Melihat sang istri yang sudah masuk, Aron bergegas mengambil selimut di kamar samping. Tidak ingin berasumsi apa apa.

••••••

"Kamu bener gapapa?"

"Emang aku kenapa?"

"Gatau."

Zia memutar mata malas. Meninggalkan Aron yang tidak jelas itu. Aron pun juga langsung mengikuti Zia menuruni anak tangga.

"Kamu nggak kuliah? Dua hari kamu bolos,"

"Udah pinter." jawab Aron sekenanya.

"Bukan itu. Tapi bunda kemarin chat aku suruh tanya kamu. Kalau nggak kuliah itu izin. Jangan main nggak kuliah kuliah aja. Mau nggak lulus nanti?"

Aron memutar mata jengah. "Iya. Nanti bilang dulu ke dosen kalau nggak kuliah."

"Jangan iya iya. Lakuin."

"Iya Zia. Bawel banget sih,"

"Bilang apa tadi?"

Aron tersenyum. "Tambah gemes kalau bawel gini,"

Zia menepis tangan Aron yang akan menyentuhnya itu. Tak berucap lagi, Aron memilih mengikuti Zia sampai dapur.

"Nggak boleh,"

Baru Zia akan mengambil beberapa bahan, tubuhnya sudah melayang diangkat oleh Aron dan ditaruhnya duduk di atas meja dapur sana.

"Aku yang masak. Kamu tunggu sini tapi,"

"Aku ikut bantu bantu," tolak Zia yang berusaha menurunkan tubuhnya.

"Nggak Zia. Nggak boleh. Biar aku aja, kamu duduk sini. Nggak boleh kecapekan."

"Nggak pernah capek,"

"Nurut bisa?"

Zia menghela nafas pelan. Lalu mengangguk akhirnya.

Aron tersenyum simpul melihatnya. Mengecup pelan kepala Zia dan perutnya. Berhenti di perut dan berbisik. "Daddy masakin yang enak buat baby, hm? Sayang kalian."

Setelahnya Aron mulai mengambil bahan bahan di kulkas sana.

"Kalau anak kita lahir, kamu lebih sayang dia apa aku ar?"

Aron melangkah mendekat dengan senyum pelan mendengar pertanyaan dari Zia itu. Tangannya menaruh satu persatu bahan yang ia bawa.

"Menurut kamu?" tanpa menjawab dan menoleh, Aron malah bertanya.

"Anak kita,"

"Masak sihh?"

Zia mengangguk lesu dengan mata yang sudah tak menatap Aron. Beralih pada perut buncitnya dan mengusap pelan disana.

"Jangan ambil daddy dari mommy ya kamu,"

"Hei,"

Aron mendekat. Berdiri didepan gadis itu yang masih senantiasa memainkan tangannya di perut sana.

Aron tak dapat menyembunyikan senyumnya. Argh. Gadis ini benar benar membuatnya hampir gila karena kegemasannya.

"Siapa yang mau ambil aku dari kamu?" Aron mengulang perkataan Zia.

"Baby," jawab Zia yang membuat Aron tersenyum tipis.

"Kamu akan jadi yang pertama terus di hati aku, sayang."

ZiAron [END]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora