03. Dilabrak?

12.3K 1.6K 70
                                    

Happy Reading....



__________


Ayyara tidak pernah menyangka bahwa berurusan dengan Second Lead Seme bakal terjadi hal yang membuatnya kesal seperti ini.

Hal yang paling ia hindari, hal yang belum pernah ia rasakan di dunia aslinya.

Ya, Ayyara sekarang sedang berjalan dengan tertatih-tatih keluar dari gudang sekolah dengan tatapan kosong. Rambut pendek sebahunya acak-acakan, ujung bibirnya terluka, pipinya merah dan membiru, lengannya mengeluarkan darah segar karena melindungi wajahnya dari cakaran dan seragam yang ia pakai kotor akibat diinjak-injak.

Semua siswa-siswi sudah pulang sekolah, sekarang hanya ada siswa-siswi yang sedang mengikuti kegiatan ekskul.

Mereka hanya menatap Ayyara dengan tatapan kasihan dan ada juga yang berbisik-bisik. Mereka tidak ada yang berniat membantunya.

Saat Ayyara sedang dipukuli di gudang banyak siswi yang kebetulan lewat dan melihat kejadian itu, tetapi mereka seakan-akan menutup telinga dan mata mereka. Mungkin ini adalah sebuah karma.

Di dunia asli Ayyara sering melihat teman satu angkatannya dibully kakak kelas. Ada perasaan ingin membantu, tetapi Ayyara berpikir untuk tidak ikut campur. Jujur saja ia tidak punya nyali sebesar itu sampai berani melawan kakak kelasnya. Ia sangat takut. Dibentak oleh orang lain saja ia sudah lemas dan ingin menangis apalagi ditindas kakak kelas. Ayyara saat itu hanya bisa berpura-pura tidak melihat dan mengabaikannya.

Dan sekarang di dunia ini, dirinya mengalami hal itu. Jadi seperti ini rasanya dibully dan diabaikan oleh orang disekitarnya.

Ia berjalan menuju gerbang dengan langkah oleng. Kedua mata Ayyara mulai kabur, kepalanya berdenyut nyeri.

Saat Ayyara ingin terjatuh ke depan, seseorang lebih dahulu menahan pundaknya dari belakang.

Kemudian seseorang itu menyangga tangan Ayyara agar tidak jatuh.

Seseorang itu melangkah sembari menopang tubuhnya ke arah ruang kesehatan atau UKS.

"Jangan salah paham, gue cuma mau buat lo hutang budi sama gue." Seseorang itu lebih dahulu berkata demikian agar gadis yang dibantunya tidak ke-gr-an.

Ayyara hanya menatapnya sekilas, tak menjawab perkataan Ezra atau yang biasa dipanggil Diva olehnya itu.

Sesampainya di UKS, kebetulan ada anggota PMR sedang merapikan ruangan.

"Lo anak PMR kan?" Siswi berbadan kecil itu menoleh kemudian membeku saat melihat Ayyara dengan keadaan kacau di pelukan Ezra diambang pintu.

"Sekarang kerjain tugas lo." Perintah Ezra menatapnya lurus.

Dengan cepat siswi berseragam PMR itu tersadar dan menyuruh Ezra untuk membawa Ayyara ke ranjang.

Anggota PMR tadi dengan cekatan membersihkan dan mengobati luka Ayyara. Ayyara sesekali meringis kesakitan dan menahan air matanya agar tidak jatuh.

Luka Ayyara sudah sepenuhnya diobati. Kedua lengannya dibalut kain kasa dan pipinya dibalut dengan kapas yang ditempel dengan plester.

Anggota PMR itu pergi membeli minuman untuk Ayyara dan menyisakan Ayyara dan Ezra di ruang UKS.

Ayyara berbaring sambil menutup matanya dengan satu lengannya yang berbalutkan kain kasa. Sedangkan Ezra, ia bersandar pada pintu UKS.

Di dunia asli Ayyara tidak pernah diperlakukan seperti ini, orang tuanya pun tidak pernah sekalipun memukulnya. Ayyara rindu orang tuanya, kakaknya, dan juga rindu teman-temannya. Ia tidak kuat berada di sini sendirian...

Butterfly EffectWhere stories live. Discover now