39. Tanggung jawab

157 80 94
                                    

Part 39 nya nih.

Happy reading<3

Yang sering tersenyum adalah mereka yang paling akrab dengan kesedihan –Tulisan alam.

***

Alvaro menatap kaget seorang pria ber-jas hitam yang masuk ke dalam rumahnya dengan paksa. "Mau apa anda kemari?!"

Sena yang sedang di dapur terkejut saat mendengar bentakan dari Alvaro, lalu wanita itu langsung mematikan kompor dan segera menghampiri putranya.

"Saya ingin menemui kamu, putra saya," jawab laki-laki itu.

Pria itu adalah Askara Kenzi Aldebran, Ayah dari seorang Alvaro Kenan Aldebran.

"Putra siapa yang anda maksud?" tanya Alvaro sambil menatap Kenzi tajam.

"Kamu, saya itu ayah kandung kamu!" jawab Kenzi, ia meninggikan suaranya.

"Ayah seperti apa anda ini?! Ayah yang selalu menyakiti, menyiksa, memukuli bahkan selalu membandingkan saya dengan putra kesayangan anda!"

"Anda tidak pantas disebut sebagai ayah," ketus Alvaro. 

Seketika emosi Askara terpancing.

Sena menghela napasnya, ia berjalan lalu mengusap bahu Alvaro yang bergetar. "Jangan ngomong gitu, Alvaro. Jangan meninggikan suara kamu ketika berbicara dengan ayahmu sendiri," tegus Sena.

"Ma, kita pergi aja dari sini ya? Males banget Varo kalo tinggal sama dia," ujar Alvaro seraya melirik Kenzi dingin.

"Sayang, kalo kita pergi gimana sama Ayah kamu? Siapa yang bakal nemenin dia, nak?" tanya Sena lembut.

"Ada istri keduanya ini, ma," jawab Alvaro malas.

"Mama kenapa masih mikirin dia si? Dia aja gak pernah mikirin mama. Dia sering banget nyiksa mama, sekalipun mama gak salah,"

"Varo nggak tega ngeliat mama di siksa mulu," imbuhnya.

"Sudah berani berbicara seperti itu kamu, Alvaro!" bentak Kenzi menatap Alvaro marah.

"Alvaro seperti itu pasti karena didikan kamu, Sena!" teriak Kenzi, menyalahkan Sena.

"Jangan menyalahkan mama saya. Mama saya tidak salah!" Alvaro tak terima ibunya di salahkan.

"Mas, lebih baik kamu pergi dari sini!" usir Sena, dirinya tak mau ada keributan antara Kenzi dan putranya–Alvaro.

"Kamu ngehusir aku?" tanya Kenzi menatap tak percaya pada Sena.

"Iya."

Alvaro tersenyum remeh dan menatap Kenzi tajam. "Pergi!" usirnya.

Kenzi yang sudah kepalang kesal langsung pergi dari sana.

"Ma, kita pergi aja, ya?" ajak Alvaro.

Sena tersenyum. "Mama mau mikir-mikir dulu ya, nak."

Alvaro mengangguk. "Ma, kalo mama sama dia cerai. Alvaro bakal tetep ikut sama mama," ucap Alvaro.

Sena tersenyum gemas. "Mama juga gak akan biarin kamu, tinggal sama dia."

"Mama masak lagi, ya?" pamit Sena lalu berjalan ke dapur.

"Masak yang enak mah!" balas Alvaro sedikit berteriak saat melihat Sena sudah berada di dapur.

Alvaro menghempaskan tubuhnya pada sofa yang berada di sampingnya itu. "Kenapa kalo gue deket-deket sama, Aleta. Dada gue suka berdebar-debar, ya?"

"Masa iya gue suka sama sepupu sendiri? Kan gak lucu," gumam Alvaro kesal.

"Gue harus jauhin Aleta dulu. Biar perasaan ini bisa cepet ilang," gumamnya lagi.

RATSELWhere stories live. Discover now