31. Dibully lagi?

166 93 160
                                    

Promosiin dan rekomendasiin terus cerita ini yaaa!!!

Happy reading geis<3

"Ternyata tanpa pernah disangka banyak orang-orang terdekatmu lah yang mendorong mu ke dalam jurang yang teramat kelam. Yang mematahkan semangat mu, mimpi-mimpi besarmu, dan ingin meredupkan sinarmu" –Helo Bagas.

***

Helena terus mencambuki tubuh Aleta yang mulai melemah. Tubuh putrinya terlihat begitu kacau, darah dan luka ada dimana-mana.

Helena melemparkan alat cambukan itu entah kemana, lalu dia menatap Aleta dengan mata yang berkaca-kaca. Apa dirinya sudah kelewatan? Mengapa Aleta tak menjerit kesakitan saat tubuh nya di cambuk oleh Helena?

"Kenapa kamu gak menjerit kesakitan, saat saya terus menerus mencambuki tubuh kamu?" tanya Helena dengan suara yang bergetar.

Aleta dengan santainya menjawab. "Leta pantes dapetin cambukan dari mami. Mami bener, yang harusnya mati itu Leta bukan Ayah."

Tubuh Helena menegang setelah mendengar jawaban dari Aleta, sepertinya Helena benar-benar kelewatan. Ada rasa bersalah di hati wanita paruh baya ini setelah mencabuki tubuh putrinya sendiri.

"Kenapa mami nggak bunuh Leta aja? Biar Leta bisa nyusul ayah di sana."

Helena terdiam membisu, ia tidak menjawab pertanyaan dari Aleta.

"Mending kamu ke kamar, istirahat. Besok sekolah, kamu kamarnya pindah di bawah. Soalnya, Alena mau tidur di kamar kamu," ujar Helena, mengalihkan pembicaraan seraya tersenyum tipis.

"Aleta cape, mi."

"Aleta cape sama semua orang yang ada di dunia ini!"

"Semua orang cuma bisa bikin Aleta nangis, termasuk mami."

"Daru yang Mami kira baik itu, ternyata jahat."

"Mami juga seneng banget bikin Aleta nangis."

"Aleta ngerasa kalo dunia ini gak pernah adil buat Aleta,"

"Mami tau? Sampai sekarang, Aleta masih belum ikhlas kalo ayah udah pergi, pergi untuk selamanya, pergi ke tempat yang nggak bisa kita datengin sama sekali."

Aleta menumpahkan semua keluh kesahnya pada Helena, tapi wanita dengan pakaian yang terlihat elegan ini hanya terdiam, menatap putrinya dengan tatapan yang tidak bisa dijelaskan.

"Udah ngadunya?"

Hening sesaat, Aleta meremat kuat seragam yang masih melekat ditubuhnya seketika.

"Kamu pikir dengan kamu ngadu ke saya kayak gini bisa buat saya kasian sama kamu?"

"Haha!" Aleta tertawa sendu. Ia menatap sang ibu dengan sorot pancaran mata yang penuh luka. "Mami kan, pedulinya cuma sama Alena."

Aleta pergi dari sana dengan bahu yang bergetar hebat. Kecewa karena maminya saja tidak bisa percaya padanya, apalagi orang lain.

Helena masih memegang alat cambut di tangannya. "ARGH!" Alat cambut itu Helena lempar dengan bebas.

Alena, Sena, Alvaro dan Gustira dikejutkan oleh teriakan dari Helena, mereka dengan segera menghampiri ibu dari si kembar.

"Kamu kenapa, Helen?" Raut wajah Gustira terlihat khawatir ketika melihat Helena terdiam. Wajah istrinya juga berkeringat.

"Ada apa, mami?"

Netra Alvaro membulat melihat alat cambuk yang berada tak jauh dari posisi mereka

Alvaro mengambil cambukan yang berada tak jauh dari tempatnya. "Tante gak mukulin Aleta pake cambuk ini lagi, kan?" Alvaro terus bertanya.

RATSELWhere stories live. Discover now