24. Di rumah Sena

163 117 56
                                    

"'Aku baik-baik saja'
Kalimat singkat yang menguatkan; dipaksa harus tersenyum diatas luka yang sedang sakit-sakitnya"

***

Tubuh Alvaro lemas ketika melihat tubuh Aleta di depannya yang bersimbah darah. Tadi, Alvaro sempat bertanya pada asisten rumah tangga di mana keberadaan Aleta. Asisten itu menjawab, majikannya berada di kamar mandi khusus tamu yang terkunci.

"Ale... bangun,"

Alvaro dengan cepat membawa Aleta menuju ruang tamu, ia mulai mengelap tubuh Aleta yang basah juga penuh darah menggunakan lap bersih.

"Aleta kenapa?" Helena bertanya, ia sedikit terkejut dengan kehadiran Alvaro, tadi wanita paruh baya itu dari dapur untuk mengambil segelas air putih.

Hujan di luar masih sangat deras. Penampilan Alvaro basah karena tadi harus menerjang hujan deras agar cepat sampai di sini.

Gustira ada disamping Helena, ia melirik Aleta malas.

"Aleta..." Alvaro mengompres kening Aleta yang suhunya sangat panas.

Ketika Aleta membuka mata, ia menyipitkan matanya saat merasakan pemandangannya yang terlalu silau karena sinar dari lampu. "Alva..."

Bahu Aleta bergetar saat melihat Gustira di sini, ia menggeleng-gelengkan kepalanya ketika mengingat tindakan bajingan Gustira di sini. Dengan napas yang memburu, Aleta menggenggam telapak tangan Alvaro. "Alva... Aku gak mau liat dia," tutur Aleta menahan tangis sambil menatap Gustira.

"Om pergi," usir Alvaro.

"Kenapa kamu menghusir saya? Ini jelas-jelas rumah saya!" balas Gustira kesal.

Alvaro melirik Gustira dingin. "Kalo om gak pergi, biar saya yang bawa Aleta pergi dari sini." Alvaro mengendong Aleta bridal style.

"Alvaro-"

"Minggir, tante!" sentak Alvaro saat Helena mencegah langkahnya.

Helena menyingkir, ia juga sudah tahu kemana Alvaro akan membawa Aleta pergi. Sudah pasti ke Bogor.

"Ini semua pasti gara-gara kamu, Gustira." Helena menatap suaminya tajam ketika Alvaro dan Aleta sudah keluar dari kediaman Wijaya.

"Kenapa kamu jadi nyalahin aku? Aku gak salah apa-apa, Helen!" bela Gustira dengan nada tinggi.

"Kalo kamu gak salah, ya, biasa aja, gak usah bentak aku gitu,"

Gustira menatap sang istri lelah. "Aku cape sama kamu, Helen."

Helena menghentikan langkahnya ketika Gustira membuka suara. "Tadi, aku hukum dia, aku kurung dia di kamar mandi, terus aku matiin lampu kamar mandi sambil nyalahin showernya."

Helena menatap Gustira marah. "Gila kamu!" teriak Helena.

"Lebih gila-an mana sama kamu, hah? Kamu hukum Aleta, hukumannya jangan pernah makan nasi selama satu minggu!" Teriakan Helena dibalas oleh bentakan dari Gustira.

Helena segera melenggang pergi dari sana meninggalkan Gustira yang mimik wajahnya kesal.

***

"Ale, makan sedikit aja, ya?" Dari tadi, Sena dan Alvaro berusaha membujuk Aleta agar ia makan nasi.

Darah ditubuh Aleta sudah tidak lagi mengalir, ia juga tadi sudah membersihkan dirinya lalu memakai baju dengan motif yang sederhana namun terlihat sangat berkesan. Baju itu memang baju Aleta, sepupunya sangat sering membelikan barang-barang untuk Aleta, termasuk baju.

"Gak mau, Ale kenyang," Aleta berbohong, ia sedang menjalani hukuman dari maminya. Padahal, ia dari pagi perutnya belum terisi oleh nasi.

"Kenapa kamu bisa kayak gini, Aleta?" Sena menatap keponakannya, khawatir. "Tadi tubuh kamu banyak banget darahnya."

RATSELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang