19. Patung kodok

5.6K 860 65
                                    

"KAK BANGUN!!" Sang adik membangunkan kakaknya dengan menggoyang-goyangkan tubuh sang kakak laki-lakinya dengan lumayan keras.

"KAK BANGUN UDAH SORE...!!"

Sudah lebih dari beberapa menit ia membangunkan sang kakak, tetapi hasilnya nihil. Sang kakak tidak berniat membuka matanya sedikit pun.

Ia menghela nafas kasar. Dengan geram, sang adik pun mengambil sesuatu dalam lemari kaca pajangan. "Kakak kalo ga bangun dalam hitungan ketiga, gue pecahin patung jelek ini!" Ancam dengan mengangkat patung miniatur itu ke atas menandai dirinya bersiap-siap untuk memecahkannya di depan sang kakak yang masih tertidur dengan air liur yang keluar dari mulutnya.

"Satu.." Tidak ada pergerakan apapun dari sang kakak.

"Dua.." Sang kakak mulai menunjukkan gerakan mengerutkan alisnya sambil mengelap air liur yang mengalir.

"Ti—–" Dengan cepat, sang kakak langsung bangkit dari tidurnya dan menatap cemas adiknya itu.

"GUE UDAH BANGUN!!" tegasnya dengan mata merah khas bangun tidur dan rambut yang berantakan.

Ia merampas patung itu dari tangan adiknya dengan kasar, lalu membekap patung itu di dada seakan-akan tak ada yang boleh menyentuh benda itu.

Dengan wajah masam, ia memprotes adiknya. "Lo apa-apaan sih?! Ngapain ngebangunin gue make ngancem ginian segala?!.... Bikin kesel tau ga!"

Sang adik mendelik kesal. "Lagian kakak ga bakalan bangun kalo gue ga ngancem pake patung jelek punya kakak itu!!"

"Sembarangan..! Patung ini cantik tau! Patung ini berharga!"

"Nyenyenye, terserah. Pokoknya abis ini kakak mandi terus kita makan di luar!"

Sang kakak mengerutkan alis tak percaya. "Lo ngebangunin gue cuma buat makan di luar...?! Bi Suvi juga pasti udah masak kan?! Kenapa ga lo makan di sini aja sih?! Nyu—–"

"Kak Yuma ga mau nurutin kemauan aku?" Potongnya dengan wajah tanpa ekspresi.

Sang kakak membuang nafas kasar, rasanya ia ingin menukar adik perempuannya itu dengan sekarung beras. "IYA, IYA. Kita makan diluar!" ucapnya sembari mengacak-acak rambutnya kesal.

Sang adik tersenyum, "gue tunggu di ruang tamu." Sang adik melangkah keluar, meninggalkan sang kakak yang malah melamun sembari menatap patung miniatur itu.

Laki-laki itu mengingat-ingat kejadian beberapa minggu yang lalu saat dirinya merasa buruk dengan dirinya sendiri.

Saat itu saat sedang jam pelajaran pertama, rasanya ia ingin sendirian. Ia meninggalkan kelasnya. Sebelum pergi, ia sempat saja membalas candaan temannya, padahal perasaanya sedang buruk. Ia menutupi semua itu, tak usah heran. Karena ia pandai memakai topeng.

Biasanya saat ia merasa buruk, ia akan melampiaskannya pada hal berbau seni. Entah itu seni lukis, musik, bela diri, atau yang lainnya.

Ceklek!

Ia membuka pintu ruang seni dengan perlahan. Langkahnya langsung menuju ke arah kursi pojok dan langsung duduk di atasnya. Matanya terfokus pada kanvas yang berada di depannya saat ini.

Butterfly EffectWhere stories live. Discover now