"Jangan buat panik, Zia." dalam Aron.

"Aku tadi cuma beli es krim aja."

"Nggak usah beli es krim lagi. Aku beliin box es krim di rumah nanti."

Wajah antusias dari Zia muncul. Ia mendongak sedikit. "Serius?" Aron mengangguk membuat gadis itu memeluknya semakin erat dengan wajah bungahnya.

Pandangan Aron kini tertuju lurus pada kerumunan disana. Menghela nafas lega. Dalam hati, lelaki itupun tak berhenti bersyukur itu bukan Zia. Ia mengira itu Zia juga karena tubuh gadis itu yang sepadan dengan ukuran Zia. Dan soal rupa, wajahnya tertutup oleh rambut jadi Aron tak melihatnya jelas.

Keduanya melepas pelukan itu. Aron membelai lembut wajah istrinya dengan lega. "Kemana mana itu harus ada temen. Jangan sendiri kayak gini. Mau buat aku marah?"

Zia menggeleng. Ia memainkan sedikit bibirnya. "Tapi aku bisa sendiri kalau cuma ke Alfa. Alfa kan juga deket banget dari rumah."

"Tetap aja. Mau deket mau jauh. Kamu harus ada temen kemanapun itu. Jangan pergi sendiri. Paham?" tegas Aron masih terlihat lembut.

"Paham bos suami." serius Zia dengan wajah tegas bukan main. Aron berdecak saat itu juga. Keadaan seperti ini, gadis itu malah melawak didepannya. Zia tertawa kemudian.

"Sekarang pulang." Zia mengangguk patuh.

Aron meraih tangan Zia dan mulai menuntun gadis itu mendekat pada mobil. Berbalik saat tiba tiba genggaman tangan Zia dilepas.

"Aku mau jalan kaki." ucap Zia memberitahu.

"Naik mobil." kekeh Aron.

Zia tetep menggeleng. "Mau jalan kaki. Kata anak kamu, kita harus jalan kaki ar,"

"Nggak bisa. Baby, cancel dulu ya jalan kakinya? Kapan kapan aja. Ini keadaan genting, sayang." ucap Aron pada sang anak.

"Mau jalan kaki tetep. Ini anak kamu sendiri yang minta,"

"Yaallah Zia. Nurut aja ya? Kamu udah bikin aku panik. Jangan buat tambah panik lihat kamu jalan kaki." frustasi Aron terlihat jelas.

"Yaallah Aron. Cuma jalan kaki aja nggak dibolehin. Padahal anaknya sendiri yang minta." ucap Zia ikut ikut menirukan gaya bicara Aron.

Aron merubah rautnya tak berekspresi sekarang. Membuat Zia tertawa pelan.

"Dah. Aku tinggal." sambung Zia yang langsung meninggalkan Aron dengan langkah ringannya.

"Gapapa. Sabar ron, sabar. Demi anak."

••••••

Keduanya itu sekarang sudah berada dirumah. Sama sama tepar satu sama lain di kamar sana.

"Panas," Zia mengibas ngibaskan tangannya pada wajah.

"Ac nya ar," titah Zia.

"Udah paling dingin."

"Gerah banget,"

"Mandi."

"Hisss, gerah Aron," ronta Zia menendang nendang kakinya dibawah sana.

Aron menatap malas Zia. Jujur saja moodnya masih berantakan. Siang bolong seperti ini di suruh jalan kaki. Dan sekarang gadis itu yang bingung sendiri karena kegerahan.

"Salah siapa aku nawarin naik mobil nggak mau?" ucapnya kemudian. Zia diam dengan mata mengerjap melas.

Gadis itu kini menggulingkan tubuhnya hingga menubruk tubuh Aron disana.

ZiAron [END]Where stories live. Discover now