"Waktu itu, satu jam sebelum Yuma meninggal." Balas Ayyara dengan nada biasa, menatap Zaki sesaat lalu kembali menatap buku yang berada di tangannya.

Tetapi entah bagaimana, perkataan itu berhasil membuat suasananya menjadi senyap.

Mata Zaki sedikit melebar untuk beberapa saat. "Oh, iya..?" Zaki menunjukkan raut wajah bingung.

"Iya. Gue inget banget, waktu itu lo yang ga deket sama gue tiba-tiba nanyain PR ke gue yang mana gue ranking 1 dari bawah. Haha!" Jelas Ayyara dengan nada sedikit antusias seraya tertawa kecil menatap isi dalam buku tanpa melihat ke arah Zaki.

Zaki terdiam sesaat, samar-samar bibirnya sedikit ditarik ke atas. "Hehehe. Anu... Aku lupa banget, kayaknya waktu itu aku lagi panik banget, soalnya besoknya kan ada mapel Bio. Aku takutnya––"

"Ha... Lo bercanda?" Potong Ayyara seraya mengerutkan alis, raut wajahnya sedikit tak paham menatap lurus ke arah Zaki dengan tanda tanya.

"Huh...?"

"Hari minggu emang kita sekolah? Jelas-jelas kejadiannya waktu malam minggu," Ayyara menjeda sesaat untuk melihat respon yang lawan bicaranya tunjukkan, kemudian kembali bercerita dengan tatapan ke arah tangannya yang refleks bergerak ketika bercerita.

"Terus gue juga inget waktu itu hp gue mati gara-gara jatoh ditabrak ibu-ibu. Anehnya, si ibu-ibu ini kayak nunggu timing yang tepat buat nabrak gue. Kayak... Semuanya udah direncanain."

Setelah mengatakan itu Ayyara menatap Zaki yang sedang menatapnya datar dari balik kacamatanya. Membuat Ayyara langsung sedikit tersentak.

Ayyara menggaruk tengkuk lehernya berupaya untuk menghilangkan rasa canggungnya. "Ah.. Gausah dipikirin. Mungkin gue kebanyakan nonton anime bergenre misteri, jadinya suka mikir yang aneh-aneh." Ujar Ayyara dengan tertawa canggung.

Zaki tersenyum tipis seraya menutup buku tulis dan buku pelajarannya. Kemudian mulai menatap Ayyara dengan lurus.  "Nggak, kok. Opini kamu bagus. Tapi kalo emang bener, si pelaku yang ngerencanain ini motifnya apa?"

Ayyara tersenyum senang saat mendengar pertanyaan Zaki yang mulai tertarik dengan hal ini.

"Si pelaku mau bunuh Yuma,"

Mata Zaki sontak melotot. "Kok bisa kepikiran begitu? Dari yang aku denger, Yuma itu dirampok. Jadi, bukannya perampok bergerak refleks ya kalo ada mangsa yang menurut dia bagus?"

"Bagus dari mananya?" Ayyara mulai mengeluarkan ponselnya dan mulai mengutak-atik untuk mencari sesuatu.

Ayyara menuduhkan ponselnya ke hadapan Zaki. "Tuh, liat. Yuma cuma pake kaos putih sama celana doang apa bagusnya buat perampok? Gue kalo jadi perampoknya pasti ngincernya tante-tante dengan outfit kayak istri pejabat, yang pake banyak perhiasan di tangannya. Itu lebih gampang daripada ngerampok anak muda yang keliataannya jago bela diri, kalo diliat dari bentuk tubuhnya yang tegap." Zaki memerhatikan foto Yuma saat itu yang sengaja Ayyara potret.

"Hm.. Masuk akal. Jadi ini bukan kasus perampokan, tapi bener-bener kasus pembunuhan." Zaki mangut-mangut, "aku pikir, jangan-jangan pelakunya musuh Yuma?"

"I think, no? Musuh Yuma itu emang ada banyak," Ayyara memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku. "Tapi, apa ga sia-sia bunuh musuh lo gitu aja?"

Zaki mengerutkan alis bingung. "Maksudnya?"

"Hm.. Menurut lo lebih baik mati atau menderita seumur hidup? Kayak misalkan lo dibully kayak waktu itu selama seumur hidup lo."

"Mati. Lebih baik mati." Jawab Zaki dengan cepat tanpa Ayyara ketahui tangan yang berada di bawahnya mengepal.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 23, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Butterfly EffectTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang