastafel masih dalam posisi dirinya di belakang Diana, menggerakkan tubuh Diana yang mendadak kaku setelah mendengar perkataannya.

Selesai membantu Diana beberes, Denis membawa Diana menghampiri putrinya yang menonton televisi di ruang tengah. Denis sudah siap berangkat ke kantor sekaligus mengantar putrinya ke sekolah.

"Nanti aku jemput Chika sekolah dan bawa dia ke sini lagi. Aku juga bakal makan siang di sini, kalau kamu gak mau masak buat makan siang hubungi aku biar aku belikan makan siang di luar dan kita makan sama-sama lagi," Denis mengusap kepala Diana.

Semalam Denis memberikan ponsel pada Diana. Bukan ponsel baru, melainkan ponselnya yang satu lagi karena dia memiliki dua ponsel. Denis belum sempat membelikan ponsel baru untuk Diana. Mungkin nanti dia menyempatkan waktu membelikan yang baru untuk Diana.

Di ponsel yang Denis berikan pada Diana hanya terisi kontak Denis sehingga memudahkan Diana menghubunginya dan Denis setidaknya tidak terlalu khawatir meninggalkan Diana sendiri di apartemen ketika dia di kantor dan putrinya sekolah.

Saat Denis hendak berangkat, tiba-tiba ponselnya di saku berdering. Meraih ponselnya, Denis sontak mendengus melihat siapa yang menghubunginya dan berhasil merubah moodnya.

Denis hendak menolak panggilan yang masuk, tetapi kalah cepat dengan Diana yang meraih ponselnya dan menonaktifkan ponselnya. Denis terkejut dengan perbuatan Diana. Tapi yang lebih mengejutkan lagi adalah, air mata Diana yang jatuh membuat Denis membawa Diana ke pelukannya.

Denis tidak peduli ponselnya yang Diana jatuhkan sebab tangan perempuan itu bergetar hebat.

"Jangan," lirih Diana mencengkeram kemeja Denis.

"Jangan angkat. Jangan ...," racau Diana membuat Denis mengeratkan pelukannya dan mengumpat dalam hati ketika putrinya melihat Diana menangis. Putrinya hendak membuka suara namun Denis segera memberi isyarat pada putrinya untuk diam.

Bersyukur putrinya penurut sehingga yang putrinya lakukan adalah, memeluk kaki Diana.

"Mama jangan menangis," ujar putrinya membuat Diana menghentikan tangisnya. Tersentak mendengar nada sedih putrinya.

Denis mengusap air mata Diana dan menangkup wajah Diana.

"Aku tidak akan mengangkatnya."

"Jangan."

"Iya, aku tidak akan mengangkatnya, Diana."

"Janji?"

Denis terperangah, menatap terkejut jari kelingking yang Diana sodorkan padanya namun tak ayal membuatnya membalas jari kelingking yang Diana sodorkan. Denis terkekeh geli melihat kelakuan Diana yang tertular putrinya.

"Janji, Diana."

Perlahan senyum Diana terbit dan Denis mendaratkan ciuman di kening Diana.

Tanpa Diana memohon padanya, Denis sudah pasti menolak akses bagi keluarga Diana. Mengetahui Papanya menghubunginya saja sudah membuat Diana seperti ini, apalagi dia memberitahu keberadaan Diana pada keluarganya. Denis tidak tahu lagi sehisteris apa Diana.

Ini semakin membuatnya terganggu. Diana ketakutan melihat Papanya menghubunginya.

Apa yang Diana alami juga terdapat campur tangan Papa Diana?

Tapi ... ah, sudahlah. Denis tidak mau merusak paginya yang perlahan membaik karena adanya Diana dan putrinya.

...

Jangan lupa tinggalkan jejak!💜

...

Hold Me Tight | 2022
Shopiaaa_

Hold Me TightWhere stories live. Discover now