••••••

"Aaaa Zia!"

Dea yang baru saja masuk ke rumah Aron dam Zia itu langsung berlari dan menghambur pada pelukannya. Memeluknya begitu kuat dengan mimiknya yang sedih. Dibelakang sana juga ada ketiga orang sisanya.

"Zia udah gapapa?" Dea mendongak.

"Emang gue kenapa? Gue gapapa de." tenang Zia menepuk punggung Dea beberapa kali.

Dea menegakkan tubuhnya bersamaan ketiga orangnya duduk di sofa. "Maafin aku ya? Aku tadi takut banget, jadi enggak bisa bantu Zia apa apa," ucap Dea bersalah.

"Di bilang gue gapapa." balas Zia sedikit kesal. Hanya tidak suka di anggap lemah.

Dea mengangguk patuh. "Zia udah makan?"

Zia terdiam sejenak. Lalu menggeleng. "Mau temenin gue beli makan di luar gak?" ajak Zia pada Sasa dan Dea.

Dea mengangguk antusias. "Mau. Ayo!"

Zia bangkit. Begitupun keduanya. Mereka langsung melengos pergi juga mengikuti Zia yang tanpa pamit pada Aron. Aron pun yang melihat itu semua hanya memutar mata malas.

"Marah kayaknya Zia," gumam Nando.

"Jelas lah bego. Keliatan banget." timpal Ray.

Nando melirik. "Dih, santai dong bang. Gak usah ngegas."

"Ikut emosi gue." Ray menghembuskan nafas pelan.

"Stres." gumam Nando mencibir yang langsung mendapat jitakan maut dari Ray.

Semuanya kembali diam. Melirik Aron yang diam saja. Menoleh bersamaan dengan alis yang terangkat. Yang kemudian kembali menatap Aron.

"Lo gak buat perhitungan sama Gisa ron?" tanya Nando membuka suara kembali.

"Punya bukti?" kini Aron malah bertanya tanpa menjawab pertanyaan dari Nando.

Ray mengangguk. "Ada di gue."

"Mau keluarin tuh bocah?" lanjut Ray bertanya.

Aron mengangguk pelan.

Ray menghela nafas. "Bisa emang? Bokapnya donatur utama di kampus masalahnya."

"Bokap gue beli kampus bisa." timpal Aron.

"Masalah uang, kecil bagi gue." lanjutnya sedikit angkuh tapi juga karena Gisa sendiri yang berani berbuat ulah lagi.

Ray memutar mata malas. Masalah orang kaya ia angkat tangan.

"Tapi ntar kalo dia malah makin musuhin Zia gimana?" celetuk Nando sembari bermain game di ponsel.

"Gue penjarain."

"Ngeri,"

Pekik keduanya. Geleng geleng dengan tawa ringannya. Mudah sekali sepertinya berbicara.

••••••

18.30

Kini Zia tengah berkemas rapi dengan balutan dress sederhana bewarna putih yang terbalut dengan jaket jeans. Mengikat rambut panjangnya dengan kuncir hitam yang ia pegang.

ZiAron [END]Where stories live. Discover now