26. Ancaman dari seseorang

180 109 84
                                    

Happy reading><

****

"Di paksa kuat oleh dunia yang makin hari, makin becanda."

***

"Alva... lo sayang sama gue, kan? Jadi, gue mohon jangan tinggalin gue, ya?" Aleta menangis histeris sambil mengecup kening Alvaro lembut.

Keadaan Alvaro saat ini sudah lebih baik dibandingkan tadi. "Shtt, jangan nangis."

Alvaro dengan sisa tenang yang ia punya menghapus jejak air mata Aleta. "Jangan tinggalin Aleta..." Aleta membenamkan wajahnya pada dada bidang milik Alvaro. Membuat Alvaro terkekeh ringan.

"Gue gak akan pergi... Gue kan udah janji sama lo," bisik Alvari tepat ditelinga Aleta.

Tubuh Aleta masih bergetar hebat karena terlalu banyak menangis. "Alva..."

Alvaro bangkit dari posisi berbaringnya, menjadi berdiri. Meski sedikit merasakan perih di bahunya, laki-laki dengan tatapan tajamnya itu memeluk Aleta erat.

"Gak usah nangis, gue gak pa-pa,"

Alvaro melonggarkan pelukannya saat merasa tubuh Aleta sudah tidak bergetar lagi. "Ginjar keadaannya gimana?" tanya Alvaro, ia cukup khawatir pada salah satu sahabatnya itu.

"Ginjar baik-baik aja," Aleta tersenyum tipis dengan air mata yang masih membasahi pipi.

Aleta mengambil benda pipih didalam saku celana jeans nya saat mendengar ada pesan masuk.

Sesil: Aleta lo dimana? Om Nando kecelakaan, please lo kesini ya? Om Nando ada di zak's hospital, dia udah dipindahin ke kamar rawat. Kamar anggrek nomer 14.

Bahu Aleta merosot seketika setelah membaca pesan dari Sesil, isakkan dari bibirnya keluar begitu saja membuat Alvaro panik. "Hei, kenapa?"

Aleta memberikan ponselnya dan membiarkan Alvaro untuk membaca dari Sesil. "Kita ke sana sekarang,"

"Tapi kondisi lo baru aja baikan, Alva!" Aleta menggeleng pelan sambil menggigit bibir bawahnya untuk menahan isakkan.

"Kita ke sana." Alvaro mengandeng tangan Aleta menuju kamar Angrek no 14, ia sudah tidak mempedulikan lagi rasa sakit yang berada di sekujur bahunya akibat terkena luka tembak.

***

Kedua insan berbeda jenis kelamin itu akhirnya sampai di depan kamar angrek no 14, kamar rawatnya dokter Nando. Di depan kamar rawat, sudah ada Amanda, Sesil, dan Cakra.

"Kenapa om Nando bisa kecelakaan, tante?" tanya Aleta membuka suara, tangisannya sudah berhenti karena Alvaro yang menenangkannya tadi.

"Tante gak tau, Tante cuma liat ada mobil mau nabrak Nando. Nando-nya juga gak ngehindar," jawab Amanda, suaranya terdengar begitu parau.

Aleta terdiam, gadis cantik dengan mata yang bengkak itu melihat Sesil yang masih menangis sesegukan dipelukan Cakra.

Aleta menatap pintu UGD dari luar dengan nanar. Aleta sudah menganggap Om Nando sebagai ayahnya sendiri, walaupun Aleta tak pernah mau memanggil Om Nando dengan sebutan ayah.

Aleta keringat dingin, keringat terus membasahi pelipisnya. Alvaro yang menyadari bahwa Aleta takut, cemas dan khawatir secara berlebihan pun menggenggam sebelah tangan Aleta dan tersenyum menandakan bahwa semuanya akan baik-baik saja.

"Gue takut," gumam Aleta yang masih bisa didengar oleh Alvaro.

"Lo gak usah takut, ada gue di sini," ujar Alvaro menenangkan Aleta.

RATSELΌπου ζουν οι ιστορίες. Ανακάλυψε τώρα