39. Ayo kita mati bersama!

3.2K 572 89
                                    

"Kila, lo ga lupa 'kan kalo permintaan gue yang waktu itu belum lo kasih?"

Satu bulan berlalu semenjak kejadian itu, semuanya berjalan kembali normal. Tidak ada yang membahas kejadian itu di sekolah. Luka yang mereka dapat pun sudah pulih sepenuhnya, ya walaupun luka itu memberikan bekas di area tubuh masing-masing.

Ayyara yang sedari tadi fokus mengerjakan soal ujian matematika untuk kenaikan kelas seketika menoleh ke arah Kasyapi yang membuka suaranya dengan kecil dan sedikit menunduk, takut ketahuan oleh pengawas.

Kelihatannya laki-laki itu santai sekali, sedang memutar-mutar pensilnya karena kertas jawaban ujiannya sudah lebih dahulu diberikan kepada guru pengawas. Alias sudah selesai mengerjakan soal matematika itu.

Alis Ayyara berkerut bingung. "Permintaan yang mana?"

Kasyapi mendesah pelan. Rupanya gadis itu benar-benar melupakannya. "Yang waktu itu kita tanding basket itu, lho... Yang lo kalah terus cemberut mulu sama gue, Inget?"

Ayyara terdiam sebentar lalu mengangguk. "Oh, yang itu... Iya inget. Satu permintaan, kan?" Ayyara kembali menatap kertas ujiannya. Berusaha mengerjakannya dengan feelingnya atau pun dengan cap-cip-cup.

Dahi Kasyapi mengerut tak terima. "Enak aja, dua permintaan tau!" Serunya dengan suara kecil dengan menatap wajah Ayyara dari samping dengan sebal.

Mendengar nada ketus dari laki-laki itu membuatnya ingin menjahilinya lagi.

"Bukannya satu, ya?" Ayyara menatap Kasyapi dengan bingung serta polos.

Raut wajah Kasyapi berubah menjadi panik. Ia sedikit maju mendekati wajah Ayyara. "Ih... Sumpah dua!"

Ayyara terkekeh melihat ekspresi yang terbilang lucu di matanya. "Iya-iya, dua. Terus permintaan pertama lo mau apa?" Tangan Ayyara bergerak untuk mencoret asal jawaban pada kertas itu.

Walaupun dirinya asal mengisi, tetapi dirinya yakin bahwa dirinya akan naik kelas. Entah darimana kepercayaan diri itu, yang pasti jika ia tidak naik kelas, uang yang akan membereskan semuanya.

Untuk apa Ayah angkatnya itu bekerja dan menghasilkan banyak uang jika ia tidak memanfaatkannya?

Wajah Kasyapi perlahan mundur, dirinya terlihat sedang berpikir sejenak sembari menopang dagu.

"Gue mau kita main seharian. Cuma berdua. Lo sama gue. Gimana?" Kasyapi menatap lamat-lamat netra hitam milik Ayyara itu.

Ayyara mengangguk setuju. "Oke, gimana kalo hari ini sehabis pulang sekolah? Sekalian mau ngilangin stress dari ini," Usul Ayyara dengan jari menunjuk kertas ujiannya.

Kasyapi mengangguk dengan mata berbinar. "Mau langsung atau pulang dulu?"

Ayyara bangkit dari kursinya, hendak memberikan kertas jawaban ujian kepada guru pengawas yang duduk di depan.

"Langsung aja. Abis ini gue mau ngabarin Mba Miya."

__________

"Kita mau kemana dulu, nih?" Tanya Kasyapi dengan mata lurus ke depan.

Dirinya saat ini sedang membonceng Ayyara di motor metiknya, melajukan motornya tanpa tujuan.

Kepala Ayyara agak mendekat ke kepala Kasyapi. Telinganya takut kurang mendengar karena suara bising dari berbagai kendaraan.

"Terserah lo, lah. 'Kan ini permintaan lo, jadi gue ikut kemauan lo aja,"

Mendengar itu Kasyapi lantas berpikir sejenak. Sebenarnya ia sudah merancang rencana apa saja yang ingin ia lakukan dengan Ayyara sedari lama, tetapi entah mengapa sekarang rencananya malah buyar ketika hari H.

Butterfly EffectWhere stories live. Discover now