16. Kambuh

231 136 54
                                    

16. Kambuh

Happy reading><

****

"Apa gunanya mata kalo kamu menilai seseorang hanya dengan telinga?"

****

Aleta sampai di rumah sakit Zak's hospital sekitar jam 18:47 tadi dia berhenti dulu di mushola untuk menunaikan sholat magrib, rumah sakit tempat Nando Bagasdana bekerja sebagai dokter.

Aleta menghidupkan ponselnya, ia terkejut melihat banyaknya panggilan tak terjawab dari Daru, Helena, Gustira, dan Nando.

Mami Helen (42 pesan belum terbaca)  (25 panggilan telpon tak terjawab)

Daru (50 pesan belum terbaca)
(37 panggilan telpon tak terjawab)

Om Nando (10 pesan belum terbaca)
(10 panggilan telpon tak terjawab)

Dady Tira (37 pesan belum terbaca)
(20 panggilan telpon tak terjawab)

Dia mengetik nama, Nando lalu menelpon nya. "Halo Om," sapa Aleta, saat Nando mengangkat panggilan telponnya.

"Hai, Aleta. Di mana kamu? Kamu tidak lupa kan untuk ke rumah sakit hari ini?" tanya Nando di seberang sana.

"Aleta gak lupa, kok. Aleta udah sampe di rumah sakit. Ini sekarang Leta udah sampe di depan ruangannya Om Dokter," ujar Aleta lalu mematikan sambungan telponnya.

Nando terkejut, ia berjalan keluar ruangannya dan membuka kan pintu.

"Aleta?" panggil Nando, ia langsung merentangkan tangan nya ingin di peluk oleh Aleta pasien tangguhnya– sekaligus keponakan tersayangnya.

"Om Dokter!" pekik Aleta, ia segera memeluk Nando.

"Kangen banget Om sama kamu Aleta," ujar Nando kemudian melepaskan pelukannya sambil menatap Aleta hangat.

Aleta menampakkan senyum manisnya. "Apalagi Leta!"

Nando mempersilakan Aleta masuk ke dalam ruangannya, ia yang menjadi dokter kemoterapinya Aleta selama ini.

"Aleta, penyakit kamu ini tambah parah," ujar Nando memijat pelipisnya saat melihat hasil kemoterapi Aleta.

"Biarin aja om," balas Aleta. Membuat Nando membulatkan bola matanya sempurna.

"Kalo di biarin nanti tambah parah, Aleta!"

"Ish Om, gak pa-pa. Aleta gak pa-pa, kok. Aleta juga sekarang udah jarang mimisan apalagi muntah darah kayak waktu itu," jujur Aleta meyakinkan sang dokter.

Rando memandang Aleta dengan sorot lelah, susah sekali membujuk Aleta untuk mengobati penyakit mematikannya ini.

"Aleta––"

"Om! Aleta enggak mau di obatin, biarin aja!" sela Aleta yang tidak bisa dipaksa.

"Terserah kamu," pada akhirnya Nando mengalah.

Nando duduk di kursinya, sementara Aleta duduk di sofa yang sudah di sediakan.

"Aku percaya Om Rando, aku yakin pelakunya bukan dia."

Nando bernapas lega, "tapi kenapa harus jauhin Sesil?"

"Aku harus tau sesuatu dari Sela, Om."

"Di kertas itu masih ada beberapa angka baris terakhir yang masih belum Om mengerti." Nando memberi selembar kertas berisi teka-teki yang ditulis oleh Aryana langsung sebelum pergi menggunakan darahnya langsung.

RATSELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang