04. Sorry

11.5K 1.5K 33
                                    

Ayyara sudah berada di kamarnya, tiduran dengan terlentang sembari sedang merenungi nasibnya di dunia ini. Ia bangkit kemudian bercermin di kaca yang besar yang berada di pojok kamarnya yang bernuansa putih polos itu.

Tadi sesampainya di rumah Mba Miya langsung menghampirinya dan bertanya-tanya apa yang terjadi pada dirinya. Untung saja daddy-nya tidak ada di rumah, ia takut daddy-nya khawatir tetapi mungkin saja tidak.

Didalam kaca itu, ia melihat perempuan menyedihkan yang sedang menatapnya. Ayyara memiringkan kepalanya dan perempuan itu juga memiringkan wajahnya. Ayyara meraba wajahnya, perempuan itu juga meraba wajahnya.

"Pecundang." Ucapnya kepada perempuan yang ada didalam cermin.

Ya, dirinya pecundang.




__________





Sudah dua hari Ayyara bolos sekolah karena seluruh tubuhnya sakit, apalagi bagian perutnya yang bekas diinjak. Dan selama itu juga motor besar Arkein berlalu lalang di depan
Rumah Ayyara. Dia ingin menghampiri Ayyara tetapi ia ragu dan khawatir kalau Ayyara tidak mau menemuinya.

Ayyara kembali bersekolah dengan ujung bibir dan pipi diplester, dan lengannya yang dibaluti kain kasa.

Sesampainya di kelas ia langsung duduk, menenggelamkan wajahnya di lipatan tangannya. Mengabaikan Kasyapi yang hendak berbicara.

Beberapa menit kemudian guru matematika yang terkenal galak dan kejam itupun sudah memasuki kelas XI MIPA 4, tetapi Ayyara masih saja tidur mengabaikan Kasyapi yang sedari tadi mengguncang pelan lengannya.

Biasanya Ayyara tidak seperti ini. Terus kenapa wajah dan lengannya terluka? Apa ia dipukuli oleh ayahnya karena nilai ulangan harian fisika kemarin kecil? Atau jangan-jangan Ayyara dikeroyok warga karena dituduh sebagai maling?

Kasyapi menggeleng cepat, entah kenapa pikirannya menjadi asal.

Kasyapi mendirikan buku LKSnya didepan kepala Ayyara yang dimeja, menghalangi pandangan guru agar tidak melihat Ayyara yang sedang tertidur.

Sekertaris maju untuk memberikan absen kepada guru, setelah itu pelajaran pun dimulai.

Bu Asya selaku guru matematika tersebut menulis soal dipapan tulis, setelah itu ia meneliti satu persatu murid yang akan ia tunjuk.

Bu Asya merasa aneh, saat salah satu muridnya dengan LKS yang berdiri di depannya yang menghalangi wajahnya. Buku LKS matematika itu terbalik.

Bu Asya tahu jika murid itu tertidur. Dengan marah, ia menggebrak papan tulis.

Brak!

Suara gebrakan itu membuatnya terpaksa bangun. Ayyara sangat terkejut, jantungnya berdegup kencang. Ia sangat kesal, bayangkan saja lagi asik-asiknya bermimpi indah tiba-tiba ada yang mengagetkannya.

Ayyara mengerutkan kening marah "SIAPA SIH YA--," bentakan Ayyara terhenti kala melihat orang yang menggebrak papan tulis itu adalah guru killer.

"Siapa sih ya. Apa, hm?" Sarkas bu Asya.

Ayyara membeku, ia mengeluarkan keringat dingin. Masalahnya hari ini ia sangat lelah dan tidak mood melakukan apapun. Ia tidak mau dihukum, disuruh membersihkan toilet atau mencabuti rumput apalagi membersihkan lapangan indoor sekolah.

"A-anu Bu, m-maaf," jawabnya gugup.

Semua teman kelasnya terdiam, mereka menatap ke arah Ayyara dengan tatapan 'kasihan'.

Butterfly EffectDonde viven las historias. Descúbrelo ahora