31. Cicak

3.2K 531 28
                                    

Ayyara bernapas lega saat dirinya sudah sampai di dalam kamarnya dengan mengendap-endap tanpa diketahui siapapun. Bisa gawat kalau Miya atau Daizar tahu bahwa dirinya babak belur lagi.

Ditaruhnya tas di tempat biasanya, ia meregangkan otot-otot yang terasa pegal dan sakit.

Ia berdiri di hadapan cermin besar di sudut kamarnya. Sudut bibir diplester dan sebelah matanya ditutupi kapas yang diplester karena lebam.

Rambut panjangnya terlihat agak berantakan. Seragam Viero yang ia kenakan terlihat kebesaran di tubuhnya.

Ayyara berdecih. Ia terlihat seperti gembel sekarang.

Kaki Ayyara melangkah mengambil handuk untuk mandi. Tubuhnya yang lengket dan seperti gembel itu sangat membuatnya risih.

Ayyara masuk ke dalam kamar mandi. Melepaskan seragam Viero yang ia pakai sehingga hanya menyisakan bra, lalu memasukkannya ke dalam keranjang.

Sebelum menurunkan rok seragamnya, mata teralih pada cicak yang hinggap di dinding yang tak jauh dari shower. Dirinya baru sadar bahwa cicak tersebut sudah menempel dalam posisi itu sejak tiga hari yang lalu, tak berpindah tempat.

Ayyara menatap cicak itu lama. Dilihat-lihat ukuran cicak itu lebih besar daripada cicak biasanya.

Cicak itu tak beranjak dari tempatnya... Jangan bilang kalau cicak itu mati? Bahaya jika sampai benar, nanti kamar mandinya menjadi bau bangkai.

Ayyara mendekat ke dinding, kakinya berjinjit untuk bisa menjangkau cicak itu.

Tangannya mengambil cicak itu tanpa merasa jijik. Buat apa jijik, dirinya pernah dihinggapi ratusan cicak dan kecoa waktu saat ia masih duduk di bangku SMP sewaktu dikerjai oleh temannya. Jadi memegang satu cicak bukanlah hal yang membuat ia merasa jijik.

Ayyara mengerutkan alis bingung.

Teksturnya terasa beda, apa karena cicak itu mati jadi kekenyalan tubuhnya berbeda sewaktu dipegang?

Karena tertarik cicak itu tak langsung ia buang. Ia mendekatkan cicak itu kepada wajahnya agar matanya dapat melihat lebih jelas hewan itu.

Setelah menatapnya lamat, Ayyara melebarkan matanya.

Ayyara refleks melempar cicak itu sembarangan lalu memukul-mukulnya menggunakan tempat shampo yang besar di kamar mandinya.

Ayyara menatap cicak yang sudah ia pukul itu dengan terengah-engah. Bukan daging atau darah putih yang hancur atau keluar dari cicak itu, melainkan serpihan benda berwarna hitam.

Benda itu adalah kamera. Kamera kecil yang dimasukkan ke dalam cicak buatan.

Sedangkan disisi lain seseorang yang tengah duduk di depan monitor besar di suatu ruangannya itu mengepalkan tangannya saat layar monitornya menunjukkan seorang gadis membuka seragamnya, tak lama setelah itu tayangannya renyek kemudian mati.

"Cih, ketahuan!" Seseorang itu berdecih frustasi sembari menggigiti kuku ibu jarinya dengan cemas.

Kembali lagi pada sisi Ayyara, dirinya terdiam dengan ingatan melayang.

Kapan dan siapa yang menaruhnya?

Seingatnya tak ada seorangpun orang asing atau temannya yang masuk ke dalam kamarnya.

Kecuali orang rumah itu sendiri.


__________



Sesuai dengan permintaannya, hari sabtu ini Ayyara turut ikut mencari adik perempuan dari laki-laki yang bernama Viero itu.

Ia sudah menyiapkan perlengkapannya untuk pergi ke desa yang diduga–—Viza adik perempuan Viero itu ada di sana.

Butterfly EffectWhere stories live. Discover now